***
Bertahun-tahun menjadi PD sepakbola di tanah air, sampai kini Uus belum melihat keseriusan pemerintah -- baik pemerintah pusat maupun daerah-- untuk mengelola stadion sepakbola dengan sesuai standar broadcast.
"Itulah 'hebat'-nya Indonesia. Pembangunan sejumlah stadion yang megah, tatapi tidak memikirkan sisi broadcast," kritik Uus.
Banyak pejabat yang kerap mengatakan, ingin menjadikan sepakbola sebagai industri. Namun faktanya, saat pembangunan stadion, posisi untuk kamera di stadion tersebut, tidak dipikirkan, apalagi jalur perkabelan, baik kabel untuk video, audio, maupun kabel-kabel untuk konsumsi siaran pertandingan sepakbola live.
"Sekelas GBK yang menghabiskan dana hampir Rp 1 triliun, juga tidak memikirkan aspek broadcast".
Ketika survei ke GBK, paska renovasi, Uus sempat geleng-geleng kepala. GBK tidak memiliki control room untuk broadcast tv. Tidak ada pengamanan untuk titik-titik dimana posisi kamera ditempatkan. Padahal, pengalaman selama ini, penata kamera dan juga unit kemera sangat rawan terkena imbas dari kerusuhan di stadion.
"Anda tahu? Udah lumayan sering kru tertimpuk lemparan-lemparan dari supporter. Kamera pun sering kena timpuk. Pernah body kamera kena timpuk. Parah. Akhirnya kemeranya langsung 'pensiun'."
Menurut Uus, sangat disayangkan jika di tingkat pusat, aspek broadcast tidak dipikirkan sama sekali. Jika pusat tidak memikirkan, apalagi tingkat daerah. Â Padahal, di negara tetangga, semua sudah dipikirkan, apalagi stadion-stadion yang dipakai dalam penyelenggaraan Piala Dunia. Sebagai PD, Uus berharap, Indonesia di kemudian hari punya stadion sepakbola yang ramah pada kepentingan penyiaran. Dengan begitu, tak ada lagi body kamera rusak atau kepala penata kamera benjol, gara-gara ditimpuk suporter.
Salam Sepakbola!
  Â