Sabtu, 3 September 2022 lalu, saya mendapati sebuah informasi lewat twitter yang disampaikan oleh akun @puty. Di tweet itu Puty mengeluhkan identitasnya yang tiba-tiba terdaftar sebagai anggota Partai Keadilan dan Persatuan. Padahal, beliau tidak pernah sama sekali mendaftar atau memberikan kuasa atas KTP-nya untuk didaftarkan sebagai anggota parpol.
Cuitan itu langsung ramai, rupanya, banyak juga orang yang mengalami hal yang sama. Terus terang, saya ikutan penasaran dan ingin mengecek langsung lewat laman situs Info Pemilu milik KPU itu.
Lalu, betapa kagetnya saya mendapati bahwa saya rupanya telah terdaftar sebagai anggota Partai Kebangkitan Nusantara. Padahal, jangankan menjadi anggota partai politik tersebut, seumur-umur saya baru dengar nama partainya ya saat melakukan pengecekan itu.
Lalu, bagaimana bisa saya bisa terdaftar sebagai anggota partai padahal saya tidak pernah mendaftar dan memberikan KTP saya kepada siapapun untuk dilakukan pendaftaran? Nah, ini yang masih jadi misteri dan sampai detik ini sulit dicari jawabannya.
Melayangkan Protes Keras ke Partai Kebangkitan Nusantara
Saya langsung mencari tahu bagaimana cara untuk menghapus nama saya dari daftar keanggotaan partai tersebut. Sayangnya, satu-satunya cara yang harus saya lakukan yakni mendatangi langsung Kantor Bawaslu terdekat.
Dikarenakan itu hari Sabtu, mau tak mau saya harus menunggu hingga Senin. Sementara, saya coba kontak dulu pengurus partai tersebut dan mencari cara untuk melayangkan protes.
Dari situs resminya pimnas-pkn.id, saya menemukan alamat email partai. Sabtu, 3 September 2022 pukul 10:34, email keberatan sudah saya kirimkan ke alamat email pimnaspkn@gmail.com.
Di kesempatan yang sama, saya menyampaikan dukungan saya kepada siapapun orang yang mau membentuk partai demi menyuarakan aspirasi. Namun, proses rekrutmen anggota harus dilakukan dengan cara yang benar dan tidak menyalahi ketentuan seperti ini.
Hingga saya mengunggah tulisan ini di Kompasiana, saya masih belum mendapatkan respon dari pengurus partai. (Akan saya update lagi jika mereka sudah membalas email saya).
Melapor ke Bawaslu
Senin, 5 September 2022 sekitar pukul 08:15 WIB saya sudah tiba di Bawaslu Sumsel yang beralamat di Jalan Opi Raya, Jakabaring. Saat itu semua pegawai tengah melakukan apel pagi sehingga saya harus menunggu dulu sebentar sebelum melaporkan kejadian ini ke petugas.
Begitu apel selesai, atas informasi dari petugas keamanan, saya diarahkan menuju ruangan utama. Dan sampai di sana, saya diterima dengan baik oleh petugas.
Kepada beliau, saya sampaikan apa yang terjadi dan saya memohon bantuannya untuk dibuatkan laporan.
Petugas menyampaikan rasa prihatinnya atas hal ini. Lalu, beliau memberikan 2 lembar formulir untuk kemudian saya isi. Formulirnya berisi pernyataan bahwa saya bukan anggota atau pengurus partai politik dan tidak berafiliasi terhadap partai politik apapun.
"Jadi, kira-kira kapan nama saya akan dihapus sebagai anggota partai politik tersebut ya, mbak?" tanya saya.
"Mengenai hal itu, kami tidak dapat memastikan. Sebab, laporan ini akan kami kumpulkan dulu secara kolektif dan kami akan teruskan ke KPU. Dari sana, petugas KPU baru akan meneruskan hal ini ke partai tersebut untuk dilakukan pengecekan ulang."
Ternyata begitu ya alurnya. Ya sudah, apa boleh buat. Mau tidak mau saya hanya dapat menunggu. Di kesempatan yang sama, saya menyampaikan kepada petugas Bawaslu semoga ke depan ada cara yang lebih efektif lagi bagi masyarakat untuk melaporkan hal seperti ini.
Ya, jadinya harus effort menyiapkan waktu khusus dan juga biaya untuk mendatangi Kantor Bawaslu. Saya sedikit lebih beruntung karena pegawai swasta yang punya keleluasaan waktu. Kebayang kan kalau pegawai kantoran yang jam kerja ketat dan berlokasi jauh dari Kantor Bawaslu. Kasihan juga kepada mereka yang sudah menjadi korban tindakan busuk oknum petugas partai namun masih harus kesusahan untuk melaporkan hal ini.
Semoga Bawaslu pusat nanti bisa memberikan opsi pelaporan yang jauh lebih efektif. Jika partai politik dapat menjaring anggota dengan pengisian formulir secara online, saya rasa Bawaslu juga dapat menampung laporan dengan cara yang sama. Untuk proses verifikasi data, jelas ada banyak cara yang dapat dilakukan pula tanpa harus masyarakat bersusah payah mendatangi kantor Bawaslu.
Tindakan yang Merugikan
"Emangnya kenapa sih kalau kamu terdaftar sebagai anggota politik, Yan? Apa ruginya?"
Mungkin pertanyaan ini muncul di benak beberapa orang. Secara langsung memang saya masih belum mendapatkan kerugian terlebih secara materil. Namun, secara moril, iya.
Terus terang, saya termasuk orang yang anti dan skeptis terhadap peran partai politik. Jadi, bayangkan kalau kamu tiba-tiba dimasukan ke dalam lingkungan yang tidak kamu suka. Ya kurang lebih seperti itu.
Lagian, isu besarnya dalam hal ini tentu saja mengenai keamanan data pribadi saya. Ada banyak sekali pertanyaan di dalam benak mengenai hal ini. "Kok bisa ya mereka dapat KTP saya? Dari mana? Siapa yang mendaftarkan dan memalsukan tanda tangan saya?"
Sekarang memang KTP saya "hanya" ketahuan didaftarkan sebagai anggota partai tersebut. Tapi, siapa yang berani jamin KTP saya tidak akan digunakan untuk hal-hal lain?
Siapa yang bisa memastikan kelak KTP saya tidak digunakan untuk tindakan kejahatan? Makanya, saya memantabkan diri mendatangi Bawaslu hari ini untuk melaporkan hal tersebut.
Setidaknya, dengan laporan yang sudah saya buat, jika kelak terjadi hal-hal yang tak diharapkan, saya punya tameng yang semoga dapat dijadikan perlindungan secara hukum bahwa saya tidak pernah tahu dan terlibat terhadap apapun kegiatan partai politik tersebut.
Lalu, apakah kalian tahu bahwa ada pekerjaan tertentu yang melarang pegawainya menjadi anggota partai politik? Misalnya saja ASN, Polisi, TNI, Kepala Desa, BUMN dsb?
Bayangkan, jika ada anak atau keponakan Anda, berniat melamar bekerja sebagai karyawan di dinas/perusahaan tersebut namun saat pengecekan data oleh pihak HRD ditemukan bahwa anak/keponakan Anda dinyatakan bergabung sebagai anggota politik, maka dari seleksi administrasi saja sudah dinyatakan gugur!
Padahal anak/keponakan Anda sama seperti saya yang tidak pernah mendaftar sebagai anggota parpol.
Selain itu saya pernah dengar, ada beberapa lembaga pemberi beasiswa dari luar negeri pun mensyaratkan calon penerima beasiswa tidak terafiliasi dari partai politik apapun.
Sungguh, penyalahgunaan identitas semacam ini sangat keji.
Dengan adanya tulisan ini, semoga para pengurus partai politik (kebetulan saja saya kenanya di Partai Kebangkitan Nusantara, namun hal ini terjadi di banyak sekali partai lain, terutama di partai baru seperti Partai Keadilan dan Persatuan, Partai Garda Perubahan Indonesia, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dsb) dapat mengecek lagi siapa oknum di partai mereka yang melakukan tindakan busuk seperti ini.
Lakukan verifikasi terhadap formulir pendaftaran. Siapa yang membuat atau "membawa" formulir tersebut. Bila perlu cek dari CCTV siapa oknumnya. Dan beri tindakan yang tegas. Atau, apakah para partai ini akan tutup mata demi tercukupnya kuota anggota partai demi lolos verifikasi untuk pemilu nanti? Wallahu alam.
Yang jelas jika ada orang-orang yang memang ingin menyuarakan perubahan untuk bangsa dan negara ini lewat jalur politik, pesan saya, lakukanlah dengan cara-cara yang sesuai dan tidak menyalahi data pribadi seseorang seperti ini.Â
***
Update, 5 September 2022 Pukul 13:00
Email saya dibalas oleh petugas dari Partai Kebangkitan Nusantara dan dijanjikan akan diproses hapus tanggal 14 September 2022 nanti.
Ya, terima kasih atas tanggapannya. Respons dari PKN cukup baik. Semoga saja partai lain dapat memberikan respons yang sama terhadap orang-orang yang mendapatkan hal serupa.Â
Saya akan mengecek secara berkala. Jika beberapa waktu setelah tanggal 14 September 2022 data saya masih tak juga dibalas, maka saya akan kontak lagi pengurus PKN lewat kanal resmi mereka.
Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H