"Yakin nih, bu?" tanya Pak Manto lagi.
"Iya, masih ada waktu kok buat bikinnya. Yang jelas, ibu akan bikin kue yang paling enak. Biar tahun depan makin banyak yang pesen. Lumayan banget ini untungnya buat beli gelang baru, hihihi," ujar Bu Ijah.
Jadilah, selain terus mengjalankan warung sembako, di seminggu terakhir menjelang lebaran Bu Ijah mulai mempersiapkan secara khusus bahan-bahan untuk membuat kue.
"Blackforrest 8 loyang... kue lapis 12 loyang. Trus, bolu karamel 15 loyang...." gumam Bu Ijah sambil mencatat pesanan. Senyumnya mengembang tanpa tahu ada kekacauan yang sudah menghadangnya ke depan.
"Pak, kita jadinya lebaran tanggal 25, kan?" tanya Bu Ijah.
"Kalau di kalender sih tanggal 25," jawab Pak Manto. "Kenapa emang?"
"Ya ini mau ngatur waktu bikin kuenya. Kan kuenya ini mau dimakan pas lebaran. Jadi nggak bisa kecepetan bikinnya. Bisa-bisa kuenya lapukan kayak bapak hehehe," ujar Bu Ijah terkekeh.
"Alah, lapuk gini tapi ibu masih sayang kan?" respon Pak Manto genit.
Mendengar itu Bu Ijah hanya tersenyum nakal. "Alamat mandi besar lagi nih ntar malam," lamunnya liar. Bu Ijah senyum-senyum mesem sendiri sampai Pak Manto keheranan. "Eh omong-omong, panggangannya kecukup gak tuh buat manggang kue?"
"Mestinya sih ada 2 panggangan biar lebih cepet. Tapi masih cukuplah Pak. Ibu mulai nyicil bikin kue dari tanggal 23. Malam lebaran tanggal 25 semua kue bisa diantar ke rumah-rumah tetangga," jawabnya.