Mohon tunggu...
Ombrill
Ombrill Mohon Tunggu... Jurnalis - Videografer - Content Creator - Book Writer

Book Writer - Video Blogger - Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Marie Fredriksson dan Kenangan Pengalaman Jurnalistik Saya 24 Tahun Lalu

11 Desember 2019   18:03 Diperbarui: 12 Desember 2019   10:47 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: IG Dimitrybratsk

Perth, Australia, sore itu cukup sejuk. Di sebuah hotel mewah, saya dan photographer senior, tiba kurang lebih 30 menit sebelum jadwal pertemuan yang sudah ditetapkan. Sore itu, Alhamdulillah, majalah remaja Hai mendapat jadwal wawancara resmi dengan duo penyanyi pop asal Swedia: Roxette.

***

Pada 90-an, majalah Hai memang kerap mendapat hak wawancara eksklusif para musisi luar negeri. Tak terhitung lagi berapa jumlah penyanyi atau musisi yang sudah diwawancarai oleh para jurnalis Hai.

Promotor konser Indonesia memang telah mengidentikan Hai sebagai majalah musik. Ibaratnya, musisi mau konser di Indonesia, wajib singgah ke kantor Hai.

Bukan cuma mengejar musisi atau artis di sebuah Negara, sebelum konser di Jakarta, Hai juga kadang menjadi persinggaran eksklusif para musisi luar negeri. Mereka hadir ke kantor redaksi majalah Hai dan memberikan tandatangan di Hai of Fame.

Bahkan grup sebesar Scorpions atau Saigon Kick sempat berakustikan ria di markas Hai, yang pada saat itu masih di Palmerah, Jakarta Selatan.   

Pada 1995, tepatnya pada 6 Februari 1995, Roxette dijadwalkan konser di Jakarta Convention Center (JCC). Konser mereka merupakan bagian dari tur "Roxette Crash! Boom! Bang! World Tour 1994/1995". Dan saya bersama Agus Sutedja (photographer), ditugasi oleh Bos, untuk mewawancarai Roxette di Perth, Australia, sebelum manggung di Jakarta.

Kala itu, Fredriksson dan Gessle merupakan dynamic duo yang sedang popular. Betapa tidak, tembangnya It Must Have Been Love yang merupakan hits terbesar dari soundtrack film Pretty Woman, sangat sukses. Lagu yang sudah ditonton lebih dari 438 juta viewers di akun official Roxette sejak diposting 4 Maret 2009.

Sebetulnya, sebelum menjadi Roxette, Fredriksson dan Gessle sudah terkenal di Swedia pada 1970-an. Gesle dengan bandnya Gyllene Tider merupakan salah satu band popular. Sedangkan Fredriksson adalah penyanyi solo yang juga sudah sukses dan sangat diperhitungkan di Negara asalnya. Pada 1986, berdua gabung dan membentuk nama Roxette di bawah lebel EMI.

Selain It Must Have Been Love, tembang-tembang Roxette yang hits adalah Listen to Your Heart, Look, Sleeping in My Car, Feeding Like a Flower, Dressed for Succes, dan tentu saja Spending My Time. Sepanjang karir, Roxette telah menghasilkan 20 album dan terjual lebih dari 75 juta kopi.

***

Beberapa jam sebelum Roxette manggung. Sore itu, saya masih ingat sekali, Fredriksson sedang main ping pong bersama salah seorang kru. Saya tak melihat Gessle di sekitar meja ping pong. Dengan ramah, Manajer Roxette menyapa kami dan mempersilahkan untuk duduk di sebuah sofa.

"Hi, I'm Marie," tiba-tiba Fredriksson menjulurkan tangan pada kami. Sementara tangan kirinya memegang handuk kecil, membasuh keringat.

Sungguh, saya kagum melihat keramahan Marie. Perkenalan dirinya seakan menjadi ice breaking bagi saya, untuk memulai wawancara. Andai saja ia tak mengenalkan diri dan bersikap rendah hati, mungkin saya jadi grogi. Segala list pertanyaan yang sudah disusun, bisa saja lenyap. Harap maklum, Roxette adalah wawancara eksklusif saya dengan band luar negeri pertama. 

Beberapa menit setelah Fredriksson duduk, baru muncul Gessle. Meski berusaha memperlihatkan senyum, gitaris ini masih terlihat formal. Berbeda dengan Fredriksson yang sejak awal maupun selama wawancara begitu ekspresif. Sejumlah pertanyaan yang saya ucapkan pun mengalir. Dan waktu yang diberikan kami pun tak terasa habis. 

Sampai tulisan ini diposting, saya terus masih mencari foto-foto saya bersama Roxette. Tentu saja, dengan diiringi lagu-lagu the Best Roxette, saya juga mencari edisi majalah Hai, berisi hasil wawancara saya.  

***

Pada Senin, 9 Desember 2019 lalu, kabar duka tersiar. Fredriksson meninggal akibat penyakit kanker otak yang telah lama dideritanya. Dunia musik pop berduka atas kepergian vokalis kelahiran Swedia, 30 Mei 1958 ini.

Bagi saya, kenangan 24 tahun lalu bersama Fredriksson di Perth, Australia, tak akan pernah saya lupakan. Wawancara eksklusif dengan dirinya, menjadi bagian dari pengalaman karir jurnalistik saya. Selamat jalan Fredriksson.   

Salam Dressed for Success!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun