Beberapa jam sebelum Roxette manggung. Sore itu, saya masih ingat sekali, Fredriksson sedang main ping pong bersama salah seorang kru. Saya tak melihat Gessle di sekitar meja ping pong. Dengan ramah, Manajer Roxette menyapa kami dan mempersilahkan untuk duduk di sebuah sofa.
"Hi, I'm Marie," tiba-tiba Fredriksson menjulurkan tangan pada kami. Sementara tangan kirinya memegang handuk kecil, membasuh keringat.
Sungguh, saya kagum melihat keramahan Marie. Perkenalan dirinya seakan menjadi ice breaking bagi saya, untuk memulai wawancara. Andai saja ia tak mengenalkan diri dan bersikap rendah hati, mungkin saya jadi grogi. Segala list pertanyaan yang sudah disusun, bisa saja lenyap. Harap maklum, Roxette adalah wawancara eksklusif saya dengan band luar negeri pertama.Â
Beberapa menit setelah Fredriksson duduk, baru muncul Gessle. Meski berusaha memperlihatkan senyum, gitaris ini masih terlihat formal. Berbeda dengan Fredriksson yang sejak awal maupun selama wawancara begitu ekspresif. Sejumlah pertanyaan yang saya ucapkan pun mengalir. Dan waktu yang diberikan kami pun tak terasa habis.Â
Sampai tulisan ini diposting, saya terus masih mencari foto-foto saya bersama Roxette. Tentu saja, dengan diiringi lagu-lagu the Best Roxette, saya juga mencari edisi majalah Hai, berisi hasil wawancara saya. Â
***
Pada Senin, 9 Desember 2019 lalu, kabar duka tersiar. Fredriksson meninggal akibat penyakit kanker otak yang telah lama dideritanya. Dunia musik pop berduka atas kepergian vokalis kelahiran Swedia, 30 Mei 1958 ini.
Bagi saya, kenangan 24 tahun lalu bersama Fredriksson di Perth, Australia, tak akan pernah saya lupakan. Wawancara eksklusif dengan dirinya, menjadi bagian dari pengalaman karir jurnalistik saya. Selamat jalan Fredriksson. Â Â
Salam Dressed for Success!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H