"Apa urusannya?"
"Kita kan anggota dewan! Bisa masuk penjara nanti. Ngana kirim dulu 200 juta. Sisanya kita terbang ke Jakarta buat ambil. Jadi cepat sudah! Besok kita so ada di Jakarta!"
"Ok..ok , segera. Tapi kalo kamu mau terbang besok ke Jakarta, ambil pesawat pagi! Nanti sampai sini udah malam. Saya sudah ada urusan lain, belum lagi macet!"
"Sudah saya tau! Mau proyek tidak? Cepat transfer sekarang!"
***
Sejenak Omdo dibuat terpana dengan cerita transaksi seorang pengusaha Jakarta dengan anggota dewan di daerah ini. Terpikirlah Omdo soal zona waktu Indonesia  yang ramai-ramai didukung pejabat negara belakangan ini.
Tanpa ingin itung-itungan ulang atau mencari alasan ala Quirico Filopanti sang penggagas zona waktu dan analisa macam-macam dari  berbagai pihak dengan mengambil contoh segala macam negara lain yang katanya berhasil karena penyatuan zona waktu itu, Omdo ingin melihatnya dalam sisi yang sedikit berbeda.
Tapi sebelumnya, Omdo perlu kasih tau dulu sebagai sebuah catatan saja buat kita. Negara kita ini kalau dilihat dari sisi geografi adalah negara kepulauan atau archipelago state, bukan continental state. Dimana archipelago state, sampaisaat ini masih memiliki banyak masalah kesenjangan dan untuk pemerataan pembangunan. Penyelesaiannya  bukan pada zona waktu tetapi pada niatan dan perilaku para pejabat di negeri ini. Terutama di pusat alias Jakarta.
Percepatan pembangunan dan segala itungan efesiensi gak akan berpengaruh apabila orientasi pejabat bangsa ini tidak mengarah pada archipelago state. Memaksakan penyatuan zona waktu, saya lebih menilai bahwa pemikiran continental state masih ingin dipertahankan terus dan akan menjadi penghambat di dalam membangun kepulauan-kepulauan tertinggal di Indonesia. Â Memang siapa yang mau menjamin, kalo penyatuan zona waktu di Indonesia dapat memperlancar distribusi dan transaksi di wilayah tertinggal di Indonesia? Ini negara kepulauan, Bung!
Jadi bagi Omdo, gak ada hubungannya. Kalau hubunganya untuk transaksi dan jadwal meeting "haram" jelas memang ada hubungannya. Zaman sudah berteknologi tinggi, soal distribusi dan transaksi tergantung fasilitas dan infrastruktur  lainnya, semua dapat berjalan dengan baik kalo mau diusahakan.
Kalo saja mau menyatukan Zona waktu, jangan terlalu lebai dengan membawa itung-itungan yang gak sebanding dengan hasil pemerataan pembangunan di bagian timur yang sudah puluhan  tahun sejak Indonesia merdekapun tidak menunjukan hasil yang memuaskan, malah menimbulkan konflik yang tak berkesudahan. Ujung-ujungnya yang diperkaya juga ujung barat Indonesia (pusat), lalu ujung timur Indonesia akan dijadikan sapi perah. Bukan saja manusia, Bung, yang sudah terpola, seperti percakapan tadi. Babi, kambing bahkan sapi pun sudah terpola dengan iklim dan keadaan alam dimana matahari terlihat lebih dulu.