Jadilah, selepas subuh tanggal 23, Nyak Mumun datang bersama 2 asistennya. Mereka langsung mengolah semua bahan kue. Kerja mereka efektif, tapi memang terkendala sama panggangan sehingga harus antre mengoven kuenya.
"Ah jangan. Malulah kalau pinjem. Kan saya jualan," ujar Bu Ijah.
"Ya sudah kalau begitu. Semoga lebarannya nggak ngikut maju kayank keluarga Bu Nur aja."
Penduduk Kampung Naga Pesolek sih mayoritas berlebaran ngikut pemerintah. Ada sih yang memang biasanya lebaran lebih cepat mengikuti perhitungan organisasi Islam yang mereka jadikan acuan seperti keluarganya Bu Nur itu. Tapi ya nggak terlalu masalah karena mereka nggak pesan kue kepada Hajah Ijah.
Lalu, muncullah bencana itu. Dari sidang Isbat, ternyata diputuskan lebaran tahun ini berlangsung bersamaan yakni tanggal 24 semua. Haaa, bukan main paniknya Bu Ijah karena kue yang berhasil mereka bikin sejak pagi baru ada setengahnya.
Mendadak kepalanya pening. Di sisi lain dia juga merasa kasihan dengan Nyak Mumun, Leha dan Entik yang bekerja non stop sejak pagi. "Huhuhu, karena salah perhitungan, yang niatnya untung malah bisa buntung ini," batinnya.
Sambil berusaha menyelesaikan pesanan sebisa mungkin sembari meminta pengertian pegawainya agar bersedia lembur, dalam hati Bu Ijah membatin kapok. "Hiks, mungkin ini karena saya terlalu maruk. Maafkan saya ya Allah," batinnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H