[Spoiler rate: 100%]
Sebuah keranjang tahu-tahu terletak di depan komplek gerbang no.3 penjara Tihar di New Dehli. Saat dibuka, rupanya keranjang itu berisi mayat pria tanpa kepala.
Seolah ingin mengejek penegak hukum, di dekat mayat ditemukan sepucuk surat yang isinya menantang kepolisian untuk menemukan dia, si pelaku pembunuhan itu.
Lewat surat itu pula, si pembunuh menyampaikan pesan khusus kepada seorang sipir yang dulu pernah menyiksanya atas kesalahan (yang menurut si pembunuh) tidak ia lakukan.
Si pelaku jelas mantan penghuni lapas. Namun siapa? Delhi adalah kota dengan penduduk terpadat kedua di Dunia setelah Tokyo. Jelas tak mudah untuk melakukan penyelidikan. Apalagi, saat itu di tahun 2003, lokasi di sekitar penjara tidak dilengkapi dengan CCTV.
Umumnya, terdapat satu kesamaan dari para korban. Yakni tubuhnya diikat (dengan kaki dilipat sehingga pas dimasukkan ke keranjang) dan bagian kepala yang terpotong.
Namun, ada salah satu korban yang lebih banyak dimutilasi bagian tubuhnya yang mana, bagian tubuh itu kemudian ditebar ke berbagai kawasan di Delhi. Bagian tangan diletakkan di dekat kantor polisi, bagian kaki di sekitaran pemukiman namun tetap bagian tubuh utama selalu diletakkan di pintu nomor 3 penjara Tihar.
Dengan banyaknya jumlah gelandangan di Delhi, semakin sulit untuk polisi mencari tahu identitas korban. Ya, antara kesulitan atau karena faktor kecakapan sebab sebetulnya proses identifikasi masih dapat dilakukan lewat cara lain, misalnya dari sidik jari atau tes DNA. Namun, untuk India rupanya hal itu terkesan mustahil.
Film dokumenter berjudul lengkap Indian Predator: The Bucther of Delhi yang terdiri dari 3 episode ini pada akhirnya memang berhasil mengungkap jati diri si pelaku mutilasi.
Pria itu bernama Chandrakant Jha yang rupanya sudah pernah melakukan pembunuhan serupa di tahun 1998. Namun, 4 tahun berselang ia dilepas karena tidak cukupnya bukti. Rupanya saat ditahan inilah dia merasa dendam dengan salah satu sipir yang kerap berlaku kasar kepadanya.
Selama melakukan aksinya, Chandrakant telah membunuh dan memutilasi 18 orang. Kepala korban umumnya ia buang ke Sungai Yamuna.
Para korban rupanya tidak ia sasar secara acak. Umumnya korban dan ia saling kenal satu sama lain. Modusnya, ia akan berteman dengan buruh migran yang datang dari luar Delhi dan ia akan beri pekerjaan.
Jika kemudian terjadi perselisihan kecil, di situlah Chandrakant melancarkan aksinya, memberi hukuman dengan cara menghilangkan nyawa. Sebelum dimutilasi, korban umumnya dicekik atau dipukul hingga mati.
Sebuah kisah mengerikan dari negeri Bollywood yang diangkat dan dijadikan debut oleh sutradara Ayesha Sood. Walaupun kisah nyatanya bikin ngeri, sayangnya produksi film ini terasa keteteran. Skripnya kurang kuat, adegan reka ulangnya tak terlalu bagus.
Dibandingkan film dokumenter House Of Secrets : The Burari Deaths yang berkisah tentang kasus bunuh diri 11 anggota keluarga secara bersamaan di Burari, Delhi, Indian Predator ini terasa timpang dari segi kualitas walaupun ya tidak dapat dibandingkan apple to apple juga sebab tim produksinya berbeda.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI