"Choose a job you love and you will never have to work a day in your life" -Confucius
Ada sebuah perspektif tentang arti guru yang jarang terungkap, untuk tidak mengatakan belum, bahwa guru itu berarti atau sama dengan sufi. Siapakah dan apakah sufi itu?Â
Sufi adalah orang yang menjalankan ajaran tasawuf. Tasawuf adalah salah satu cara atau jalan seorang muslim untuk mendekatkan diri dan mengharapkan ridho Allah dengan jalan penyucian jiwa.Â
Tasawuf yang dimaksud di sini adalah bukan sebuah ajaran atau pandangan yang menyebutkan bahwa dunia dan kemegahannya tidak penting dan harus dihindari dengan cara hidup jauh dari keduniawian. Tasawuf yang dimaksud adalah berkehidupan normal sebagimana kebanyakan orang namun dengan berpegang teguh pada prinsip penyucian jiwa yang tertuang ke dalam perilaku, sehingga yang bersangkutan senantiasa berusaha menjalankan akhlak mulia.
Dengan perspektif tasawuf di atas, seorang yang menjalaninya, sangat mungkin sekaligus dalam pekerjaannya sebagai pemilik perusahaan, misalnya, atau memiliki pekerjaan dengan gaji selangit, namun kemegahan dunia tidak membutakan mata hatinya. Justru dengan kemegahan yang dimiliki ia semakin dekat dengan Tuhan, semakin rendah hati, dan berwujud menjadi manusia yang dermawan dan berakhlak terpuji.
Deskripsi singkat tentang sufi dan tasawuf di atas amat dan teramat berat untuk dijalani oleh kita sebagai orang awam. Yang masih terpaku dan terpukau pada gemerlap dunia. Sehingga terkadang bahkan sering melupakan nilai-nilai kebaikan dalam menjalankan pekerjaan atau kehidupan sehari-hari.
Dalam penjelasan lain, sufi juga disebutkan sebagai seorang yang memiliki ilmu tertinggi, memiliki hikmah, dan berakhlak mulia. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa seorang sufi adalah memiliki keilmuan tinggi (dalam konsep tasawuf), memiliki hikmah, dan akhlaknya mulia. Sederhananya, ia adalah seorang yang berilmu sekaligus mengamalkan ilmunya melalui akhlak mulia.Â
Jujur, dalam kehidupan kita sekarang, tak jarang orang yang berilmu dan berpangkat tinggi, namun belum sesuai dengan perilakunya.
Dalam perspektif sufistik ini, guru juga memiliki padanan kata (dalam bahasa Arab) sebagai berikut: Mualim, Muadhib, Murobbiy, dan Mursyid.Â
Dari padanan atau peran guru berdasarkan keempat kata di atas, guru tidak hanya berperan mentransfer ilmu (Mualim) melainkan juga harus berperan sebagai teladan yang mengajarkan adab (Muadhib), menjadi pembimbing, pengasuh, pendidik (Murobbiy), dan menjadi penunjuk jalan kebaikan, penasehat (Mursyid). Peran yang sangat, dan teramat berat.
Keempat peran tersebut disebutkan pula sebagai fungsi ketuhanan yang pada akhirnya menjadi fungsi kenabian. Apakah dengan demikian guru berarti mengemban atau menjalankan tugas profetik (kenabian)?Â
Berdasarkan deskripsi singkat di atas, sungguh berat peran seorang guru. Yang dalam bahasa Jawa disebutkan sebagai "digugu dan ditiru" (orang yang dipercaya dan diikuti.)Â
Sanggupkah seorang guru menjalankan pekerjaan dengan peran yang begitu berat?Â
Sebetulnya, jika mencoba menengok pada aspek lain, semua pekerjaan, semua kedudukan, itu berat. Sebab pekerjaan dan kedudukan adalah amanat yang harus ditunaikan sebaik-baiknya.Â
Namun demikian ada pandangan yang cukup menggembirakan dan memotivasi kita semua, apapun pekerjaan, kedudukan, serta peran kita. Yaitu sebuah pandangan yang menyebutkan bahwa: kita jangan bekerja hanya dengan akal fisik saja, melainkan harus menyertakan ruh dan jiwa.
Bekerja dengan menghadirkan ruh dan jiwa akan meringankan. Pekerjaan apapun, jika disertai dengan kehadiran ruh dan jiwa (spirit) tak kan pernah menjadi beban.
"Pekerjaan" dalam bahasa Inggris disebut dengan "Vocation". Dalam hal ini pun, ada sebuah pengertian tentang "Vocation" yang jarang terungkap (untuk tidak mengatakan belum).
Kata "Vocation" sebelum abad modern memiliki arti "panggilan Tuhan", pengabdian kepada manusia, pengabdian kepada kehidupan.
Dari pengertian Vocation di atas, dapat disimpulkan bahwa pekerjaan apapun sepatutnya adalah merupakan sebuah panggilan Tuhan dan disertai dengan niat pengabdian kepada manusia dan kehidupan. Dengan kata lain memberikan yang terbaik dalam pekerjaan untuk tujuan mengabdi kepada kehidupan yang pada akhirnya juga sebagai pengabdian kepada Tuhan.
Mungkinkah kita dapat bekerja seperti itu? Bukankah itu sangat idealis dan boleh jadi akan sangat bereda dengan realitas yang ada? Jawabannya mungkin, dan pastinya membutuhkan proses.Â
Mungkin yang dapat kita jadikan pegangan adalah, sebagaimana dituliskan di atas, bahwa bekerja tidak cukup hanya dengan akal dan fisik. Bekerja harus disertai dengan ruh dan jiwa (spirit). Maka apapun pekerjaannya, tak kan menjadi beban. Bekerja dengan ruh akan meningkatkan passion kita dalam bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Dan secara otomatis akan mendatangkan banyak manfaat dan keberkahan.
Sebagai kesimpulan, melihat arti guru dari sudut pandang sufistik menunjukkan bahwa tugas guru teramat sangat berat. Dibutuhkan totalitas dan pengabdian. Tidak salah jika guru disebut sebagai profesi yang mulia. Bahkan dulu kita mengenal istilah "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa."
Namun demikian, melihat arti Vocation di atas, semua pekerjaan, tak hanya guru, pada dasarnya pula adalah pengabdian kepada kemanusiaan, pengabdian kepada kehidupan, dan sebuah panggilan Tuhan. Dan ini adalah sesuatu yang mulia.
Dengan menghadirkan ruh, jiwa, spirit, dalam pekerjaan, bukan hal mustahil jika peran yang sangat ideal dan berat tersebut, akan dapat terwujud menjadi sebuah realitas yang ideal.Â
Bekerja dengan ruh, jiwa, spirit, adalah pekerjaan yang didasari oleh rasa cinta. Tanpa paksaan.
"Choose a job you love and you will never have to work a day in your life" -Confucius
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H