Sudah hampir 10 tahun saya membuka toko sekaligus menerima transaksi PPOB (Payment Point Online Bank) di mana warga dapat membayarkan tagihan PLN, Telkom, PDAM, dsb lewat toko saya.
Sudah banyak ragam kisah yang saya peroleh. Dari warga yang disiplin hingga warga yang sengaja abai menunggak pembayaran tagihan hingga lebih dari 5 bulan. Akibatnya, dulu PLN sering merugi.
Saya pribadi sangat sepakat dengan ketegasan PLN dalam menindak warga yang abai semacam ini. Ya, listrik dan air kan termasuk kebutuhan utama ya. Krusial dan sangat berpengaruh terhadap jalannya kehidupan sehari-hari.
Lalu ketika PLN berbenah dan menegakkan kedisiplinan, saya juga 100% sepakat. Dan terbukti, berdasarkan info dari situs CNBC jika PT.PLN (Persero) mencatatkan rekor laba bersih tertinggi sepanjang sejarah pada kuartal I tahun 2023 yakni Rp.16,05 triliun atau melonjak 199% dari capaian kuarta I tahun 2022 yang "hanya" sebesar Rp.5,36 triliun.
Namun, sayangnya pencapaian PLN ini  di sisi lain memiliki "cacat" dalam pelaksanannya. Di mana, banyak warga kecil yang kemudian menjadi korban akibat ke-barbar-an PLN (Palembang) dalam mendisiplinkan warga dengan cara PLN melanggar Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) yang DITETAPKAN oleh PLN sendiri.
Uwak saya sendiri turut menjadi korban atas tindakan "pendisiplinan" PLN yang tidak sesuai dengan aturan SPJBTL ini. Uwak saya, janda yang hanya tinggal dengan seorang anak yang tengah sakit pula terlambat melakukan pembayaran sehingga mendapatkan surat peringatan dari PLN.
Sayangnya, saat itu uwak saya belum sempat melakukan pembayaran sehingga ketika ia lagi berjualan di pasar dan rumah kosong, tahu-tahu kotak meterannya sudah dibongkar. Dengan kondisi menangis dia menelepon saya dan memberi tahu rumahnya saat itu gelap gulita.
Saya pribadi paham jika itu memang karena kelalaian beliau. Sayangnya pula ia gak kepikiran menelepon saya dan minta bantu dibayarkan dulu saat surat peringatan datang. Ia baru mengontak saya ketika meterannya sudah dibongkar dan rumahnya gelap gulita. Baru keesokan harinya ia dapat mengurus ke PLN dan meterannya kemudian diganti dengan token.
Cerita yang dialami oleh pelanggan toko saya akhirnya menimpa ke keluarga saya sendiri. Saat itu saya kira PLN memang sudah melakukan perbaharuan kebijakan di mana jika lewat dari batas toleransi peringatan pertama maka meteran langsung dicabut WALAU belum lewat bulannya.
Namun, apakah benar aturannya sudah berubah? Atau PLN daerah (dalam hal ini PLN Palembang) diperkenankan mengubah dan melaksanakan pembongkaran meteran tidak sesuai toleransi waktu yang ditetapkan oleh PLN pusat?