Dari perspektif seorang Fadli Zon, Wakil Ketua DPR yang juga politikus Partai Gerindra, sudah barang tentu akan menilai pencapaian Presiden Joko Widodo dengan menggunakan kaca mata minus. Segala hal yang diperbuat Pak Jokowi sudah pasti akan disorotinya dari sisi negatif, dengan hasil akhir gagal.
Itulah sebabnya Fadli Zon mengatakan bahwa Presiden Jokowi belum menunjukkan prestasi cukup baik dalam memperbaiki taraf hidup masyarakat. Ia justru menilai selama dua tahun pemerintahan Joko Widodo, kehidupan masyarakat justru semakin susah.Â
Dua tahun sudah negeri ini dipimpin oleh  Presiden Jokowi. Dua tahun  adalah waktu yang relatif untuk bisa menilai dan menyimpulkan kinerja seorang Presiden dari lima tahun masa kepemimpinannya.
Menilai kinerja atau prestasi seorang Presiden tentu memerlukan banyak pertimbangan dan ukuran. Â Ukuran yang digunakan juga sangat mungkin menjadi bias, tergantung perspektif yang digunakan untuk menilainya. Wajar, bila kemudian penilaian masyarakat menjadi beragam, karena masing masing menggunakan kaca mata yang berbeda.
Memang ada benarnya, bahwa masa sekarang tidak mudah. Namun, hal itu harus terjadi ketika dasar yang selama ini kita pakai ternyata keliru dan  terpaksa harus dibongkar. Tampilan yang selama ini kita utamakan ternyata sangat rapuh di dalamnya, keropos,  dan satu ketika akan roboh.
Presiden Jokowi tidak menghendaki demikian, dan terus melakukan pembenahan. Ia sedang meletakkan dasar yang kuat, mewujudkan keadilan, membangun track yang benar untuk ke depan kita lalui bersama.
Dan sudah pasti, untuk sementara waktu hal tersebut akan mengusik kenyamanan sebagian dari kita, bahkan bisa sampai taraf menyakitkan, khususnya mereka yang selama ini sudah terbiasa nyaman. Namun untuk kepentingan bangsa dan masyarakat keseluruhan, sudah pasti hal  ini memberi harapan.
Landasan kita selama ini  ternyata banyak yang keliru. Banyak kenyamanan dan keberhasilan yang kita anggap pencapaian didapat dari proses dan cara yang keliru, dan cara-cara tersebut tidak boleh lagi dilanjutkan. Kaya dan senang karena korupsi, suap, pungli, kong kali kong. Berkuasa karena sogokan, suap, primordialisme,. Kesemuanya itu sudah barang tentu tidak lagi masanya untuk dipraktekkan.
Kesenjangan juga menjadi hal biasa di masa pemerintahan sebelumnya, dan sebagian dari kita menikmati kenyamanan dengan membiarkan kesenjangan itu menimpa saudara kita di ujung sana, di daerah terpencil, dan mereka yang hidup dalam kemiskinan. Kita menganggap bahwa BLT yang diberikan sesekali menjelang pemilu sudah cukup mengatasinya tanpa perlu memberi solusi.
Kembali ke kritik Fadli Zon
Fadli Zon juga mengkritik keras pemerintahan Jokowi dengan mengatakan bahwa, selama dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya melakukan pencitraan. Tidak ada kemajuan yang berarti, dan hanya sedikit manfaat yang dirasakan masyarakat.
Namun ironisnya, Fadli juga mengkritik massifnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Ia  menyebut Jokowi hanya membangun  beton, padahal sangat jelas, bahwa beton yang dimaksud Fadli itu  adalah untuk kepentingan manusia yang sangat membutuhkannya, dan selama ini luput dari perhatian.
Tentu Fadli Zon benar dengan membuat klaim demikian, karena perspektif yang digunakannya didasari oleh kepentingan politik Partai Gerindra, yakni bagaimana bisa menjadikan Prabowo sebagai presiden melalui Pemilu 2019.
Hal tersebut hanya bisa terwujud jika pemerintahan Jokowi periode saat ini kurang berhasil, bahkan bila perlu gagal. Bila Jokowi berhasil, maka peluang Gerindra untuk mewujudkan mimpi Prabowo akan terkubur, dan mereka tidak menghendaki itu.
Itulah sebabnya dalam banyak kesempatan, Fadli Zon dan rekannya di Partai Gerindra dibantu oleh PKS selalu berkomentar negatif tentang pemerintahan Jokowi. Mereka harus melakukan strategi demikian untuk membangun opini masyarakat bahwa pemerintah saat ini "Raisoopoopo," seperti judul puisi Fadli Zon menjelang Pilres 2014.
Fadli Zon dan rekannya akan terus menggangu konsentrasi kerja pemerintah saat ini dengan komentar-komentar miring, menyudutkan, guna memancing perhatian publik, sekaligus mengganggu konsentrasi pemerintah, sehingga tidak fokus untuk bekerja. Dengan cara demikian, maka apa yang mereka inginkan masih ada kemungkinannya untuk bisa terwujud.Â
Ketika pernyataan Fadli Zon kemudian  dibantah publik yang sudah melihat dan merasakan dampak pembangunan dan perbaikan yang dikerjakan Presiden, Fadli mencoba strategi baru untuk memancing kegaduhan dengan menyebut wapres JK hanya sebagai ban serap. Menurut Fadli, Pak JK sebenarnya sangat hebat, namun tidak dipakai alias Pak Jokowi maunya one man show.
Tentu, ada maksud Fadli melempar pernyataan demikian, ia menghendaki pemerintah gaduh, sehingga tidak lagi fokus untuk bekerja. Andai wapres JK terpancing dan mulai bermanuver, maka bisa jadi apa yang menjadi skenario Fadli akan terwujud. Presiden Jokowi akan banyak tersita waktu dan pikirannya untuk meredam wapres , sehingga tidak lagi fokus untuk bekerja.
Kembali ke Masyarakat yang semakin susah
Masyarakat yang mana yang dimaksudkan oleh Fadli Zon?
Setidaknya ada 3 kelompok masyarakat yang dimaksud oleh Fadli Zon, yang memang semakin susah di era kepemimpinan Presiden Jokowi.
1. Kelompok elit politik yang tersingkir dari kekuasaanÂ
2. Kelompok pegiat pungli, broker pemungut fee, dan mereka  yang sebelumnya begitu bebas melakukan kong kali kong dalam hal anggaran dan belanja.
3. Masyarakat yang menjadi pendukung Partai Gerindra ( jika masih ada) dan massa agama PKS.
Ketiga kelompok ini memang semakin susah di masanya Presiden Jokowi. Untuk kelompok elit hal ini sangat dirasakan oleh Gerindra dan  PKS dan juga Demokrat tentunya. Â
Bahkan untuk PKS, partai yang dikenal senang main di dua kaki ini merasakan krisis berat di masa pemerintahan Jokowi. Selain absen di kabinet, silent operation yang hendak mereka coba gunakan untuk bisa diterima di pemerintahan ternyata gagal. Pak Jokowi sepertinya tidak mau melakukan kesalahan SB, dan tidak lagi memberi hati untuk partai yang satu ini.Â
Masa pemerintahan sebelumnya, partai ini merasakan kenyamanan dengan  bermain di dua kaki. Di satu sisi berada di koalisi pemerintahan SBY dan menikmati kursi kabinet beserta fasilitasnya. Di sisi lain,  partai ini juga tidak henti-hentinya menyoroti sisi negatif pemerintah untuk kepentingan pencitraan dirinya. Mereka memukul SBY, sekaligus menikmati fasilitas yang diberikan SBY karena ikut di koalisinya.
Bahkan, Ruhut Sitompul sangat geram dengan ulah partai yang satu ini pernah meminta SBY untuk mengeluarkan partai ini dari koalisi dan kabinet. Entahlah, apa yang menjadi dasar Pak Beye hingga tetap mempertahankan PKS hingga berakhirnya masa jabatannya.
Tentu partai seperti PKS ini sangat tidak menyukai perubahan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Perubahan menjadi sesuatu yang mengusik kenyamanan mereka. Mereka terkurung oleh minimnya isu yang bisa diolah. Hampir tidak ada lagi demonstrasi massa PKS di masa Jokowi, karena mereka tidak bisa menemukan celah untuk didemo.
Bagi PKS,  demonstrasi sangat penting untuk menunjukkan eksistensi mereka. Demonstrasi sangat diperlukan  untuk menjaga semangat kostituen mereka agar  tetap panas membara, seperti sebelum-sebelumnya. Apalagi lambang partainya yang sudah terlanjur kotor karena pernah keinjak sapi dan perlu dipoles menjadi bersih. Ya bersih dan peduli, katanya.
Di sisi lain, tidak ada sosok internal yang bisa mereka jual di level nasional. Belum lagi Fahri Hamzah, yang juga sebelas duabelas dengan Fadli Zon, yang justru  menjadi salah satu penyebab gagalnya strategi dua kaki yang sedang mereka upayakan, sehingga perlu untuk dilengserkan dari kursi wakil ketua DPR.
Tanpa isu tentu akan sulit bagi PKS untuk mendapat panggung, senjata khas mereka yakni isu konspirasi Ci Onis, Wahyudi  dan Mamarika juga sudah tidak laku, alias kadaluarsa.
Oleh karena itu, mereka memang sangat berkepentingan jika pemerintahan yang ada saat  ini tidak berhasil, atau setidaknya ada isu besar yang bisa dikritisi dan didemo supaya mereka beroleh panggung untuk mencitrakan diri sebagai partai yang peduli.
Siapa saja bebas menilai kinerja Presiden Jokowi selama dua tahun, namun bagi saya dua tahun masanya Jokowi jauh lebih berarti ketimbang 5 tahun sebelumnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI