Di luar, saya menunggu sekitar 20 menit sebelum nama saya dipanggil. Agak lama karena petugasnya ngumpulin dulu agak banyak baru kemudian dibagikan di luar.
PLUS
- Alur pembuatan cukup jelas.
- Tidak ada pungli. Semua biaya jelas sejak awal. Kalau dulu, untuk legalisir itu kudu keluar biaya yang gak jelas karena modal minta tolong petugasnya. Sekarang sih lebih jelas ya.
- Tersedia fasilitas untuk teman-teman disabilitas
MINUS
- Waktu proses sepertinya bisa lebih diefektifkan lagi
- Nggak ada 3S (Senyum, Sapa, Salam) dari petugas. Apalagi petugas pria yang melakukan pengambilan sidik jari ya. Jutek.
- Area tunggu belum steril dari asap rokok. Ibu di sebelah saya dengan jelas menunjukkan ketidaksukaannya dengan pria yang merokok tak jauh dari situ. Tapi buat menegur sudah malas. Di negeri ini, pengabdi tembakau derajatnya lebih tinggi ketimbang orang yang ingin hidup sehat.
- Tidak ada antrean yang jelas. Untung saja tadi tidak begitu ramai.
- Masih terlihat petugas yang melakukan sesuatu di luar dari jobdesknya bahkan di meja kerja. Seperti apa? Makan/sarapan.
SEBERAPA PENTING SKCK?
Menurut saja pribadi, nggak penting. Sebab, tidak ada jaminan orang yang membuat SKCK tidak pernah membuat onar di lingkungan tempat tinggalnya. Lagi pula, orang yang mau nyaleg aja gak dimintain SKCK sehingga mantan koruptor masih bisa nyaleg kok. Lha ini orang yang mau cari pekerjaan kok dibikin ribet, padahal biaya yang dikeluarkan lumayan. Belum lagi biaya lain (cetak foto, parkir, fotokopi dan biaya bensinnya).
Yuk bisa yuk, normalisasi rekrutmen pekerjaan, tes beasiswa ini itu TANPA SKCK lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H