Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ada (Banyak) Cinta di Meja Makan

26 Mei 2018   13:06 Diperbarui: 26 Mei 2018   13:28 1712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai seorang tukang makan, saya kadang tidak menyadari betapa banyak effort yang dipersiapkan seorang ibu untuk menyiapkan makanan bagi keluarganya (anak dan suami). Tahunya saya itu pokoknya makaaan aja, gitu. Padahal, ada banyak sekali rangkaian dari "perjalanan" sepiring makanan hingga kemudian tersedia di meja makan.

Upaya seorang ibu untuk menyiapkan asupan makanan bahkan sudah dimulai sejak beliau mendapatkan uang belanja dari suami (baca : ayah). Uang yang sudah dijatah sekian rupiah setiap hari itu harus diperhitungkan dengan matang. "Oke, uang ini harus cukup untuk beli A, B bahkan hingga Z."

Jika ibumu seorang single fighter maka usaha yang dilakukan beliau lebih berat lagi. Beliau harus bekerja dulu untuk mendapatkan rupiah demi rupiah yang akan dipergunakan untuk kebutuhan keluarga.

Butuh jam terbang agar terampil memilih bahan makanan yang akan diolah. Foto milik pribadi.
Butuh jam terbang agar terampil memilih bahan makanan yang akan diolah. Foto milik pribadi.
Selanjutnya, seorang ibu harus menyiapkan waktu khusus untuk berbelanja di warung atau bahkan pasar. Iya jika warungnya dekat, bisa berjalan kaki. Namun, jika jauh, setidaknya perlu ongkos lagi. Belum lagi pekerjaan di rumah yang harus tertunda demi "berebut" bahan makanan segar di warung/pasar. Stt, menurut pengakuan ibu saya, di warung/pasar inilah pergelutan seorang ibu dimulai hahaha.

Ibu harus berpikir taktis memilih bahan makanan yang ada. Pertimbangannya cukup kompleks. Dimulai dari budget yang tersedia, tingkat kesulitan mengolahnya, mempertimbangkan selera mayoritas orang di rumah hingga nilai kandungan gizi yang ada di bahan makanan tersebut.

Sampai di rumah, semua bahan itu harus segera dipersiapkan. Ikan harus disiangi. Sayur harus dipoteki, bumbu-bumbu harus siap diulek. Proses masaknya sendiri jadi satu tantangan. Rasa mesti pas biar nggak dikomentari, "bu, pindang ikannya kurang nendang!" oleh anaknya (baca : saya hahaha*).

Pindang patin my love. Ibu jago banget masak ini. Foto milik pribadi.
Pindang patin my love. Ibu jago banget masak ini. Foto milik pribadi.
Selesai? Oh belum. Ada banyak peralatan memasak dan piring kotor yang harus juga dibereskan. Benarlah kata orang, menjadi ibu itu "pekerjaan" yang nggak akan pernah habisnya! Dan hebatnya, banyak wanita yang dengan ikhlas menerima "pekerjaan" ini. Apa namanya jika tidak ada cinta di sana? Karena sungguh menjadi seorang ibu itu gak mudah. Itu adalah "pekerjaan" berat yang bisa jadi tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh anak muda seperti saya ini.

Btw, saya jadi teringat video yang sangat menginspirasi berikut ini. Coba simak, ya!


Sahur Tanpa Ibu

Makanya, even yang terhidang di meja makan "hanya" sekadar telor ceplok, (kini) saya paham bahwa ada banyak sekali usaha yang dilakukan di sana. Terlebih lagi di saat Ramadan seperti sekarang. Tak cukup bekerja seharian penuh dari dari pagi hingga menjelang berbuka puasa, seorang ibu pun harus bangun dini hari, menyiapkan semua kebutuhan sahur bagi keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun