Setelah menyiapkan makanan istimewa tepat di hari ulang tahun suaminya, Zahra merasakan satu yang aneh dalam tubuhnya. Tiba-tiba saja perutnya terasa sakit. Mulanya ia dan sang suami beranggapan itu mag yang kumat dicampur kelelahan karena harus mengurus rumah dan 2 anak mereka yang masih kecil.
"Dengan berat hati, aku harus berlalu dari perayaan kecil itu dan merebahkan diri di tempat tidur. Bukannya membaik, sakit ini makin menjadi dan membuatku tidak bisa beranjak." Hal.12.
Tak hanya perut yang melilit, tak lama kemudian Zahra juga terpaksa memuntahkan apa yang ada di dalam perutnya. Benarkah itu sakit lambung biasa? Sepertinya bukan. Sebab yang dimuntahkan oleh Zahra adalah cairan yang terasa pahit dan bau. Efek lainnya, kepalanya pusing, badan lemas dan tenggorokan sakit.
Dengan obat seadanya dan beristirahat secukupnya ternyata sakit yang dirasakan oleh Zahra bertambah parah. Gejala-gejala lain bermunculan. Dari penglihatan yang kabur, kelopak mata turun hingga dada yang terasa sesak.
Atas izin Ridho --sang suami, Zahra kemudian memutuskan untuk mendatangi klinik yang berada tak jauh dari kediaman mereka di Yokohama, Jepang. Beruntung dokter yang ditemui dapat berbahasa Inggris sehingga Zahra dapat leluasa berkomunikasi dan bertanya tentang sakit yang ia rasakan.
Mulanya Zahra mengira sakit yang ia dapatkan efek dari heatstroke sebab mereka baru saja melewati musim panas yang lumayan menyiksa. Namun, diagnosis sementara, Zahra mengidap faringitis.
"Aku mengangguk perlahan dengan kepasrahan. Relung hatiku berkata, diagnosis ini masih jauh dari kebenaran." Hal.25. "Meski begitu, seorang dokte pasti lebih tahu apa yang terjadi dalam tubuh pasiennya." Hal.26.
GESEKAN DI KALA TUBUH SEMAKIN MELEMAH
Dari kunjungan ke dokter itu, keadaan Zahra semakin mengkhawatirkan. Obat yang diberikan untuk dikonsumsi dalam jangka waktu seminggu tak banyak membantu. Kelopak matanya semakin terkulai, suaranya parau dan Zahra kesulitan untuk menelan sesuatu bahkan sekadar air minum. Dengan demikian, bayangkan saja betapa susahnya dia harus menelan obat.
Sayangnya, di saat seperti ini di mana dia butuh dukungan penuh dari suami, yang ada, suami malah menunjukkan perubahan sikap yang tak diharapkan.
"Sudah Baba bilang beberapa kali, kalau sakit jangan dirasa-rasa. Makan yang betul dan telan obatnya." Ucapan keras suamiku itu, nyata betul membuat lidahku kelu. Hal.26.