Waktu terus bergulir. Tak terasa kita sudah berada di penghujung bulan suci Ramadan. Tamu agung itu sebentar lagi akan meninggalkan kita. Air mata perpisahan akan dirasakan oleh seluruh umat Islam di dunia, sebagaimana para sahabat nabi meneteskan air mata kesedihan karena takut tidak berjumpa lagi dengan Ramadan yang akan datang.
Mengapa Rasulullah, sahabat, dan para ulama terdahulu menangis ketika akan berpisan dengan Ramadan? Tidak lain adalah karena menjaga takwa pada bulan selain Ramadan benar-benar tidak mudah.
Ramadan ibarat oase di tengah teriknya mentari di atas padang yang membakar. Alangkah beuntungnya seseorang ketika mendapati bulan ramadan dalam keadaan sehat. penuh kesempatan untuk meneguk segarnya beramal dan belajar. Sebab ramadan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, ampunan, dan kasih sayang dari allah untuk para hamba-nya.
Salah satu keberkahannya adalah ramadan sebagai bulan madrasah tarbiyah. Bulan pendidikan bagi umat Islam. Begitu banyak materi tarbiyah yang tersaji di bulan ramadan.
Di bulan ramadan, tentu ada sekian kebaikan yang telah dilakukan. Akan tetapi, apakah semua yang telah diamalkan di bulan Ramadan, berupa ibadah dan amal saleh yang terasa ringan, dapat dipertahankan, bahkan bisa diperkuat pada bulan-bulan pasca ramadan?
Inilah permasalahan yang tidak ringan. Begitu Ramadan pergi, nuansa riligius secara sosial langsung bubar kemudian lenyap. Bahkan banyak orang yang lupa dengan kebaikan dirinya pada Ramadan. Ibadahnya perlahan kendor sementara godaan untuk melanggar perintah-Nya kian menguat. Jika Ramadan ibadahnya kuat, di luar Ramadan melorot. Â Di sini, takwa mendapat ujian yang tidak ringan.
Maka, dibutuhkan komitmen kuat untuk menjaga ketakwaan pasca Ramadan. Untuk itu, kita bisa belajar dari sahabat Umar bin Khattab ketika ditanya oleh Ubay bin Ka'ab. Ubay bertanya kepada Umar tentang makna takwa.
Khalifah Umar malah balik bertanya, "Pernahkah engkau berjalan di tempat yang penuh duri?"
Ubay bin Ka'ab menjawab, "Ya, pernah."
"Apakah yang engkau lakukan?" tanya Umar kembali.
"Tentu aku sangat berhati-hati melewatinya!" jawab Ubay bin Ka'ab.