Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Saat Penjual Ayam Goreng dan Pengusaha Tas Beradu di Pengadilan

17 Juni 2022   10:02 Diperbarui: 17 Juni 2022   10:10 4598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penjual tas | Sumber gambar via gabinobags.com

Kasus pelanggaran merek dagang kerap terjadi seiring pertumbuhan bisnis dan ekonomi. Saya sering baca berita mengenai dua pihak yang saling mengklaim merek dagang mereka. Salah satunya yang unik dan menggelitik terjadi antara pemilik usaha restoran ayam goreng digugat oleh pengusaha fashion.

Apa sebabnya? 

Sebab nama restoran ayam goreng pengusaha asal Korea Selatan ini namanya mirip banget dengan merek fashion ternama asal Perancis. Soal kemiripan ini dapat saya gambarkan begini: nama merek fashion itu misalnya saja "Lutju Vanget" sedangkan sedangkan restoran ayam goreng itu bernama "Lutju Vangetz". Nah mirip banget, kan?

Tak hanya soal merek dagang, secara desain logo dan kemasan pun, pemilik restoran ayam goreng itu sepertinya sengaja membuat yang bentuknya menyerupai perusahaan fashion. 

Makanya, setelah menjalankan persidangan, pengadilan kemudian memutuskan untuk memenangkan perusahaan fashion dan memberikan denda kepada pengusaha ayam goreng sebesar 14,5 juta won atau sekitar 165,5 juta rupiah. Selain itu, perusahaan ayam goreng itu juga diwajibkan untuk mengubah nama restorannya.

Ilustrasi restoran ayam goreng di Korea | Sumber gambar detik.net.id
Ilustrasi restoran ayam goreng di Korea | Sumber gambar detik.net.id

Contoh lain dari pelanggaran merek dagang juga pernah menimpa salah satu perusahaan pembuat sepatu olahraga terkenal dari kota Herzogenaurach, Jerman.

Perusahaan sepatu yang terkenal dengan desain/logo berupa "tiga garis" ini mengajukan gugatan perusahaan lain yang turut menggunakan desain yang sama berupa "tiga garis" pada produk-produk yang mereka ecerkan/jual. 

Wajar sih, sebab perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 1920-an dan kini sudah memiliki lebih dari 150 cabang di seluruh dunia itu sudah berinvestasi jutaan dolar untuk membangun dan melindungi hak paten produk mereka. Saya kira, jika saya berada di pihak perusahaan sepatu itu pun akan melakukan gugatan yang sama. 

PENYEBAB TERJADINYA SENGKETA MEREK DAGANG

Dua contoh kasus yang saya sebutkan di atas adalah secuil dari sekian banyak kasus sengketa merek dagang yang terjadi di dunia tak terkecuali di Indonesia. 

Dalam banyak kasus, sebetulnya sengketa merek dagang itu dapat dihindari sepenuhnya dengan penelitian akan merek dagang yang lebih efektif.

Memang, tak diragukan kalau pencarian informasi terhadap merek dagang (termasuk hak cipta logo) membutuhkan banyak waktu dan juga biaya. Apalagi jika ternyata merek dagang yang akan kita gunakan sudah pernah dipakai oleh pengusaha di negara lain. 

Namun, hal itu tergantung dari niat juga. Dalam kasus restoran ayam goreng dan sepatu olahraga, saya rasa ada kesengajaan dari mereka untuk mendompleng merek lain yang lebih dulu terkenal.

Rasanya kecil kemungkinan kalau pemilik restoran ayam goreng itu tidak pernah mendengar sebelumnya tentang perusahaan fashion besar yang terkenal itu. Jadi, kayaknya pengusaha ayam goreng ini semacam "test the water" yang sialnya berakhir dengan putusan pengadilan mereka.

Ilustrasi persidangan di pengadilan | Sumber gambar megapolitan.kompas.com
Ilustrasi persidangan di pengadilan | Sumber gambar megapolitan.kompas.com

Saya pribadi, saat dulu mendirikan CV (Commanditaire Vennotschap) untuk toko, lebih dulu saya memastikan jika nama CV yang saya pakai belum digunakan dan didaftarkan orang lain secara hukum. Ya, sederhananya sih saya googling, ya!

Selanjutnya, saya serahkan ke notaris untuk dibantu pendaftaran tempat usaha itu. Saya tidak tahu teknisnya bagaimana, saya rasa, di sistem pemerintah juga dapat dicek apakah nama CV yang saya pakai sudah terdaftar atau belum.

Jika belum pernah dipakai, tentu saya beruntung dapat menggunakannya. Jika sudah, ya saya harus berbesar hati untuk menggantinya.

Ini semua demi menghindari dari tuntutan hukum. Niatnya buka usaha kan untuk cari duit bukan untuk keluarin duit saat kalah di pengadilan.

Saat ini, sudah banyak juga kok perusahaan yang memberikan solusi untuk melakukan pengecekan terkait merek dagang. Mereka punya cara yang canggih dan dapat menganalisis soal itu. Kombinasi unik dari keahlian manusia dan data yang akurat dan relevan.

Dalam sejarah Perundang-undangan Merek Indonesia acuan terakhirnya yakni Undang-Undang Merek no.15 tahun 2001 yang mengulik mengenai perlindungan terhadap merek. Jelas tujuannya dibuat undang-undang ini untuk meminimalisasi pelanggaran terhadap merek dagang.

KEMENANGAN MS GLOW MELAWAN PSTORE GLOW

Kasus pelanggaran merek dagang yang masih hangat dibicarakan baru-baru ini adalah yang menimpa perusahaan besar MS Glow milik pasangan Shandy Purnamasari dan Gilang Widya Permana di mana gugatan yang mereka layangkan di Pengadilan Negeri Medan terhadap Putra Siregar pemilik Pstore dikabulkan seluruhnya. 

PN Medan kembali menyatakan bahwa merek "MS GLOW" adalah sah dimiliki dan digunakan pertama kali/first to use oleh J99 sebab merek itu sudah terdaftar pada tanggal 20 September 2016.

Bapak Immanuel selaku ketua Majelis Hakim menyatakan jika merek yang didaftarkan oleh tergugat (Putra Siregar) mempunyai persamaan dengan merek yang terdaftar oleh penggugat (J99). 

Pasangan Gilang dan Shandy pemilik MS Glow | Sumber gambar jakarta.tribunnews.com
Pasangan Gilang dan Shandy pemilik MS Glow | Sumber gambar jakarta.tribunnews.com

Untuk itu, Majelis Hakim meminta Direktur Merek dan Indikasi Geografis pada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencoret merek terdaftar dan menghentikan semua kegiatan produksi, peredaran dan penjualan produk kosmetik yang sebelumnya didaftarkan oleh tergugat terutama PStore Glow dan PStore Glow Men. Selain itu pihak tergugat diwajibkan untuk membayar biaya perkara menurut hukum. 

Dari kasus-kasus yang ada ini, kita jadi belajar banyak ya untuk lebih aware tentang HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) termasuk juga merek dagang, desain logo, dsb.

Kita juga dituntut untuk jauh lebih kreatif dalam menciptakan merek dagang dan semua elemen pendukungnya dengan cara unik, menarik dan berkesan. Jadi, apa yang kita jual, bisa berdiri sendiri nantinya tanpa harus mendompleng merek dagang lain yang sudah lebih dulu terkenal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun