Beberapa perusahaan energi kelas dunia lainnya juga telah melakukannya dan berhasil untuk meningkatkan nilai perusahaannya. Sebut saja, seperti Total, Shell, ExxonMobil dan Petronas.
Mereka punya subholding masing-masing yang fokus mengurusi line bisnis khusus, seperti upstream, downstream, international business, dan lainnya. Jadi, apa yang dilakukan Pertamina pun sudah merupakan best practice di dunia.
Hal itu sebenarnya untuk merespon situasi bisnis perminyakan dan gas yang semakin dinamis. Terutama terkait persaingan diantara pelaku usaha yang semakin ketat karena banyaknya pemain baru.
Kemudian, diakui atau tidak, bisnis minyak dan gas ini juga terus berkembang baik dari sisi bisnis, inovasi, dan teknologi. Bila lengah sedikit saja, Pertamina bisa tertinggal dan kalah bersaing.
Oleh karena itu, Pertamina berusaha mengambil momentum untuk melakukan perubahan agar bisa menjadi organisasi yang lebih ramping, lincah dan efisien. Pertamina juga perlu meningkatkan daya saingnya melalui operational yang excellence dan kapabilitas best-in-class, serta mempercepat pengembangan bisnis eksisting dan bisnis baru.
Nah, pembentukan holding dan subholding tersebut dianggap sebagai pilihan yang tepat guna merealisasikan ide seperti itu.
Peran Subholding Pertamina
Nantinya, Pertamina sebagai holding akan diarahkan pada pengelolaan portofolio dan sinergi bisnis di seluruh Pertamina Grup, mempercepat pengembangan bisnis baru, serta menjalankan program-program nasional.
Sementara, subholding akan menjalankan peran untuk mendorong operational excellence melalui pengembangan skala dan sinergi masing-masing bisnis.
Subholding juga akan mempercepat pengembangan bisnis dan kapabilitas bisnis existing serta meningkatkan kemampuan dan fleksibilitas dalam kemitraan dan pendanaan yang lebih menguntungkan perusahaan.
Tak hanya itu, subholding akan lebih fokus mengurusi bisnis yang memiliki kekhasan masing-masing. Sebab tiap sektor bisnis itu memiliki regulasi yang berbeda-beda, sehingga risikonya pun juga berbeda.