Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pos Indonesia yang Tak Pernah Berubah: Ke Mana Larinya Selisih Uang Kembalian?

26 September 2017   11:16 Diperbarui: 27 September 2017   16:32 11043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: wikimedia.org

Dari judulnya aja udah jelas ya isi tulisan ini tentang keluhan seputar uang kembalian. So, sebelum pegawai PT.Pos Indonesia (selanjutnya aku singkat jadi Pos saja) yang berada di seluruh penjuru nusantara protes, ada baiknya aku jelaskan dulu bahwa pegawai PT.Pos Indonesia yang kumaksudkan adalah pegawai Pos yang berada di Palembang, terkhususnya lagi yang berada di kantor pusat di Jl.Merdeka, Palembang.

Aku adalah pelanggan setia Pos, dulu... namun sejak beberapa waktu terakhir, Pos sudah mulai aku tinggalkan karena beberapa alasan. Di antaranya perihal jarak tempuh ke kantor pos, standar waktu antrean, perannya yang mulai digantikan (oleh fasilitas banking untuk pembayaran, atau kehadiran JNE, Tiki, Wahana, untuk pengiriman barang), hingga yang akan aku bahas rinci di tulisan ini: perihal kembalian uang.

Bagi yang berteman denganku di sosial media, mungkin ngeh, aku beberapa kali menyampaikan protes mengenai hal ini di sosmed. "Sosmed doang mah gak ngefek tahu!" yes, I know. Makanya, aku juga pernah kirim hmm semacam kritik dan saran ke situsnya PT.Pos Indonesia. Tapi, tidak ada perubahan berarti. Malah menurutku praktik tidak memberi uang kembalian yang sesuai ini makin parah.

Sudah kukatakan sebelumnya, bahwa aku telah meninggalkan Pos sejak lama. Namun, tentu saja ada hal-hal tertentu yang tidak dapat digantikan oleh perusahaan lain. Yakni dalam pengiriman kartu pos (karena aku postcrosser, pegiat kartu pos) dan pembelian materai.

Rabu, 20 September 2017, aku memutuskan untuk kembali ke kantor pos karena 2 kebutuhan tersebut : membeli materai dan mengirimkan kartu pos. Pas banget, ini juga tanggal terakhir pembayaran PLN dan telepon. Selama ini sih aku selalu melakukan pembayaran secara mandiri. Modal internet banking aja beres. Tapi karena Telkom lagi ngambek sehingga jaringan telepon putus, dan aku butuh bukti cetakan transaksi untuk arsip, jadilah aku putuskan untuk bayar di kantor pos. Ini kali pertama aku akan melakukan pembayaran di kantor pos.

Seperti yang diduga, antrean di kantor pos lumayan panjang di masing-masing konternya. Ada 9 no pelanggan PLN yang harus aku bayar, dan 3 no telkom+speedy, jadi total 12 transaksi. Aku memperhatikan cara kerja pegawainya yang cekatan. Hebat sama sistemnya Pos, karena pegawai cukup menginput semua no pelanggan, akan muncul jumlah totalnya, dan dengan sekali enter, semua transaksi dapat terbayarkan. Dalam hal ini aku acungi jempol karena sangat efektif.

Total pembayaran yang harus aku bayarkan adalah Rp.4.691.237. Aku memberikan uang Rp.4.700.000 kepada petugas, dan ternyata setelah selesai aku hanya menerima kembalian Rp.8.000 dari yang seharusnya Rp.8.763. Jadi, kembalian yang kurang sebesar Rp.763. Hmm, ternyata "praktik" seperti ini tetap saja terjadi dari terakhir kali aku melakukan pengiriman barang menggunakan Pos sekian bulan lalu.

Pengalaman Menjadi Teller

Aku sempat bekerja di bank dan menempati posisi sebagai teller selama hampir 2 tahun. Jadi Aku paham ketika berdiri di masing-masing posisi, baik saat menjadi petugas, atau juga menjadi nasabah. Di bank, transaksinya kadang juga menggunakan angka unik yang tidak genap/bulat. Pun, kadang uangnya terdapat selisih kembalian yang tidak dapat diberikan. Katakanlah kembalian Rp.73, Rp.49 dan sebagainya.

"Lumayan ya, selisih dikit gitu kalau dikumpulin, banyak juga," begitu sindir nasabahku dulu.

Mendengar itu, kami, para teller biasanya menggunakan momen itu untuk mengedukasi nasabah dengan menggiring nasabah untuk menggunakan fasilitas perbankan yang kami punya. Yakni ATM, SMS Banking, Mobile banking atau juga internet banking.

"Jika bapak transfernya dengan menggunakan fasilitas non tunai, uang yang terdebet sesuai dengan yang bapak kirimkan. Lagipula, bapak dapat menghemat waktu dan biaya untuk datang ke bank, dan kemudian antre."

Biasanya sih, setelah dikasih tahu begitu, nasabahnya akan diam. Di lain sisi, nasabah tidak tahu bahwa, kami, para teller ini lebih sering nombok ketimbang untung dari selisih kembalian tersebut. Untungnya, sistem perbankan tempat aku dulu bekerja dapat melakukan pembulatan ke bawah. Jadi, jika kemudian di sore hari dana kasku jumlahnya ganjil, misalnya, selisih Rp.78, maka dapat dihilangkan menjadi Rp.0 (dengan syarat di bawah nominal terendah nilai rupiah kita : Rp.100).

Solusi untuk Pegawai Pos

Lantas apa solusinya agar pegawai pos dapat memberikan uang kembalian yang sesuai kepada konsumen?

Pertama, siapkan uang kecil/receh. Ini hal termudah yang dapat dilakukan. Akupun dulu saat menjadi teller, rela menyiapkan uang kecil dari rumah untuk antisipasi kembalian kepada nasabah. Repot? Pasti. Namun itu bentuk kecil dedikasi kita terhadap pekerjaan. Sekarang pun, di tokoku, aku selalu senantiasa menyiapkan uang receh. Sehingga kembalian Rp.100 pun sebisa mungkin aku beirikan. Pun, jika stok kosong, aku akan menyampaikan langsung kepada konsumen mengenai hal itu dan menyampaikan permintaan maaf secara langsung.

Kedua, pasang EDC (Electronic Data Capture) alias mesin gesek di masing-masing konter pegawai PT.Pos Indonesia. Butuh waktu dan proses, tapi gak mustahil dilakukan. Lha, aku yang punya toko kecil di pinggiran kota aja punya 2 mesin EDC kok. Bukan untuk gaya-gayaan, tapi untuk lebih memudahkan konsumen yang datang.

Ketiga, siapkan saluran khusus untuk sumbangan. Sehingga uang kembalian yang tidak tersedia dapat langsung disalurkan untuk kegiatan amal. Persis seperti yang dilakukan oleh Indomaret atau Alfamart. Dimana, uang kembalian yang disumbangkan tercetak di struknya. Terlepas nanti uang sumbangan tersebut disalurkan kepada yang berhak atau tidak, itu urusan perusahaan. Namun setidaknya, sebagai konsumen, kita tahu uang kembalian yang harusnya kita terima tidak masuk ke kantung oknum pegawai PT.Pos.

Dari sisi konsumen kita juga dapat menyiasasi. Yakni dengan cara membawa uang dengan kopur/pecahan yang beragam, sehingga kita dapat memberikan uang pas kepada pegawai kantor pos. Bukannya bermaksud excuse, namun 3 poin di atas seharusnya lebih diutamakan karena sebagai konsumen/nasabah, kita mendatangi "gedung uang" yang seharusnya lebih siap dalam mengakomodir kebutuhan konsumen.

*   *   *

Aku tidak tahu ya masing-masing motif pegawai PT.Pos dengan tidak memberikan uang kembalian yang semestinya itu apa. Jika kendala penyediaan uang kembalian, mestinya kejadian ini nggak berlarut-larut dan praktiknya terjadi hingga sekian lama. Aku juga tidak tahu, apakah pimpinan langsung para pegawai yang bekerja di konter ini tahu atau tidak mengenai praktik semacam ini. Jika memang tidak tahu, semoga dengan adanya tulisan ini semua pegawai frontliners PT.Pos Indonesia dapat melakukan pembenahan.

"Kenapa mesti bikin tulisan gini sih? Kan bisa ngomong langsung ke pegawainya!"

-senyum dulu. I did it btw. Dulu banget. Tapi jika ngomong personal gitu, hanya satu pegawai yang tahu akan "protes" yang kusampaikan. Buktinya setelah sekian lama, tidak ada perubahan.

"Yaelah, masalah recehan diributin."

Well, bukan masalah besaran nominalnya ya. Aku cuma mau fasilitas pelayanan kepada masyarakat semakin hari semakin baik. Salah satu indikator sederhananya ya tentang pelayanan semacam ini. Apalagi, besar-kecil uang itu relatif. Sebagai pedagang yang melayani dan bersentuhan langsung dengan masyarakat kecil, aku melihat betul bagaimana orang-orang sedemikian respeknya terhadap rupiah, termasuklah menghargai uang recehnya.

Terakhir, untuk semua pegawai, tak hanya di PT. Pos Indonesia, percayalah, selisih uang kembalian yang dikumpulkan itu tidak akan menjadikan kalian kaya raya. Lantas, jika demikian, kenapa harusmengambil risiko tersebut dan menjadikan pekerjaan menjadi tidak berkah?

Ending : Usul tambahan untuk PT. Pos Indonesia kantor pusat Merdeka Palembang. Agar masing-masing konter diberikan tanda yang jelas mengenai transaksi apa aku yang dapat atau tidak dapat dilakukan. Karena apa? Karena begitu aku mau melakukan pembelian materai, aku ditolak karena pembelian materai hanya dapat dilakukan di konter sebelah.

"Bisa aku minta tolong mbaknya untuk beli materai di sebelah?"

"Maaf mas, nggak bisa, saya takut selisih."

Oh well, sedangkan untuk kembali antre dari awal, aku harus kembali menyediakan waktu lebih banyak. Jadilah, dengan berat hati aku memilih untuk pulang dan membatalkan pembelian materai tersebut.

UPDATE Tanggal 27 September 2017

Tidak menunggu waktu lama, tak sampai 24 jam pasca tulisan ini dipublikasikan dan tautannya kuberikan ke akun resmi twitter dan FB PT.Pos Indonesia, aku dihubungi admin/pegawai Kantor Pos Palembang melalui akun instagram @kantorpospalembang30000 yang isinya cukup singkat, yakni permohonan maaf atas kejadian tersebut, dan mereka berjanji untuk meningkatkan pelayanan sehingga menjadi lebih baik di kemudian hari.

Aku mengapresiasi langkah yang diambil oleh petugas tersebut -Bernama Shella, terlebih lagi ada permohonan untuk melakukan pertemuan langsung, yang aku tolak karena menurutku dengan mereka memperbaiki layanan yang ada sudah lebih dari cukup. 

Melalui update tulisan ini, aku juga menyampaikan permohonan maaf jika tulisan ini bikin repot semua jajaran pegawai PT.Pos Indonesia regional Palembang. Pasti sebel banget, ya? :) tapi gakpapa, yang penting goal yang aku harapkan dari tulisan ini ternyata tersalurkan dengan baik. (Terima kasih juga kepada admin Kompasiana yang telah menjadikan tulisan ini sebagai headline).

Berikutnya, jika ada masyarakat PT.Pos Indonesia khususnya yang berada di kota Palembang memiliki keluhan, saran dan masukan, dapat disampaikan langsung ke no telepon 0711311156/0711350626/08117833033 atau email 300cs@posindonesia.co.id. Atau juga dapat langsung menemui pejabat berwenang di kantor (cabang) dengan melapor dahulu ke security. (Rrr... aku gak nyebayangin kalo cara ini yang aku tempuh saat kejadian ^^)

Sekali lagi, semoga PT.Pos Indonesia di seluruh Indonesia dapat meningkatkan pelayanan. Beware, aku akan datang lagi ke kantor pos untuk melihat langsung apakah perbaikan kinerja pelayanan itu sudah dilakuka dengan maksimal atau tidak. Semoga Indonesia menjadi negeri yang lebih baik. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun