Bali selama ini menjadi destinasi wisata utama di Indonesia. Tiap tahun ada jutaan wisatawan yang berkunjung ke Pulau Dewata ini.
Hal ini tentu saja baik bagi perekonomian, tapi juga tak menutup mata berdampak negatif bagi lingkungan. Upaya menanggulangi itu menjadi PR besar bagi pemerintah dan segenap pemangku kepentingan di Pulau Dewata.
Menurut data Dinas Pariwisata Provinsi Bali, selama tahun 2019 lalu, setidaknya ada 6,3 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke Bali. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 6,07 juta.
Sedangkan, jumlah wisatawan domestik diperkirakan mencapai 10 juta orang. Angka ini juga meningkat dibanding tahun sebelumnya, sebab menurut perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah wisatawan domestik yang plesiran ke Bali mencapai 9,7 juta orang pada 2018.
Meningkatnya jumlah wisatawan ini, diakui atau tidak, telah mendorong perputaran uang yang sangat masif bagi masyarakat Bali. Sektor pariwisata juga turut mendongkrak pendapatan negara.
Namun, hal ini juga bisa menjadi pisau bermata dua bagi lingkungan di Bali. Pariwisata disinyalir memiliki peranan yang besar bagi rusaknya lingkungan di Pulau Dewata.
Berdasarkan data Balai Wilayah Sungai Bali-Penida Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum, suhu udara di Bali pada bulan November 2008 mencapai 32-33 derajat celcius. Padahal sebelumnya, suhu udara tercatat rata-rata berkisar 28-30 derajat celcius.
Sementara tinggi permukaan air laut juga mengalami kenaikan permukaan air laut hingga 50 sentimeter dan hampir di semua pantai di Bali.
Yang paling kentara adalah meningkatnya polusi udara di Bali. Kini kota-kota di Bali jangan dibayangkan sebagai sebuah pedesaan yang asri dengan udara yang segar sebagaimana dulu. Realitanya justru sebaliknya.
Sebagai gambaran, Kota Denpasar (peringkat 7), Ubud (peringkat 9), dan Jimbaran (peringkat 10) masuk ke dalam 10 besar kota paling berpolusi di Indonesia berdasarkan IQAir pada Sabtu, 11 Juli 2020 pukul 15.00 WIB.
Penyumbang terbesar dari polusi udara ini tentu saja adalah emisi gas buang kendaraan bermotor. Meningkatnya wisatawan telah mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang lebih banyak di Bali.
Hal ini diakui oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Teja dalam diskusi publik secara daring dengan aplikasi zoom yang bertajuk "Tantangan Mewujudkan Bali sebagai Green Island dengan Bahan Bakar Ramah Lingkungan" yang digelar YLKI Bali, Minggu (12/7/2020) siang.
Menurutnya, sektor transportasi menjadi salah satu kunci adanya emisi gas rumah kaca karena jumlah kendaraan berbanding lurus dengan penggunaan bahan bakar untuk kendaraan di Bali.
Tahun 2018 lalu, jumlah kendaraan bermotor di Bali mencapai 3.907.094 unit dan meningkat sebesar 181.702 unit dari tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Bali kini tengah menyusun rencana aksi guna mencegah kerusakan agar tidak semakin parah. Selain itu, aksi ini juga diharapkan mampu menghadapi percepatan perubahan iklim secara menyeluruh.
Langit Biru Bali
Salah satu program yang didorong guna mendukung dan menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih adalah "Langit Biru Bali".
Program ini diinisiasi oleh Pertamina dan Pemerintah Daerah Denpasar untuk penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan.
"Program Langit Biru" memiliki beberapa poin, antara lain mengajak warga menggunakan BBM Ramah Lingkungan (Pertaseries) dengan memberikan diskon untuk Pertalite, yakni Rp 6.450 per liter.
Harga khusus tersebut diberikan kepada para pengguna kendaraan bermotor roda dua, roda tiga, angkot plat kuning dan taksi plat kuning. Program ini berlaku di 50 SPBU mulai 5 Juli 2020 sampai dengan 31 Agustus 2020.
Yang menarik, konsumen diajak untuk melakukan pembayaran BBM dengan cara non tunai. Selain mendapat diskon, pembeli juga mendapat bantuan bibit tanaman. Ini dilakukan sebagai upaya mengembangkan budaya menanam untuk kebutuhan pangan sehari hari.
Dengan adanya program ini, diharapkan dapat mengajak masyarakat lebih peduli terhadap lingkungan agar mau beralih ke bahan bakar yang lebih baik, rendah emisi sehingga tercipta pengurangan polusi udara, dan lingkungan yang sehat minimal dengan melakukan pembelian produk Pertalite.
Sejauh ini, volume konsumsi BBM Perta Series (Pertalite, Pertamax dan Pertamax Turbo) di Provinsi Bali per Juni 2020 sudah mencapai 75 persen dari total konsumsi BBM Gasoline. Sehingga, tinggal 25 persen yang menggunakan BBM berkualitas rendah.
Selain itu, total konsumsi Perta-Series di Bali pada bulan Juni 2020 juga meningkat 18 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Langkah itu selaras dengan Pergub Nomor 45 tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih. Adapun kebijakan utama dalam Perda tersebut yakni peningkatan kualitas potensi EBT, penyediaan energi bagi masyarakat yang belum memiliki akses energi, baik di tingkat rumah tangga, transportasi, pariwisata, dan pertanian.
Selanjutnya juga mendukung kehandalan sistem produksi transportasi dan distribusi penyediaan energi dan pengembangan dan penguatan infrastruktur energi, serta akses untuk masyarakat terhadap energi yang dilaksanakan Pemda maupun kabupaten dan kota.
Untuk kondisi saat ini terkait energi listrik, Bali sudah memanfaatkan energi yang bersumber dari EBT sebesar 5.49 mega watt dari 1272 daya mampu. Artinya saat ini Pemprov Bali sudah manfaatkan energi bersih dari EBT sebesar 0.59 persen, dan harapannya tahun 2025 penggunaan EBT di Bali bisa mencapai 11 persen.
Ke depan, Pertamina bersama dengan pemerintah daerah Bali akan terus mendorong penggunaan BBM berkualitas untuk mengurangi emisi di udara. Harapannya tentu saja agar polusi di Bali bisa turun, dan langit bisa biru kembali.
Epilog
Usaha di atas adalah salah satu upaya untuk mewujudkan Bali sebagai "Green Island". Yakni, sebuah konsep "eco tourism" yang menjadikan wisata lebih ramah lingkungan dan budaya setempat.
Prinsip utamanya, jika bahan bakar kendaraan yang digunakan masyarakat dan wisatawan ini lebih baik kualitasnya, maka polusi udara di Bali bisa ditekan. Sebab, pada dasarnya polusi itu dipengaruhi oleh kualitas BBM.
Semakin baik kualitas BBM yang digunakan masyarakat, maka semakin sedikit emisi gas buang yang dihasilkan. Hal ini akan berdampak positif pada pengurangan polusi di udara.
Semoga dengan adanya "Program Langit Biru" plus beberapa kebijakan yang mendukung Bali Bersih ini masyarakat bisa menggunakan BBM yang lebih baik kualitasnya. Dan Bali bisa menjadi destinasi wisata yang tak hanya memberikan keuntungan ekonomi saja, tapi juga ramah terhadap lingkungan dan kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H