Mengemis Online, Profesi Baru atau Hanya Ganti Baju?
"Maraknya aksi mengemis online", demikian Kompasiana mengangkat topik pilihan menjadi tema yang menarik dalam pekan ini.
Dunia kedatangan era digital 5.0 hingga tak terbendung lagi, asal bisa mengoperasionalkan gawai dan sedikit mengerti aturan main dunia maya serta tersedianya jaringan internet, seseorang sudah bisa disebut sebagai warganet. Warga yang berinteraksi dan lalu lalang melalui situs-situs di internet.
Belakangan ini harga hp pun semakin terjangkau khalayak, hanya bermodalkan duit kurang dari sejutaan warganet sudah bisa berselancar di media sosial digital, yang jangkauannya global.
Hampir setiap momen atau curahan hati bahkan nyaris seluruh isi kepala warganet tumpah ruah menjadi sebuah konten. Enggak tahu lagi kualitas kontennya, positifkah atau hanya nyampah konten.
Fenomena mengemis Online sudah pernah terjadi di beberapa dekade silam, oleh situs Wikipedia dicatat bahwa profesi mengemis online yang dilakukan di dunia maya dengan meminta sejumlah nominal uang telah marak sejak akhir tahun 1990-an.
Penyedia situs gratis telah mewadai pengemis online sehingga lebih mudah melakukan aksi mengemisnya.
Tercatat di tahun 2002 situs mengemis online untuk pertama kalinya dibuat dengan nama SaveKaryn.com.
Berdalih untuk melunasi hutang kartu kredit situs ini beraksi secara terang-terangan meminta warganet untuk membantu keuangannya yang sedang bermasalah.
Kala itu situs SaveKaryn.com menjadi heboh ditambah media yang merespon secara berlebihan sehingga menjadikan situs ini sebagai inspirasi dan ruang kepada warganet lain untuk berlomba-lomba mengikuti jejaknya.
Pada prinsipnya sama, ngemis ya ngemis, mau itu ngemis dengan cara konvensional maupun mengemis online sama saja, hanya ganti "baju".
Yang membedakan perangkat dan radius teritorialnya, merubah dari lokal menjadi global, dari alumunium foil bekas bungkus produk makanan kemasan menjadi dompet digital untuk tempat menampung dana hasil "ngemis".
Terdapat dua penyebab warganet melakukan aksi mengemis online.
Pertama, oknum warganet membuat konten mengemis online karena terdesak secara ekonomi lantas mengemis online demi menyambung hidup di tengah resesi global saat ini?
Atau yang Kedua, isi kepala dan hati oknum warganet sedang tidak baik-baik saja, sehingga menjalankan aksi ngemisnya di media online tanpa timbul rasa malu lagi?
Penelitian dan kajian secara mendalam diperlukan untuk mengungkap alasan atau penyebab yang melatarbelakangi maraknya aksi mengemis online.
Tunda menjudge dengan stigma mengemis online, bisa jadi semangat oknum warganet melakukan aksinya mengemis online disebabkan begitu mudahnya masyarakat mendonasikan sebagian rejekinya untuk mereka oknum warganet.
Bahkan segampang seperti memberikan uang receh logam ketika sedang menunggu lampu traffic light menyala hijau di suatu persimpangan jalan.
Bagaimana kalau pihak kita yang "pelit berdonasi" apakah mereka oknum warganet masih akan hadir di tengah-tengah masyarakat untuk melakukan aksi ngemis onlinenya?
Ada sebuah solusi yang dianalogikan dengan memberikan pancing dan kail. Dengan diberikan alat atau dibantu untuk mendapatkan pekerjaan normal sebagai profesi baru.
Ada rasa tidak percaya meski telah diberikan pancing dan kail dengan cara bekerja ikut orang atau diberikan modal untuk berwiraswasta pun akan sia-sia kalau sudah karakternya mengemis.
Pancing dan kailnya pun akan dibuang atau dijual dan kembali melakukan aksi mengemis.
Yang perlu mendapatkan perhatian justru mereka yang "mengemis online" hanya karena terdesak tidak ada jalan lain untuk menyambung hidup dan secara bersamaan terus berusaha untuk keluar dari aksi mengemisnya.
Memilah dan memilih tayangan yang berguna dan berbobot ditengah gempuran konten "sampah" media sosial hukumnya wajib, agar terhindar dari jebakan kubangan konten sampah tak terkecuali konten mengemis online dari oknum warganet.
*****
Mengemis online, hadapi dengan pelit online. Konten-konten sampah tidak perlu lagi di buka, di like, view, subscribe, vote, comment, share apalagi didonasi.
"yo gak ngono rek...," seloroh teman kompasianers asal kota tape, cak fir. "hahahaha..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H