Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Benarkah Anak Jadi Bermental Pengemis karena Salam Tempel?

11 Juni 2018   00:15 Diperbarui: 11 Juni 2018   10:12 5831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu saya melihat salah seorang kontak di facebook membagikan sebuah status yang "unik". Isinya itu kurang lebih tentang peringatan bagi orang yang suka meminta-minta padahal bukan fakir yang diibaratkan seolah-olah ia memakan bara api. Lengkapnya, lihat langsung di bawah ini ya.

ngemis-5b1d4abeab12ae460f1b4702.jpg
ngemis-5b1d4abeab12ae460f1b4702.jpg
Gambar dan status yang dibagikan oleh akun bernama Ummu Al Fakir itu, setidaknya sudah dibagikan lebih dari 38.600 kali dan disukai oleh lebih dari 4,4 ribu orang dengan lebih dari 1000 komentar. Wow banget! Isi komentarnya pun beragam. Ada yang setuju, ada juga yang memprotes postingan tersebut dengan keras. Lengkapnya bisa lihat langsung di sini ya.

Yang jadi pertanyaan kemudian, apa benar, perihal salam tempel aja bisa sedemikian besar dampaknya?

Pengalaman saya dengan salam tempel

Sebagai anak generasi 90-an, jujur saja saya pernah merasakan nikmatnya salam tempel yang diberikan oleh om/tante atau kolega orang tua saya. Nominalnya bervariasi. Dulu mah, dikasih uang THR seribu perak aja udah bahagia dan berasa kaya raya hahaha.

Dari uang-uang yang saya kumpulkan itu, saya bisa beli komik dan mainan. Yup, pedagang mainan termasuk orang yang kelimpahan rezeki di saat lebaran. Favorit saya dulu beli mobil transformer atau tembak-tembakan seharga Rp 2000 sd Rp 3000 rupiah. Kalau anak sekarang, mungkin jajannya kuota kali ya hehehe.

Orang tua sendiri nggak pernah melarang saya menerima THR itu, lha wong mereka sendiri ngasih kok hahaha. Tapi, mereka akan sangat marah jika saya dan saudara meminta-minta, apalagi kepada orang lain/tamu terutama yang nggak kenal-kenal banget.

Cieh yang dapet THR. Foto dari antarafoto.com
Cieh yang dapet THR. Foto dari antarafoto.com
Alhamdulillah sih dulu nggak pernah dimarahi karena sejak awal sudah diingatkan, "Inget ya, ibu/ayah gak suka kalau sampe minta-minta uang sama orang, paham?" ujar mereka yang aku jawab dengan anggukan kepala tanda mengerti. Walau begitu, mereka tidak pernah marah jika ketemu anak-anak tetangga yang "berani" datang ke rumah untuk minta THR.

Hmm, standar ganda nih orang tua saya nampaknya hahaha. "Gakpapa, setahun sekali, bagi-bagi rezeki," kalau kata ayah. Ya sudah, jadilah, setiap hari pertama lebaran, setelah salat Ied, rumah akan dipenuhi oleh anak-anak tetangga yang antre minta salam tempel.

Eh mereka datang nggak secara terang-terangan minta salam tempel sih haha, tapi, tanpa harus dikodein pun, sebagai tuan rumah ya paham lah ya haha. Makanya, orang tua biasanya sudah mempersiapkan uang baru untuk anak-anak ini. Masing-masing diberi sama rata. Walaupun jumlahnya sedikit, mereka udah seneng banget. Nampak dari rona-rona antusias di wajah mereka. Persis seperti saya dulu saat menerima THR hwhw.

Saya pun memberikan salam tempel 

Saat sudah bekerja dan berpenghasilan, saya pun mempersiapkan uang untuk diberikan ke keponakan, anaknya sepupu atau bahkan orang-orang tua yang saya nilai layak saya beri. Misalnya saja, uwak yang sehari-hari ngebantu di rumah. Ya, sebagai tanda terima kasihlah. Jumlahnya juga nggak banyak.

"Namun cukuplah sebagai tanda kasih," kalau kata ibu saya,

Namun, perihal salam tempel ini saya cukup selektif. Saya mengutamakan untuk memberi THR kepada bocah-bocah yang saya nilai layak. Bagi yang orang tuanya tajir-melintir mah nggak. Tak jarang, saya bertemu dengan para orang tua yang lebih heboh "nodong" THR ketimbang anaknya sendiri.

"Om, mana ini THR buat si A, B, C," ujar mereka.

Begitu dijelaskan bahwa saya tidak menyiapkan dana yang banyak, eh malah maksa. Saya sih santai. Semakin ditekan, semakin saya cuek hehe. Saya paling ogah dipaksa-paksa soalnya haha. Apalagi yang minta orang kayak gini coba hehe.

Nah yang begini ini nih menurut saya kurang baik. Saya tidak yakin pasti, tapi sepertinya sedikit banyak akan berpengaruh ke pemahaman anak bahwa, sah-sah saja jika mau meminta-minta. Padahal, di sisi lain Rasul bilang, tangan di atas itu lebih baik ketimbang tangan di bawah, kan?

Mengajarkan anak (seolah) mengemis, yang benar saja?

Saya sih secara pribadi tidak terlalu sepakat dengan analogi itu. Apalagi dikaitkan dengan anak-anak dan salam tempel saat lebaran. Btw, hadist yang sama juga pernah saya lihat di meme lain loh, seputar kebiasaan meminta oleh-oleh ke orang yang pelesiran atau juga minta traktir ke teman yang berulang tahun.

Menurut saya meme itu lebih memperingatkan soal adab, terutama adab kesopanan. Saya pribadi sih, setuju saja jika ada orang yang ingin memberikan salam tempel kepada orang lain baik anak-anak atau dewasa selama si pemberi ikhlas dan tidak dipaksa-paksa.

Namun, yang perlu diingatkan lagi, agar uang yang diberikan dimanfaatkan dengan baik. Beli mainan atau kuota internet sih ya silakan saja. Sekali-kali ini kan ya. Namun, jika dapat digunakan untuk keperluan yang lebih penting tentu akan lebih berfaedah. Misalnya untuk beli perlengkapan sekolah atau bacaan.

Saya kira, pemberian salam tempel tidak serta merta menjadikan orang (seolah-olah) mengemis. Itu kesimpulan yang terlalu jauh namun tetap harus disikapi dengan bijak. Jangan sampai karena ingin dapat uang banyak, seseorang lantas bersikap menyebalkan dengan memaksa minta kepada orang lain. Benar begitu? :)

Menurut kalian sendiri, apakah salam tempel masih oke atau seharusnya benar-benar ditiadakan?

kompal-5b1d4c2ddd0fa852600136f3.jpg
kompal-5b1d4c2ddd0fa852600136f3.jpg
Simak tulisan saya lainnya di sini, ya! :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun