Mengenai apakah pesannya dapat dijadikan perubahan kebijakan atau tidak, itu soal lain. Sudah di luar kuasa para peserta demonstran yang datang. Yang jelas, kehadiran mereka yang mewakili isi hati mayoritas masyarakat (termasuk saya juga), pasti sampai ke telinga pimpinan.
Namun, jika yang dimaksudkan butuh perhatian media (terutama warganet di sosial media), ya itu tadi, cari cara yang lain. Bisa dengan tetap menggunakan kata-kata jenaka tapi tetap berkelas. Atau bisa juga memanfaatkan properti-properti yang dapat menarik perhatian publik dan media.
Nah, salah satunya seperti ini.
Tulisan "Lebih Baik Bercinta 3 Ronde Daripada Harus 3 Periode" mungkin bisa diganti dengan "Lebih Baik Bertarung di Ring 3 Ronde Daripada Harus 3 Periode" yang mana para pendemo bisa datang dengan membawa kostum petinju, membuat ring dadakan ala kadarnya, dan membuat gerakan-gerakan teatrikal sambil meninggalkan pesan soal pemerintahan cukup berjalan 2 periode sesuai konstitusi yang sejak lama ada.
Ya, intinya banyak caralah yang bisa dilakukan untuk mendapatkan perhatian publik. Saya pribadi sih, nggak yang "mengutuk" juga aksi adik-adik mahasiswa yang kelepasan nulis pesan demo dengan kata-kata yang menyerempet cabul kayak gitu.
Tapi, kalau saya pribadi ikutan demo, kayaknya 'neay' banget nenteng dan membawa spanduk/kertas bertuliskan hal-hal semacam itu. Ngisin isinake rasanya. Malu. Kebinalan cukup "dinikmati" di ruang pribadi saja.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H