Mohon tunggu...
Abdur Rahman
Abdur Rahman Mohon Tunggu... swasta -

Lelaki yang tidak konsisten dalam menulis, kadang selera nulis banyak, dan lebih banyak tidak selera menulisnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Emak dan Apak

3 April 2018   14:20 Diperbarui: 3 April 2018   14:33 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum...

pak, sehat, " alhamdullilah sehat, man", gemana oman sehat?

kata pertama yang selalu keluar dari mulut renta nya, ketika anaknnya melakukan kontak jarak jauh, tak ada yang lain, hanya menanyakan kabar saja, di awal pembicaraan, sebelum ke pembicaraan lainnya.

Apak, selalu mengutarakan kesehatannya, ketika di tanyakan kondisi badannya oleh anak-anaknya, umurnya tak lagi muda, sudah Delapan Puluh lebih yang terhitung, kalau yang tercatat di Nomor Induk Kependudukan sih, muda, atau tepatnnya  "di muda kan".

Aku tau, sebenarnya, kondisi badannya tidak dalam kondisi baik-baik saja, tapi beliau ingin menyembunyikannya dari kita, tapi aku lebih tau, lebih mengenal suara mu pak, Kau lagi Sakit, tapi kau katakan baik-baik saja. Sepertinya, apak pagi ini, lagi demam, ada Flu yang tak kunjung usai, ada juga sedikit batuk yang terus ingin keluar, sudah beberapa minggu, namun tak kunjung rada juga katanya. "Obat mah sudah tidak mempan lagi man, sudah berkeping-keping, tapi belum ada perubahan".  

Tepat, itulah kondisi badan Apak, yang akhir-akhir ini, di serang beberapa penyakit, namun sebenarnya itu bukan penyakit asli nya yang di derita Apak, itu hanya sakit singgahan, namun cukup membuat tidak nyaman, untuk ukuran orang tua.

"Di doakeun, pak, mudah-mudahan sing enggal sehat" , Aamiin ya Allah.

Aku hanya bisa mendokan, maaf tak bisa merawatmu ketika lagi sakit pak, bukan tak bisa sebenarnya, tapi lebih ke pada ego ku sebagai seorang anak yang lebih memilih untuk mencari jati dirinya, di bandingkan merawat orang tua, yang sebenarnya lebih membutuhkan kasih sayang, perawatan dari anak-anaknya, di usia senjanya, di bandingkan uang yang dikirimkan oleh anak-anaknya setiap bulannya.

Inilah hebatnya orang tua kita, dengan ringan menjawab, " tak apa man, jangan terlalu memikirkan Apak Emak, nu penting doakeun Apak Emak sing sehat terus", Aamiin ya Allah.  Aku yang ber kilo-kilo mil jauhnya dengan kedua orang tua, hanya bisa mendengarkan suaranya, untuk tau kabarnya, untuk tau sudah makan atau belum, untuk tau makan dengan apa, untuk tau lagi mengerjakan apa, untuk tau lagi musim apa di kampung, dan untuk tau hal lainnya, hanya via suara, itu sudah sangat istimewa buat ku, karena Apak Amak, sudah bisa menggunakan Hp sejak beberapa tahun belakangan ini, tapi itu, hanya sebatas bisa melakukan panggilan telp dan menjawab telp yang masuk, tidak lebih, eh iya satu lagi, Apak sama Amak, bisa juga Cek Pulsa.

Ingin rasanya, sebenarnya, di zaman yang serba canggih ini, memfasilitasi Apak Emak, dengan Gedget yang modern, agar semua anak-anaknya yang jauh darinya , bisa melakukan Vidio Call, bisa saling melihat wajah dan lain-lainnya, jadi kalau mereka bilang sehat, rindu yang teramat sangat sedikit luntur dengan Vidio Call, dapat melihat wajah rentannya. 

Bukan tanpa alasan, sudah pernah di coba, Apak Amak menggunakan Hp yang bisa VC, namun pada kenyataannya, apa terlihat sulit menggunakan layar sentuh yang ada pada HP, terlalu banyak pilihan yang harus di tekan dan di pilih, " "atoslah man, apak mah cukup Hp (Hp itam putihnya) ieu we, nu penting tiasa ngobrol", (sudahlah man apak cukup hape ini saja yang penting bisa ngobrol). 

Aku bisa melakukan Vc dengan Apak Emak, ketika ada salah satu anak-anaknya yang pulang ke kampung menjenguk Apak Emak, bisa melihat wajah renta Apak Emak di sana, kalau Apak sih biasanya tidak terlalu antusias ketika di ajak VC karena memang pengelihatan Apak sudah sedikit terganggu akibat umur yang sudah menghampirinnya, jadi bagi Apak , itu biasa aja. Tapi Amak, biasanya yang sangat semangat dan antusias ketika melakukan VC, karena memang itu hal yang jarang terjadi, Amak, dengan sangat riang ketika melihat wajah-wajah anak nya yang ada di sebrang lautan, terlebih ketika melihat ada wajah cucu nya yang menggemaskan meronta-ronta ketika Vc.

|Entah sudah berapa kali, anak-anak Apak Emak, meminta, memohon kepada kedua orang tua kita, agar Apak Amak mau meninggalkan kampungnya, dan pindah ke kota terdekat, tinggal bersama-anaka nya yang tinggal di kota. Rayuan, bujukan, ajakan, hanya sebatas anggukan kepala, Apak Amak, tak pernah benar-benar serius untuk meninggalkan kampungnya, catat! dengan alasan yang kita semua tidak tau pasti, apa alasan yang membuat Apak Amak enggan meninggalkan kampungnya, bergabung bersama anak-nya di kota. Tapi toh, kita, anak-nya, tidak dapat memaksakan  Apak Emak untuk pindah ke kota, dengan alasan apapun itu . Itu hak meraka!

Apapun itu pak mak, mudah-mudah Apak Emak selalu sehat saja, dan selalu dalam lindungNya. Itu saja, lebih dari cukup!

Emak.....

selalu lebih ceria ketika mendapat telp dari anak-anak nya, memang ikatan batin antara Apak dan Amak berbeda, ibu selalu saja merasakan lebih dekat dengan anak-anaknnya, itu yang saya rasakan, terlebih saya anak bungsu, mungkin lebih manja dan ter-. Amak, selalu akan menceritakan mulai dari hal yang ringan, sampai yang berat, dari yang tidak penting, sampai cerita yang di ulang-ulang, yang hanya ingin memperpanjang durasi ngobrol, ingin selalu dekat dan bersama. 

Bahkan terkadang, untuk beberapa hal yang saya anggap sepele, Amak akan menangis di ujung telp nya, sesegukan, bukan karena sedih, tapi lebih karena teringat anaknya yang jauh dari nya, yang tidak bisa di belai nya, yang tidak bisa di masak kan makanan kesukaannya, tidak bisa di ajak ngobrol langsung dan lain-lain. Pernah suatu ketika, di ujung telp, Amak tiba-tiba menangis, perasaan dalam obrolan belum mengobrolkan yang serius, Amak mulai bercerita, mesti saya tidak memintannya, "kemaren di pasar, mendengar lagu Padang (saya lupa judulnya), itu lagu yang sering saya putar setiap hari pas saya pulang lebaran ke kampung", tiba-tiba Amak menangis di pasar, mendengarkan lagu itu, padahal Amak sama sekali tidak mengerti dengan lagu itu, terlebih lagu Padang, hanya karena sering mendengar ketika saya putar di rumah, Amak tiba-tiba teringat dengan saya , yang mana saya sudah kembali ke sebrang lautan meninggalkan Amak. Amak menangis, bukan tanpa alasan, dia kangen dengan saya. titik, tidak usah di tawar. Saya semakin yakin, dalam diamnya, dalam sholatnya, dalam malamnya, Amak sering menangisi saya, tanpa sebab dan alasan yang jelas bagi saya, tapi bagi Amak, tidak ada alasan yang harus di jelaskan untuk dia menangis, ketika mengingat anak-anaknya.

Satu hal yang bisa saya pastikan, untuk memastikan Amak, sehat, tidak terlalu memikirkan anaknya yang ada di sebrang lautan "oman disini sehat mak", apapun kondisinya, setidaknya itu akan membuat-nya tenang dalam tidur.

Pagi ini, seperti biasa, dalam sambungan telp, setelah memastikan semua sehat, ama mulai bercerita tentang kegiatannya hari ini, di mulai dari pagi, memasak nasi untuk suami dan seorang cucunya yang akan berangkat sekolah, memastikan perut suami dan cucunya terisi, walau hanya dengan nasi dan ikan asin andalannya, itu sudah lebih dari cukup untuk di nikmati sehari-hari, tanpa ada kebosanan. 

ama mulai bercerita lagi,

tentang pohon Durian yang ada di sekitar rumah, yang mulai berbunga banyak, dan berharap nanti bunga Durian itu akan menjadi buah Durian yang siap panen, " kalau bungannya jadi semua, InsaAllah, pas Lebaran sudah bisa di panen", dalam hitungan saya, memang biasanya durian akan siap panen setelah masuk sekitar 3 bulan. Ama sudah bericita-cita akan menunggu pohon durian jika sudah waktunya Durian matang, agar ketika buah Durian matang dan jatuh tidak di ambil orang, katanya dengan antusias. Senang sekali mendengarnya, apa lagi kalau itu buah Durian benar-benar terwujud di lebaran, di saat anak-anaknya yang merantau akan pulang berkumpul bersama Amak Apak.

bercerita lagi

tentang kegiatan pagi ini, kata Amak setelah masak nasi, makan, ama mulai mengerjakan kegiatan sehari-harinya, ada saja yang di kerjakan, tidak bisa di jelaskan satu persatu, begitu lah orang tua yang tingal di kampung untuk mengisi hari-hari nya. Pagi ini ama ngupas kelapa , "ada yang pesan kelapa kemaren", baru hari ini di kerjakan sedikit-sedikit, "lumayan buat jajan". Ahhhhh ama, sedih mendengarnya, di usianya yang renta, yang hanya daging di lapisi kulit keriputnya, harus mengerjakan pekerjaan berat. Kebayang tidak, ama harus mengayunkan parang berkali-kali  untuk mengupas kulit sabut kelapa yang kalau sudah kering, perlu tenaga ekstra untuk mengupasnnya, (sudah pernah coba??), untuk mengupas satu buah kelapa saja, saya yakin di butuhkan waktu yang lama, karena tenaga ama yang tidak seberapa, dan alotnya kulit sabut kelapa yang akan di buka. Sudah dapat di pastikan, nanti malam badan ama akan terasa pegal-pegal dan sakit. 

Ama mengerjakan itu semua, bukan karena tidak punya uang untuk belanja, tapi ama mengerjakan semua pekerjaan beratnya untuk menyalurkan hobi nya(berjualan), untuk mengisi kekosongan hari-harinya. Kalau di fikirkan, uang yang akan di dapatkan ama dari menjual buah kelapa tidaklah banyak, bahkan bisa di bilang tidak sebanding dengan perjuangan yang harus di lewati untuk mendapatkan buah kelapa siap jual. Ini bukan soal angka atau jumlah, ini soal kepuasan batin seorang ama. 

Pernah sekali-kali ama di larang untuk berjualan menjajakan hasil tani nya, kadang ada buah Pisang, buah Pinang, buah Coklat, buah Kelapa, Buah Nanas, bahkan sampai telur ayam kampung, tapi ama tidak bergeming, kalau ada yang bisa di jual ke pasar, pasti akan di bawa ke pasar dan ama akan berjualan di pasar. Ada satu tanda kepuasan, kemenangan tersendiri yang terbesit di guratan wajah ama, ketika ama berhasil menjajakan barang dagangannya, entah itu berapapun nilainnya, "lumayan bisa buatbeli sayur, cabe, ikan asin, bawang dan lain-lain", kata ama. "Iya ma, alhamdullilah, mudah-mudahan ama terus sehat dan kuat bisa berjualan ke pasar". 

"Nanti agak siangan, mau ke kebun, ada pisang Muli yang siap di tebang", sambungnnya di ujung sana. Kalau kelamaan nanti di ambil orang buah Pisangnya , bukan tanpa alasan ama bersegera memanen buah Pisang yang sudah tua. Pernah sekali cerita, ama menangis karena buah pisang satu tandan yang sudah siap panen, di panen orang terlebih dahulu, raib hanya meninggalkan batang pohon yang sudah di tebang, waktu itu ama sampai gregetan, jengkel, sedih, menyesal menceritakan buah Pisang nya di panen orang lain, kebayang bagaimana sedihnya, kita yang menanam, merawat, membersihkan, eh pas siap panen, di panen orang lebih dulu. Waktu itu, hanya bisa menguatkan ama untuk tetep sabar dan berdoa, semoga Allah akan mengganti dengan rezeki yang lain, ama pasrah, namun dalam helaan nafasnya terdengar masih sangat sedih dan kecewa, hasil tani nya di rampok orang lain, walau hanya buah Pisang.

bercerita lagi

Minggu-minggu ini banyak undangan datang kerumah , perasaan ama ga habis-habis man, "anak si A kemaren nikah, anak si B juga nikah, besok anak si C nikah juga, sudah pasang tenda, tendannya sampai nutupin jalan", "iya ma, mau pesta besar atuh itu mah , da anak bungsu yang mau nikah ", iya kata ama. Tak sampai di situ, ama bahkan membacakan undangan yang smapai kerumah, karena ama merasa saya kenal dengan baik dengan yang akan menikah, iyaa ma , iyaa, iyaa. Seperti biasa, saya tidak akan  banyak membahas kalau ama sudah bercerita tentang anak-anak para tetangga-nya yang nikahan, yang syukuran anak lah, hanya menjawab seperlunya saja, sembari berusaha untuk mengalihkan pembicaraan ke topik yang lain, cerita lain, tanpa alasan.

Seperti biasa, yang tidak pernah terlewatkan ketika bertemu suara di udara, "sing bageur, sing seeur nu welas asih, sing sehat, sing ati-ati", iya ma.

"iya ma", silahkan kalau mau melanjutkan kegiatannya, jangan terlalu di paksanakan, jangan terlalu capek ma, sehat terus ya....

salam dari sebrang laut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun