Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berkualitas semakin mendesak saat ini. Pasalnya, kualitas udara di Indonesia, khususnya kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, semakin mengkhawatirkan.
Ibu kota DKI Jakarta kerap menyandang status sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Tak hanya itu, Jakarta malah sering mengalahkan Ibukota negara lainnya, seperti Beijing, New York, atau Tokyo.
Per Minggu, 6 September 2020, DKI Jakarta menempati posisi sebagai kota dengan kualitas udara terburuk ketiga sedunia. Posisi ini di atas Shanghai, Paris, Seoul, dan Tokyo.
Berdasarkan pemantauan Air Quality Index, kualitas udara di DKI Jakarta mencapai angka 151, atau bisa dikategorikan sebagai "tidak sehat" dengan polutan 56,4 g/m. Sedangkan standar aman WHO dalam batas wajar polutan adalah 25 g/m.
Penyebab utama buruknya kualitas udara tersebut adalah polusi dari kendaraan bermotor. Menurut riset Dinas Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta (2018), polusi di Jakarta disumbangkan oleh transportasi darat (75 persen), pembangkit listrik dan pemanas (9 persen), pembakaran industri (8 persen), dan pembakaran domestik (8 persen).
Tingginya kontribusi dari transportasi darat pada polusi udara itu tak lain karena besarnya jumlah kendaraan di Jakarta. Setidaknya lebih dari 13 juta unit sepeda motor dan 6 juta unit roda empat dimiliki warga Jakarta.
Belum lagi, kendaraan milik warga kota penyangga sekitar seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, yang jumlahnya diperkirakan 1 juta unit yang komuter (bolak-balik) tiap harinya. Hal ini yang diakui atau tidak yang membuat kualitas udara di Jabodetabek selalu mengkhawatirkan.
Meski demikian, banyaknya jumlah kendaraan bermotor itu sebenarnya tidak menjadi masalah jika bahan bakar yang digunakannya berkualitas baik. Faktor kunci polusi udara terletak pada BBM yang digunakan kendaraan bermotor tersebut.
Inilah yang menjadi jawaban, mengapa negara lain yang notabene jumlah kendaraannya lebih banyak, semisal Paris atau Tokyo, namun kualitas udara mereka justru lebih baik dari kita. Tak lain karena mereka telah menggunakan BBM yang berkualitas baik.
Dengan begitu, gas keluaran (emisi) dari kendaraan di sana bisa diminimalisir. BBM berkualitas baik memiliki dampak yang signifikan untuk menurunkan tingkat polusi udara.
Inilah mengapa kita (termasuk pemerintah) perlu segera beranjak untuk menggunakan BBM yang lebih berkualitas. Terma "BBM lebih berkualitas" ini merujuk pada penggunaan bahan bakar dengan tingkat oktan di atas 90 sesuai standart EURO 4.
Diantara jenis BBM yang beredar di Indonesia, hal itu merujuk pada Pertalite (90), Pertamax (92) dan Pertamax Turbo (98). Dengan penggunaan BBM yang lebih berkualitas seperti itu, kita bisa berharap polusi udara di Indonesia bisa ditekan.
Di sisi lain, penggunaan BBM yang lebih berkualitas juga berdampak positif pada kendaraan bermotor itu sendiri. Keuntungan menggunakan BBM yang berkualitas, yakni kendaraan akan mendapatkan performa mesin yang lebih bagus.
Kemudian, "maintenance cost" kendaraan juga akan lebih rendah sesuai dengan lifetime yang sudah diprediksi. Inilah yang dalam bahasa awam disebut "awet".
Melihat paparan tersebut, kini sudah saatnya kita beralih ke BBM yang berkualitas. Jangan hanya terpatok pada BBM yang murah saja, tapi membuat lingkungan rusak dan kendaraan bermotor cepat aus.
Polusi yang kita sumbangkan hari ini bisa berdampak buruk pada anak cucu kita di kemudian hari. Yuk, mari berubah dengan menggunakan BBM yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H