Kabar baik datang dari dunia industri petrokimia dalam negeri. Pasalnya, investasi di bidang ini mulai menemui titik terang di tengah banyaknya bisnis yang surut akibat pandemi Covid-19.
Hal itu terlihat dari adanya kesepakatan antara Pertamina dan CPC Taiwan yang setuju menindaklanjuti kerjasama pengembangan Kompleks Industri Petrokimia Terintegrasi di Balongan, Jawa Barat.
Kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan Head of Agreement (HOA) oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan President & CEO CPC Corporation Taiwan yang secara simbolis diwakili Mr. Ming-Huei Chen Vice President CPC Corporation, di Jakarta dan Taipei, pada Jumat siang (5/6) lalu.
Adapun nilai investasi tersebut mencapai US$ 8 Miliar atau setara Rp 112 triliun. Sebuah angka investasi yang cukup melegakan, tentunya.
Bila dilihat dari latar historisnya, pembicaraan terkait proyek ini telah diinisiasi Pertamina dan CPC Taiwan sejak akhir 2018 dan diikuti penandatanganan Framework Agreement serta studi kelayakan bersama sejak medio 2019. Diantara itu, ada dinamika negoisasi yang panjang dan mendalam.
Tapi untungnya, proyek mega investasi ini bisa berangsur terealisasi seiring dengan meningkatnya kepercayaan publik pada perusahaan migas nasional tersebut.
Diharapkan dengan pengalaman dan keahlian CPC di bidang petrokimia, mereka dapat membantu Pertamina untuk mempercepat pengembangan bisnis petrokimia yang terintegrasi dengan megaproyek RDMP dan GRR.
Melalui proyek tersebut, Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berkomitmen untuk mewujudkan industri petrokimia yang kuat di Indonesia. Sehingga bisa memenuhi kebutuhan domestik dan membantu mengurangi impor produk petrokimia.
Hal ini seperti diungkapkan oleh Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, sehabis penandatanganan HOA tersebut.
"Proyek ini merupakan tonggak penting untuk memperkuat portofolio bisnis petrokimia sehingga dalam 10 tahun ke depan Pertamina dapat menjadi pemain utama bisnis petrokimia di kawasan Asia Pasifik," tegas Nicke Widyawati, sebagaimana dikutip dari CNBCIndonesia, Jumat (5/6).
Apresiasi Pertamina
Adanya kerja sama ini patut diapresiasi dari segi bisnis dan strategis. Sebab, petrokimia adalah salah satu kelompok barang yang sangat mendominasi impor dan menyebabkan defisit transaksi berjalan.
Dalam jangka panjang, pengembangan industri ini akan berdampak positif pada perekonomian dalam negeri. Karena kita bisa mulai mengurangi ketergantungan impor dan mulai beranjak menjadi negara eksportir komoditas ini.
Di samping itu, Petrokimia juga bisa disebut sebagai komoditas yang strategis bagi Indonesia. Pasalnya tak ada satu pun negara yang tidak membutuhkan barang ini.
Hal itu wajar saja sebab bidang ini mencakup banyak hal, mulai dari bahan bakar fosil yang telah dipurifikasi seperti metana, propana, butana, bensin, minyak tanah, bahan bakar diesel, bahan bakar pesawat, dan juga termasuk berbagai bahan kimia untuk pertanian seperti pestisida, herbisida, dan pupuk, serta bahan-bahan seperti plastik, aspal, dan serat buatan.
Cakupan yang luas seperti itu tentunya akan menjadi modal yang kuat bagi pondasi ekonomi Indonesia jika kita bisa menguasainya. Dan, Pertamina tengah beranjak merealisasikan itu.
Adapun pengembangan kompleks industri petrokimia ini juga beriringan dengan proyek revitalisasi kilang minyak yang masih berjalan. Saat ini, Pertamina juga tengah menyelesaikan proyek RDMP Balikpapan, RDMP Balongan, RDMP Cilacap dan GRR Tuban.
Jika beberapa proyek tersebut bisa berjalan lancar, kita optimis bila Pertamina bisa bersaing dalam dunia bisnis strategis di dunia. Inilah momen yang cukup membanggakan dari BUMN yang menjadi penggerak roda perekonomian Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H