Mohon tunggu...
Bagus Suci
Bagus Suci Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat Pengetahuan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Suka belajar dan berbagi manfaat

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Polusi Udara dan Rendahnya Kualitas Kesehatan Masyarakat

2 Juli 2020   12:35 Diperbarui: 2 Juli 2020   12:32 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak Negatif bagi Kesehatan

Salah satu yang perlu kita catat dari tingginya angka polusi di Indonesia adalah dampak kesehatannya. Inilah yang utama perlu diperhatikan oleh pemangku kepentingan publik.

Pasalnya, menurut catatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 80 persen penyakit tidak menular (Non Comunicable Desease) di Kota Jakarta pemicu utamanya adalah polusi, sehingga masyarakat di Jakarta menjadi gampang sakit.

Kemudian merujuk Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukan 4 dari 5 penyebab kematian terbanyak di Indonesia adalah penyakit tidak menular,yaitu stroke (21,1 persen), jantung koroner (12,9 persen), diabetes mellitus (DM) dengan komplikasi (6,7 persen), tuberkulosis (5,7 persen), dan hipertensi dengan komplikasi (5,3 persen). Jenis penyakit ini sangat tinggi prevalensinya mendera warga Jakarta.

Dari data yang sama, 1,4 juta warga Jakarta menderita penyakit asma. Selain karena faktor gaya hidup, aspek kualitas udara luar ruang (polusi) berkontribusi signifikan terhadap tingginya prevalensi penyakit tidak menular tersebut.

Bahkan baru-baru ini riset menemukan korelasi antara tingkat polusi udara yang tinggi dengan tingkat kematian karena Covid-19. Hal ini berdasarkan makalah berjudul "Exposure to air pollution and Covid-19 mortality in the United States" yang ditulis oleh lima peneliti dari Departemen Biostatistik Harvard, T.H. Chan School of Public Health.

Berdasarkan riset tersebut, pasien virus corona yang tinggal di kawasan dengan tingkat polusi udara tinggi sebelum pandemi lebih mungkin mengalami kematian.

Dalam studi itu, mereka menyelidiki paparan rata-rata jangka panjang partikel halus (PM2.5) dengan kasus kematian akibat Coronavirus disease 2019 (COVID-19) di Amerika Serikat. Ada 3.080 daerah setingkat kabupaten yang mereka teliti dan mencakup 98% populasi Amerika Serikat. Mereka mengumpulkan data PM2.5 selama 17 tahun terakhir di wilayah-wilayah itu.

Dari riset ini para ilmuwan menemukan, pasien yang mengalami paparan jangka panjang PM2.5, 15% lebih mungkin mengalami kematian akibat corona dibanding mereka yang hidup di suatu daerah dengan kualitas udara lebih baik.

Pemaparan ini berusaha menunjukan serangkaian fakta bahwa polusi udara yang tinggi ternyata memiliki ekses negatif yang luar biasa pada kesehatan masyarakat.

Inilah kerugian pertama dan utama yang harus ditanggulangi akibat dari tidak terkontrolnya sumber-sumber emisi, diantaranya adalah bahan bakar berkualitas rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun