Nasi goreng kecap, acar, cabe, tanpa suiran ayam dan di topping krupuk kecil-kecil, Bukan nasi yang kusendok dan suapkan ke dalam mulut, Tetapi "upo-upo" yang kusendok setara dengan separuh sendok, Sedikit demi sedikit "tak imat imit" dan pelan-pelan kumasukkan ke dalam mulut, Sebab kenikmatan yang ingin kurasakan, Benar-benar kebahagiaan yang hakiki, Kebahagiaan yang terus kuingat hingga setua ini, Hingga butir akhir nasi goreng menu makan malam yang dibayari, gratis, masuk ke dalam mulut, Tak nampak sisa nasi, sayurnya, acarnya bahkan tangkai cabenyapun tak nampak, Apalagi topping krupuknya, Benar-benar bersih, Hanya tinggal piring bergambar ayam jago yang tadi penuh dengan nasi goreng versi Jawa,
Nasi goreng kecap, nasi goreng versi jawa tengah, dimakan dengan duduk di "dingklik" sebuah rombong nasgor yang mangkal di depan terminal bus antar kota, di sebuah kota pesisir pantura jawa tengah, ketika itu masih di era orde baru, antara lapan-lapan(1988) hingga pertengahan sembilansatu(1991),
*****
Lelaki kere penyuka nasi goreng, kala itu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H