Yang menjadi masalah adalah pada kayu itu terdapat 2 buah paku ukuran 10 atau 12 (sangat besar) yang masih tertancap. Paku itu miring ke samping sehingga tidak terlindas oleh ban mobil. Ketika pemilik mobil sudah kembali ke Jakarta dan rumahnya kembali kosong, kayu bekas itu tak dipindahkan lagi ke tempatnya. Mungkin karena lupa.
Gang kami kebetulan tempat yang cukup ramai oleh anak-anak setiap hari. Tempat mereka berlarian, bermain kelereng, bertengkar dan baikan lagi, bermain sepeda, dan lain-lain. Maka ketika pertama kali saya tak sengaja melihat kedua paku yang tertancap di kayu itu, saya langsung gelisah dan tidak tenang. Dapat dikatakan juga saya tidak bahagia karenanya.
Terbayang jika paku di sana akan mencelakai siapapun yang melintas, khususnya anak-anak yang suka berlarian dan bermain-main di sana. Termasuk anak saya yang baru berusia 3 tahunan. Maka saya langsung mengambil palu yang ada alat pencongkel pakunya dan membawa papan kecil lalu paku itu saya congkel dan dipindahkan ke tempat yang aman.
Perasaan apa yang muncul setelah itu? Lega, tenang, dan bahagia.
Terkadang saya juga merasa gelisah (kasihan) ketika saya pulang kerja menggunakan sepeda motor, ketika melihat ibu-ibu ataupun bapak-bapak petani yang sudah tua dan berjalan berkilometer di atas aspal yang panas sepulang dari sawah. Apalagi jika mereka membawa rumput, atau apapun bawaan dari sawah mereka.
Dan ketika saya memberikan tumpangan kepada para petani itu, rasanya cukup lega dan tak ada beban yang mengganjal di hati. Terlebih saat mendengar ucapan terima kasih mereka yang tulus dipenuhi senyuman. Dan tak jarang mereka memanjatkan doa terbaik kepada saya sebagai pelengkap rasa terima kasih mereka.
Sebagai catatan, jalanan yang kami lalui itu cukup panjang dan banyak sekali turunan-tanjakan, karenanya cukup melelahkan. Ditambah lagi perjalanan itu dilakukan sekitar pukul satu siang atau lebih, saat sinar matahari sedang panas-panasnya.
Saya berprinsip selagi dapat  membantu orang lain sesuai dengan kemampuan yang kita miliki, sebisa mungkin akan saya lakukan. Sebab saya rasa itu salah satu cara kita untuk mensyukuri atas nikmat dan anugerah yang tak terhingga dari Tuhan. Dan berharap ada kebahagiaan dan energi positif yang mengalir dari perbuatan tersebut.
Rasanya ada kelegaan dan kebahagiaan tersendiri ketika berbuat demikian.
Atau kita juga bisa menyisihkan sedikit rezeki kita saat keluar dari mini market atau pusat belanjaan lainnya. Kadang di sana disediakan kotak amal untuk anak yatim atau masjid. Dengan memasukkan sedikit rezeki kita ke kotak tersebut, kita telah berpartisipasi dalam menyantuni anak yatim.
Lalu bagaimana dengan berbagi kepada keluarga? Jika kepada orang lain saja kita peduli, tentu kepada keluarga jauh lebih harus peduli.
Jika sedang libur kerja sebisa mungkin saya membantu pekerjaan rumah tangga istri seperti mencuci pakaian, kadang mencuci piring. Jika ke orang lain saja kita membantu apalagi kepada istri dan anak sendiri.