Terhitung hampir sebulan ini, Pertamina banyak mendapatkan sorotan dari masyarakat. Musababnya tak lain karena isu harga BBM yang tidak kunjung turun.
Banyak dari kita yang menyuarakan agar harga BBM diturunkan seiring dengan jatuhnya harga minyak dunia. Tak hanya orang biasa saja, isu ini juga diangkat oleh beberapa ekonom.
Dalam logika awam, harga BBM diibaratkan seperti logika kulakan pedagang. Ditentukan sepenuhnya oleh pasar. Sehingga kalau harga minyak mentah (crude) dunia lagi anjlok, maka harga BBM juga harus ikut turun.
Padahal kenyataannya bisnis minyak tidak sesederhana itu. Banyak variabel yang harus diperhatikan dalam menentukan harga BBM, terutama terkait dengan ketahanan energi dan stabilitas perekonomian nasional. Bisa dikatakan ini sangat kompleks. Apalagi terkait dengan kondisi Pertamina saat ini.
Harga BBM Tetap Stabil
Alasan utama Pertamina tidak menurunkan harga BBM saat ini sebenarnya terkait dengan momentum. Pertamina tidak mau terlalu larut dalam fluktuasi pasar minyak mentah dunia. Karena pada dasarnya harga minyak itu selalu naik-turun dan tidak pernah stabil.
Harus diakui, sejak awal tahun lalu, tren harga minyak dunia memang bergerak turun. Titik terbawahnya pada akhir April lalu, dimana hingga menyentuh angka 12,34 USD/barrel. Angka ini diklaim sebagai harga terendah selama sejarah.
Tapi tak lama kemudian harga minyak mulai terkerek naik tinggi. Tak sampai sebulan, kini harga minyak dunia sudah berada di atas 30 USD/barrel. Tren ini kemungkinan akan berlanjut ke depan.
Beberapa pakar ekonomi memproyeksikan harga minyak dunia akan berada di level 35-40 USD/barrel sampai akhir tahun 2020. Bahkan, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar memprediksi harga minyak akan kembali meningkat tajam pada 2021.
Oleh karena itu, Pertamina tidak bersikap reaksioner terhadap harga BBM saat ini. Baik ketika harga minyak dunia lagi jatuh, ataupun saat mulai merangkak naik. Mereka memilih untuk "wait and see" memantau pergerakan minyak dunia saat ini.