Jika sebagian kecil dari kalian, para Kompasianers merasa ini hal yang wajar, tidak apa-apa. Kita berhak berpendapat. Namun, melalui tulisan ini, isi kepala saya dapat kalian selami.
KERJA CERDAS ATAU KERJA CULAS?
Kita hari ini, adalah cerminan nilai-nilai yang ditanamkan di lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan sejak kita masih kecil.
Saya tidak mengatakan diri saya baik tanpa cela. Jelas sebagai manusia biasa, saya jauh dari sempurna. Namun, ada nilai-nilai kejujuran dan kepantasan yang sekuat penuh saya coba pertahankan dan saya terapkan dalam hidup. Ada nurani saya yang terusik jika satu kali saya melakukan hal-hal yang merugikan orang lain. Sebaliknya, kegelisahan yang sama juga saya rasakan jika ada tindakan tidak adil terlihat dan ada di depan mata. Salah satunya kejadian ini.
"Nggak ada larangan dari Kompasiana untuk melakukan segala cara demi mendapatkan viewers."
Mungkin ada di antara para pembaca yang berpendapat seperti itu. Yang kemudian dilanjutkan dengan opini, "kalau orang-orang itu berhasil menemukan cara untuk mendapatkan viewers besar, itu namanya kerja cerdas. Mereka berhasil memaksimalkan potensi yang ada pada diri mereka untuk memperoleh keuntungan. Dan itu sah-sah saja."
Well, jika ada yang berpendapat begitu, silakan saja, di situasi kebebasan berpendapat sekarang ini, semua orang bebas beropini, asal disampaikan dengan cara yang baik. Namun, di kesempatan ini izinkan saya akan mengutarakan pemikiran saya.
Apa sih tujuan awalnya Kompasiana ini? Media untuk berekspresi dan mengutarakan pendapat dalam bentuk tulisan, bukan? Walau ada nilai bisnis, tapi rasanya tetap saja tujuan utamanya bukan itu. Saya kira, para kompasianers rela mendaftar dan memiliki akun bukan semata-mata karena uang pada awalnya, terlebih bagi Kompasianers yang sudah lama eksis jauh sebelum K-Rewards ada.
Sudah banyak sekali hal-hal hebat yang ditorehkan oleh Kompasianers melalui tulisan yang menggugahnya. Jika kemudian Kompasiana mau memberikan apresiasi lebih dalam bentuk uang sekaligus memotivasi Kompasianers agar lebih semangat nulis, itu sangat bagus. Saya angkat topi.
Tapi, lakukanlah dengan cara yang fair dan setara. Beri kesempatan pada tiap orang untuk berjuang dengan cara yang sama. Dengan cara yang dilakukan sebelum adanya K-Rewards. Biarkan kami, para Kompasianers ini berlomba memeras ide, mengerahkan segala kemampuan untuk menghasilkan tulisan yang bagus, yang kemudian akan banyak dibaca, dan lebih bagus lagi jika dapat menginspirasi.
Dengan adanya keistimewaan terhadap beberapa orang yang punya kemampuan lebih dalam mendapatkan viewers ini, jelas memunculkan ketimpangan dan jurang perbedaaan. Apakah saya salah jika saya merasa ini bentuk ketidakadilan? Apalagi, setahu saya Kompasiana menjunjung tinggi soal itu.
Dalam sebuah kompetisi menulis misalnya, Kompasiana melakukan kuncian terhadap tulisan yang diikutsertakan dalam kompetisi sehingga tidak dapat diutak-atik lagi. Nah, ini bentuk sederhana keadilan yang Kompasiana terapkan. Namun, dalam hal K-Rewards ini, saya belum menemukannya. Bahkan, bagi saya pribadi ini alih-alih memotivasi namun hal ini dapat bikin demotivasi. (Belum lagi bicara jika dalam satu lomba menulis kriteria penilaiannya mencakup jumlah viewers, waaah).