Pandemi korona menuntut seseorang untuk beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan baru. Cuci tangan pakai sabun, jaga jarak, dan pakai masker. Ini merupakan protokol kesehatan yang sudah tak asing di telinga.
Meskipun anjuran memakai masker sudah disosialisasikan sejak awal, namun faktanya masih banyak warga yang nekat. Bepergian dan berkerumun di tempat umum tanpa pakai masker.
Pemerintah pun tidak tinggal diam. Semua warga diimbau mengenakan masker, tak terkecuali keluarga Pak Rahmat. Namun ternyata, tak semua berjalan lancar. Adinda anak semata wayang keluarga Pak Rahmat, tidak mau memakai masker. Meski Pak Rahmat dan Bu Rahmat tak henti-hentinya berusaha membujuk dan menasihati, tetapi Dinda masih bersikukuh tidak mau memakai masker.
"Tidak mau! Tidak mau! Pokoknya tidak mau!" teriak Dinda tiap kali Bu Rahmat menyodorkan selembar masker berwarna putih kepada anak yang masih duduk di kelas 3 sekolah dasar itu.
"Dinda ayolah sayang ... dipakai maskernya ya!" bujuk Bu Rahmat.
Tidak mau, Bunda. Dinda tidak suka pakai masker tolak Dinda yang hari itu akan diajak ke Puskesmas. Semalam Dinda tidak bisa tidur karena gatal-gatal di sekujur tubuh.
"Tapi sayang, kalau tidak pakai masker berbahaya. Nanti Dinda bisa tertular virus korona," bujuk Bu Rahmat. Tapi Dinda tetap pada pendiriannya. Bibirnya manyun dan bersikeras tak mau melindungi wajahnya dengan masker.
Pak Rahmat yang sejak tadi hanya diam mendengarkan, ikut bicara.
"Benar sekali nasihat Bunda. Dinda, virus korona sangat berbahaya. Menurut berita di televisi jumlah korban terus bertambah. Makanya, aktivitas di luar rumah sebisa mungkin dihindari. Jika terpaksa keluar rumah, demi menjaga kesehatan wajib mengenakan masker."
"Tapi ayah, Dinda tidak suka. Dinda malu maskernya jelek," rajuk Dinda jujur. Pak rahmat tersenyum.
"Jadi karena maskernya jelek, ya?" tanya Pak Rahmat.
Dinda hanya mengangguk. Mengetahui hal ini Bu Rahmat pun terdiam. Beliau tampak merenung seperti tengah memikirkan sesuatu.
Tik, tiba-tiba Bu Rahmat menjentikkan kedua jarinya. Senyum cerah pun tersungging dari  bibirnya. Apa gerangan yang akan dilakukan Bu Rahmat? Ternyata Bu Rahmat mengambil alat tulis warna-warni, lalu mengajak Dinda duduk di ruang tamu.
"Yuk kita gambari maskernya biar lucu!" ajak Bu Rahmat. Dinda yang awalnya penasaran segera mengerti maksud bunda. Ia pun tersenyum. Dengan penuh semangat ia menggambar maskernya dengan motif bunga dan kupu-kupu. Pengalamannya menjuarai berbagai lomba lukis anak-anak membuat Dinda lancar dalam menuangkan kreativitasnya. Tak lama kemudian pekerjaan itu pun selesai.
"Wah, gambarnya indah sekali!" puji Pak Rahmat. "Terima kasih ayah." jawab Dinda riang. Dinda pun tampak puas dengan hasil karyanya. Kalau semula Dinda menolak mengenakan masker, justru kini ia tampak tak sabar untuk memakainya. "Bunda, ayah sekarang aku suka pakai masker," kata Dinda. Bu Rahmat terharu sekaligus lega karena rencana periksa ke Puskesmas bisa terlaksana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H