"Padahal di kamar tidak ada pasien lain, hanya ada ibu sendiri," coba rayu saya. Tapi tetap tak berhasil. Ya sudahlah, peraturan tetap peraturan. Jadilah saya dan adik berbuka puasa di ruang tunggu yang senyap sambil ditemani nyamuk.
Berharap Ibu Segera Sembuh
Kemarin saya mendapatkan "jatah" untuk menunggui ibu dari pagi sampai sore. Di hari kedua, keadaannya masih memperihatinkan. Tiap beberapa menit dia menangis menahan sakit. Sialnya, saya hampir tak dapat melakukan apa-apa selain hanya memborehkan balsem dan obat dari rumah sakit.
"Jangan dipijit, ya, nanti syarafnya makin tegang," ujar dokter.
Beneran, gak enak nungguin orang sakit saat kita tak mampu berbuat apa-apa untuk mengurangi rasa sakitnya. Beberapa tahun lalu, juga di bulan Ramadan ibu pernah sakit dan harus bolak balik opname. Tapi, saat itu keadaannya cenderung lebih baik, minimal dia tidak harus menangis, meringis menahan sakit.
Dan, saat saya mengetikkan tulisan ini, hal-hal berat di Ramadan kali ini masih berlangsung. Dan, saya ingin menutup tulisan ini dengan sebuah kutipan di buku yang sedang saya baca. "Aku yakin, skenario Allah sedang bekerja padaku. Meski awalnya ada debaran-debaran ketakutan dan kekhawatiran, Allah menghapusnya dengan hal-hal mengembirakan dan melegakan."
Amin ya Rabbal alamin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H