Lontong Tuyuhan Rembang: Nemu Kuliner di Jalur Alternatif Jawa Timur-Jawa Tengah
Pagi menjelang siang kala itu merupakan hari keempat tour de java yang kami lakoni bersama keluarga besar, dua mobil selalu beriringan menempuh rute terpanjang di catatan perjalanan kami yang dimulai dari Surabaya-Jogja-Purworejo-Cilacap-Purwokerto-Wonosobo-Magelang-Jogja-Boyolali-Semarang-Rembang dan finish di Surabaya.
Menjelang etape terakhir kami sempatkan menginap semalam di sebuah hotel di Rembang yang letaknya di jalan protokol Surabaya-Semarang sebab malam sudah terlalu larut dan tubuh terasa capek untuk melanjutkan perjalanan.
Keesokan harinya setelah bebenah, sarapan dan mampir membeli buah tangan di pasar kota, kami melanjutkan perjalanan dengan perkiraan waktu tempuh sekitar lima sampai enam jam menuju ke arah Jawa Timur tepatnya Surabaya.
Jalur yang akan kami tempuh tidak melewati jalan utama Semarang-Surabaya yang biasanya melewati kota Tuban, Lamongan, Gresik dan terakhir Surabaya. Kali ini mencoba suasana yang berbeda menembus jalur tengah membelah jalur Pegunungan Kapur Kendeng dengan pemandangan hutan jati di sepanjang perjalanan antara wilayah kabupaten Rembang hingga kabupaten Tuban/Lamongan. Sepintas melihat google map ternyata jarak tempuhnya lebih pendek.
Di pertigaan yang dikenal dengan nama “Clangapan” rombongan berhenti sejenak karena traffic light menyala warna merah untuk kemudian nyebrang ke kanan memasuki jalur alternatif yang menghubungkan kota Rembang menuju Jawa Timur melewati Japerejo, Pamotan, Sedan, Jatirogo, dan seterusnya.
Sekilas terlintas dan teringat ada seorang teman yang berdomisili di Rembang yang pernah merekomendasikan tempat makan di daerah yang nantinya akan kami lewati, kalau tidak salah kuliner lontong opor/ayam.
Benar saja setelah menghubungi teman yang pernah merekomendasikan dan meminta tolong agar berkenan mengantar ke tempat makan khas lontong opor yang akan dilewati yaitu bernama lontong tuyuhan. Hanya saja untuk kali ini rombongan tidak sampai benar-benar di desa Tuyuhan yang notabene merupakan asal muasal kuliner Lontong Tuyuhan Rembang, karena lokasinya masih harus belok ke kiri ke arah kecamatan Lasem dan masih sekitar limabelas menit perjalanan, sehingga kami putuskan untuk berhenti di warung makan lontong tuyuhan yang berada di sebelah kiri Jalan Raya Clangapan-Pamotan.
Siang itu masih belum banyak pengunjung Warung Makan Lontong Tuyuhan Condong Raos milik pak Sabit yang terletak di Jl Clangapan–Pamotan Rembang karena memang belum masuk waktu makan siang.
Menu lontong tuyuhan di warung makan Condong Raos milik pak Sabit tidak ada yang berbeda dengan warung makan lontong tuyuhan lainnya, memiliki rasa pedas dengan kuah cabai merah, potongan ayam kampung dan tempe khas bungkus godong jati.
Makanan yang hampir menyerupai opor ayam ini memiliki rasa pedas yang khas dari kuah cabai merah. Lontongnya pun tak seperti kebanyakan lontong yang berbentuk bulat lonjong, penyajian lontong tuyuhan berbentuk segitiga menyerupai ketupat yang dikait dengan tiga tusuk lidi.
Bentuk lontong segitiga ini bukan tanpa makna, lontong tuyuhan yang berbahan beras dibungkus dengan daun pisang berbentuk segitiga bermakna tiga tujuan cinta, yakni cinta kepada Tuhan, kepada alam dan cinta kepada sesama makhluk hidup.
Makanan khas lontong tuyuhan ini awalnya berasal dari desa Tuyuhan kecamatan Pancur kabupaten Rembang Jawa Tengah. Konon ceritanya menu lontong tuyuhan ini sebagai hidangan para santrinya mbah Djumali, seorang tokoh ulama yang hidup di abad 17. Melihat sejarahnya sajian lontong tuyuhan ini dijual keliling dengan cara dipikul dari kampung ke kampung, sekaligus sebagai sarana penyamaran santri pada saat terjadinya perang Lasem tahun 1734 atas pendudukan Belanda.
Sedangkan sentra pedagang lontong tuyuhan terletak di tepi jalan desa yang menghubungkan Lasem–Perempatan Jape, kalau dari arah Clangapan pas perempatan Jape belok ke kiri.
Deretan pedagang lontong tuyuhan bersandingkan hamparan sawah dengan angin yang sepoi-sepoi, selain berwisata kuliner dengan menikmati lontong tuyuhan para penikmat kuliner sekaligus dapat menikmati lebatnya tanaman padi dengan latar pegunungan dan perkampungan warga sekitar desa Tuyuhan, suasana pedesaan nan asri tanpa tercemari polusi hingar bingar perkotaan.
Kekhasan lontong tuyuhan sebagai pembeda dengan lontong ayam di daerah lain, pedasnya cabai merah Rembang dengan ayam kampung ditambah tempe godong jati, sebuah kombinasi yang tidak ditemui di warung lontong ayam di tempat atau kota lain.
Disela-sela menikmati lontong tuyuhan, kami sempatkan untuk ngobrol dengan ibu-ibu yang melayani di warung makan lontong tuyuhan Condong Raos pak Sabit. Termasuk menanyakan tentang resepnya, berharap suatu saat istri akan mencoba membuat menu lontong tuyuhan.
Berikut resep dan cara memasaknya, siapkan 8(delapan) lontong, 1(satu) ekor ayam kampung yang dipotong-potong, segendel tempe godong jati, siapkan juga daun salam dan serai serta daun jeruk, garam dan gula pasir secukupnya, serta jangan lupa santan dari kelapa.
Bumbu yang akan dihaluskan terdiri dari, 6(enam) butir kemiri disangrai, 3(tiga) butir kunyit ukuran sedang kemudian dibakar, 10(sepuluh) butir bawang merah, 4(empat) butir bawang putih, 1(satu) sendok teh ketumbar bubuk, ¼(seperempat) sendok teh jintan, ¼(seperempat) sendok teh merica bubuk, 8(delapan) buah cabai rawit merah, 3(tiga) buah cabai merah keriting, 2(dua) buah lengkuas, 2(dua) buah jahe.
Caranya,
- Lumuri ayam satu sendok teh air asam jawa, diamkan selama 15(limabelas) menit,
- Tumis bumbu hingga halus, masukkan daun salam, daun jeruk dan serai, diaduk hingga berbau harum,
- Masukkan daging ayam yang telah dipotong, diaduk hingga berubah warna,
- Tuangkan santan, garam dan gula merah,
- Masak dengan api kecil agar santan tidak pecah, masukkan tempe godong jati dan aduk terus secara perlahan hinga ayam matang dan empuk,
- Lontong tuyuhan siap dinikmati
Setelah menikmati lontong tuyuhan di pinggir jalan clangapan-pamotan, warung makannya pak Sabit "Condong Raos", perjalanan kembali dilanjutkan menembus rimbunnya hutan jati di sepanjang pegunungan Kendeng. Lewat kaca spion tengah terlihat para penumpang sudah terlelap entah karena kecapekan atau kekenyangan lontong tuyuhan kuliner khas Rembang.
*****
Tuyuhan Rembang, Pebruari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H