Karenanya mereka merasa cocok dan sepakat untuk melanjutkan hubungan. “Inilah kapal terakhir yang singgah di pelabuhan hatiku,” pekik Vanya sembari melepas gaun yang dikenakan malam itu setelah pulang dari berkencan dengan Syah.
Di kamar kostnya di bilangan jalan Pandanaran Semarang. Nampak jelas kebahagiaan yang terpancar di raut wajahnya yang putih bersih seperti kulit bayi.
Serasa baru kemarin saja Vanya melepas Syah di terminal bus Terboyo Semarang untuk meneruskan perjalanan ke kota Pahlawan Surabaya.
Sampai–sampai Vanya ingat betul bus Jawa Indah yang membawa kekasihnya pergi untuk meniti karir itu.
Vanya hanya bisa menangis sedih di kamar kostnya sepeninggal Syah, kekasih yang sangat dia cintai itu.
Vanya takut kehilangan, dia takut cita cintanya akan kembali jatuh terjerembab ke jurang yang semakin dalam.
“Vany…….Vany……sarapan disit mbog, ben maag-e belih kumat,” teriak sang Ibunda sekaligus membuyarkan lamunannya tentang peristiwa sepuluh tahun silam itu.
Di rumah orang tuanya di bilangan perumahan di selatan kota Purwokerto, Vanya menghabiskan liburan lebarannya bersama dengan orang tua semata wayangnya, sang Ibunda tercinta karena Bapak yang dia cintai telah berpulang ke Rahmatullah beberapa tahun silam.
Sedangkan adiknya telah kembali ke Jakarta bersama dengan adik ipar dan keponakan–keponakan Vanya.
Dia baca isi sms dari Syah, pria yang pernah begitu dia cintai :
“Aing…(demikian panggilan sayang Syah kepada Vanya) mas skrng sdg di Semg tugas ktr bbrp hr, g tau mo nginep dimana,mas kangen & pengin ktemu,msh kost di tempat yg dl?tks”.
Ternyata sms ini merupakan upaya terakhir Syah untuk dapat menghubungi Vanya setelah beberapa panggilan tak terjawab yang terekam di ponsel Samsung i700 milik Vanya.