Terhitung seminggu belakangan, Pertamina kerap mendapatkan pemberitaan negatif perihal kerugian yang dialaminya pada semester I 2020. Publik pun banyak yang mencibir itu.
Mereka tak terima BUMN migas ini merugi cukup besar hingga 11 Triliun dalam enam bulan terakhir. Diselingi "gimmick" yang terkesan politis, warganet menggoreng kondisi merugi itu di linimasa media sosial.
Persoalan rugi yang dialami Pertamina itu sebenarnya sangat rasional bisa dipahami. Adanya pandemi covid-19 yang membatasi mobilisasi masyarakat praktis mengoreksi permintaan masyarakat.
Belum lagi, harga minyak dunia yang turun dan anjloknya kurs rupiah sehingga menyebabkan adanya selisih nilai tukar rupiah. Beberapa faktor itu saling kelit kelindan hingga membuat Pertamina merugi.
Tapi terlepas dari persoalan yang membuat perusahaan itu rugi, kita harusnya juga "fair" dalam melihat kinerja Pertamina.
Oke, mungkin dalam semester pertama lalu Pertamina merugi, tetapi kita juga harus meninjau kinerjanya sekarang. Karena faktanya, kinerja perusahaan migas negara itu mulai membaik dan menunjukkan tren yang positif.
Pada Juli 2020, Pertamina mencatat volume penjualan seluruh produk sebesar 6,9 juta Kilo Liter (KL) atau meningkat 5 persen dibandingkan Juni 2020 yang 6,6 juta KL.
Sementara, dari sisi nilai penjualan, pada Juli berada di kisaran US$ 3,2 miliar atau terjadi kenaikan sebesar 9 persen dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 2,9 miliar.
Peningkatan penjualan tersebut bisa dimungkinkan seiring dengan diberlakukannya masa new normal sehingga aktivitas masyarakat berangsur pulih. Hal ini turut mengerek tren penjualan BBM dan Gas Pertamina.
Dengan begitu, memasuki semester II 2020 ini, Pertamina "start" dengan posisi yang cukup baik. Secara umum, kinerja perusahaan lebih baik dari bulan-bulan sebelumnya.