Mohon tunggu...
Herman R. Soetisna
Herman R. Soetisna Mohon Tunggu... -

Pelopor ergonomi industri terapan di Indonesia untuk peningkatan level K3, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, dan peningkatan "quality of working life" ini -katanya- pernah bersekolah di Teknik Industri ITB, Université des Sciences Humaines de Strasbourg, dan Université Louis Pasteur, Strasbourg-France. Sekarang Om-G [G=Ganteng, hehehe jangan protes ya...], bekerja sebagai dosen di ITB dan Peneliti Senior di Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi di ITB. Untuk yang ingin mengontak Om-G, silakan kirim e-mail via hermanrs@ti.itb.ac.id Wass, HrswG.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Standar Ganda Para Pengemudi Ojek dan Taksi Online di Bandung

20 Oktober 2017   16:38 Diperbarui: 20 Oktober 2017   18:34 1495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.imgins.org/tags/ayojalankaki

Demo angkot di Bandung (01).

[Terjemahan tulisan pada "banner": 1. Gara-gara on-line saya menjadi duda. 2. Jalan dibikin bagus, kalau rakyat dibunuh...].

Bila kepada para pengemudi angkot, serta ojek dan taksi "konvensional" ditanyakan tentang mana yang akan mereka pilih: makan di warung nasi kaki lima dengan tarif 40 ribu rupiah sekali makan ataukah di warung nasi dengan tarif 15 ribu rupiah? Pasti deh mereka semua akan memilih  makan di warung nasi dengan tarif 15 ribu rupiah. Pasti! Iya, 'kan?

Apalagi bila pada alternatif ke dua di atas, makanannya lebih enak, bersih, dihidangkan panas-panas, diberi kerupuk dan kadang diberi bonus es teh manis... Bahkan pada alternatif ke dua, mereka tidak perlu mendatangi warung tersebut, karena petugas warung lah yang akan membawakan makanannya kepada konsumen.

Pasti semuanya setuju.

Nah kalau sekarang kepada masyarakat pengguna transportasi umum ditanyakan mana yang akan mereka pilih: angkot, taksi dan ojek konvensional yang bertarif mahal ataukah taksi  dan ojek "on-line" yang bertarif jauh lebih murah?

Tidak wajarkah dan tidak bolehkah kalau masyarakat akan memilih alternatif ke dua yang berarif lebih murah? Apalagi pada alternatif ke dua, kebanyakan kendaraannya lebih baru (dan mestinya lebih laik jalan), lebih nyaman, para pengemudinya (hampir) pasti memiliki SIM, dan banyak dari para pengemudinya ganteng ganteng... [Hehe, yang ini mah belum tentu juga sih... Tapi yang jelas, paling tidak yang Om-G ketahui di Bandung, sebagian dari mereka berstatus mahasiswa atau sarjana, selain sebagai driver...). Juga, bisa lebih tepat waktu (ini terutama dikontraskan dengan angkot yang sering ngetem berlama-lama, tidak memperdulikan konsumennya yang ingin cepat sampai).

Selain itu, pada alternatif ke dua konsumen tidak perlu datang ke pangkalan atau ke tempat ngetem karena mereka lah yang didatangi oleh taksi  dan ojek "on-line"nya...

Jadi dengan segala aspek plus tadi, jelas ya kenapa konsumen lebih memilih kendaraan umum on-line daripada yang konvensional? Berdosakan para konsumen karena pilihannya seperti itu?

Sumber: www.pikiran-rakyat.com
Sumber: www.pikiran-rakyat.com
Demo angkot di Bandung 02

Makanya Om-G heran bahwa ketika ada mogok masal para pengemudi angkot, serta taksi dan ojek konvensional di Bandung yang "menuntut keadilan" (yang tadinya direncanakan bahwa mogoknya itu adalah pada hari Selasa sampai Jumat minggu lalu, yang pada saat dibatalkan, ternyata sebagian masih ada yang mogok tuh...), Pemerintah Jawa Barat "sepakat" melarang (sementara) beroperasinya angkutan on-line, yaitu taksi dan ojeg on-line, "... sebelum peraturan baru yang mengatur angkutan berbasis aplikasi itu diterbitkan...".

Konon hal tersebut sesuai dengan kesepakatan Dinas Perhubungan Jawa Barat dengan "Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi" (WAAT) Jawa Barat [Ngemeng-ngemeng, ada yang kenal nggak sih dengan WAAT ini dan siapa-siapa saja yang menjadi anggotanya? Jangan-jangan di WAAT tidak ada satupun "perwakilan" dari pelaku angkutan transportasi on-line... Atau jangan-jangan (yang agaknya demikian), tidak ada satupun perwakilan dari pelaku angkutan transportasi on-line yang hadir dalam diskusi dengan Dishub Jabar tadi. Lha seandainya benar demikian, dalam kesepakatan tadi bagusnya (atau mestinya) harus melibatkan pula para perwakilan dari pelaku angkutan transportasi on-line dong ya..? Ye kalau ndak gitu mah aneh dong, 'kan kesepakatan di antara dua kubu yang bertikai mah harus melibatkan keduabelah pihak atuh... masa' cuma satu pihak saja yang diakomodir kepentingannya...).

Sumber: www.prfmnews.com
Sumber: www.prfmnews.com
Keterangan dari WAAT Jawa Barat bahwa rencana demo 10-13 Oktober 2017 ditangguhkan sampai terealisasinya hasil kesepakatan; tapi nyatanya tidak semua sopir angkot patuh pada instruksi WAAT ini.

Dan ternyata larangan angkutan on-line beroperasi di Jawa Barat ini pun memancing reaksi dari warganet. Sebuah petisi digalang oleh warganet, agar pelarangan tadi dicabut, "karena keputusan Pemerintah itu bakal merugikan masyarakat...". [Sumber: Tempo.co].

"...Kebijakan itu justru merugikan masyarakat yang sebagian haknya dirampas, hak kebebasan untuk memilih transportasi umum direnggut paksa. Masyarakat dipaksa untuk memilih angkutan umum yang penuh ketidakpastian", kata warganet dengan ID Surili Percusion dalam pengantar petisi, Selasa 10 Oktober 2017. [Sumber: Tempo.co].

Selain itu, juga ada ajakan dari "Bandung Transport Volunteer" kepada masyarakat untuk membantu masyarakat yang memerlukan transportasi, dengan membawa masyarakat yang memerlukan untuk naik kendaraan para relawan.

Sumber: www.imgins.org/tags/ayojalankaki
Sumber: www.imgins.org/tags/ayojalankaki
Ajakan gotong royong untuk masyarakat yang membutuhkan transportasi pada saat adanya demo angkot di Bandung.

Ada juga yang bersifat lebih "lunak", yaitu ajakan agar masyarakat menyiapkan diri untuk "hari-hari tanpa angkot", yaitu dengan naik bis kota, bersepeda, dengan "nebeng" orang lain yang punya kendaraan, atau pun dengan berjalan kaki.

Sumber: https://menyusurijalan.com/
Sumber: https://menyusurijalan.com/
Ajakan agar masyarakat menyiapkan diri untuk "hari-hari tanpa angkot"

Nah tuh, masyarakat juga bereaksi, 'kan..?

Weleh weleh... kalau dibilang bahwa adanya alat transportasi berbasis aplikasi merugikan (dalam arti menurunkan pendapatan) para pelaku alat transportasi konvensional, memang iya sih.  Ini juga yang menjadi alasan mereka berdemo, bahwa "akan ada 10 ribu lebih sopir taksi dan angkot yang akan kelaparan...".

Sumber: regional.liputan6.com
Sumber: regional.liputan6.com
Alasan para pendemo bahwa mereka akan kelaparan jika transportasi on-line dibiarkan hidup...

Tapi kok rasanya mereka memakai standar ganda deh...  Memang pendapatan mereka yang menjadi pelaku alat transportasi konvensional turun dengan hadirnya alat transportasi on-line, tapi mereka merasa nggak sih bahwa dulu pada jamannya, kehadiran angkot, ojeg dan taksi (konvensional) mendesak dan secara sangat signifikan menurunkan pendapatan para pengemudi becak dan kusir delman! Malahan barangkali dengan alasan "demi modernisasi dan azas kepantasan", di wilayah perkotaan sih becak dan delman nyaris "punah" ditelan jaman.

Dan mereka, para pengemudi delman, becak dan becak motor, pun pernah kok berdemo di berbagai kota di Indonesia, ketika mereka dilarang beroperasi dengan alasan tadi. Kok pada saat itu mereka, para pelaku alat transportasi konvensional itu, tidak ikut demo membela para kusir delman, dan sopir becak? Apakah karena dalam hal ini mereka diuntungkan? Agaknya sih iya, karena mereka lah yang merebut lahannya becak dan delman...

Memang betul, siapa sih yang untuk 10 atau 20 kilo meter mau naik becak atau delman? Mungkin sampai sih  sampai, tapi nganu lho, kalau untuk jarak segitu sih agaknya pegelnya itu ndak ketulungan! Iya opo iya? Hehehe... (Ada yang tahu nggak, di becak dan delman, shockbreaker-nya merk apa ya?). Dan yang jelas, tarifnya pasti lebih mahal daripada kalau dibandingkan dengan tarif angkot atau ojek atau bahkan taksi sekalipun.

Nah tuh, pada saat angkot, taksi dan ojek dengan gagah perkasa menggusurkeberadaan delman dan becak, apakah mereka memikirkan nasib para tukang becak dan kusir delman? Jelas bahwa para tukang becak dan kusir delman kehilangan pekerjaan. Jelas bahwa para tukang becak dan kusir delman kehilangan sumber uang yang mereka perlukan untuk menafkahi keluarganya, untuk memberi makan keluarganya.

Kok ndak, sih? Bukankah mereka itu pun, maaf, sama-sama kaum tidak berpunya? Mana dong solidaritas sampeyan-sampeyan? Kok yang dibela hanya kepentingan diri sendiri, tanpa peduli nasib orang lain yang sama-sama kaum tidak berpunya? (Mereka 'kan ngakunya begitu, tapi ternyata, mohon maaf, dari kaca mata orang lain, mereka itu bisa dipandang sebagai orang-orang yang egois, hanya ingin kepentingannya doang yang dipenuhi...).

Mau "bukti"yang lain, bahwa mereka tidak pedulu pada "orang senasib"? Niih...

Pertama, mereka berdemo agar bus sekolah yang disediakan Pemerintah Kota Bandung dihentikan. Bis sekolah yang mestinya sangat bermanfaat untuk menekan pengeluaran ongkos transportasi anak sekolah (yang artinya bisa sangat membantu bagi para orang tua yang hidupnya pas-pasan). Alasannya tidak lain dan tidak bukan karena anak-anak dari keluarga pas-pasan tadi jadi tidak memakai angkot, dan menurunkan pendapatan para sopir angkot. Keterlaluan pisan yaks...

Sumber: regional.liputan6.com
Sumber: regional.liputan6.com
Demo untuk menentang keberadaan Bus Sekolah gratis yang disediakan oleh Pemkot Bandung (01)

Sumber: bandung.pojoksatu.id
Sumber: bandung.pojoksatu.id
Demo untuk menentang keberadaan Bus Sekolah gratis yang disediakan oleh Pemkot Bandung (02).

Ke dua, mereka pun bahkan menolak keberadaan Trans Metro Bandung (TMB), bis kota yang beroperasi di Bandung, padahal kalau tidak salah dulu mereka diajak untuk menjadi "pemilik patungan" bis TMB dengan menjual angkotnya dan dari 3 angkot menjadi 1 bus kota TMB; hal yang diharapkan sedikit-banyaknya akan berkontribusi pada pengurangan kepadatan lalu lintas di Bandung. Alasannya yang sama seperti yang tadi: keberadaan TMB jadi menurunkan jumlah penumpang yang (menurut mereka) harusnya naik angkot mereka, dan karena itu jadi menurunkan pendapatan mereka. Hadeuh... Heroik pisan!

Selain Bus Sekolah, TMB Jadi Keluhan Sopir Angkot Bandung -- [Sumber: Aktual.com].
Selain Bus Sekolah, TMB Jadi Keluhan Sopir Angkot Bandung -- [Sumber: Aktual.com].
Belum lagi masalah kerugian yang dialami oleh para penumpang transportasi on-line yang harus berjalan dulu beberapa kilometer dari rumahnya karena di wilayah rumahnya itu adalah "wilayah terlarang untuk mengambil penumpang on-line".

Juga tentang para penumpang transportasi on-line yang diturunkan paksa di tengah perjalanan, karena adanya "sweeping"yang dilakukan oleh para pengemudi transport konvensional.

Lha Om-G, sampeyan iki kok sepertinya membela banget transportasi on-line sih? Opo sampeyan pengemudi taksi/ojek on-line ya? Atau pemilik kendaraan yang dijadikan taksi/ojek on-line? Hehe, bukan dua-duanya!

Apa atuh? Ye, Om-G mah hanya masyarakat kebanyakan biasa, juga sebagai konsumen transportasi publik. Yang mendambakan transportasi publik yang aman, nyaman dan terjangkau, yang mungkin juga merupakan keinginan dari anggota masyarakat lainnya. Iya ndak? Sebetulnya keinginan ini aneh ndak ya? Rasanya sih ndak aneh deh...

Juga, Om-G juga ndak membela banget transportasi on-line kok, ada hal-hal tertentu dari mereka yang harus diperbaiki dan dibenahi. Beneran! Tapi karena tulisan ini sudah panjang, ya sudah, terpaksa tulisan mengenai hal itu mudah-mudahan bisa Om-G tuliskan pada kesempatan mendatang, ok?

Sekian dulu dari Om-G ya... Mohon ampun ya kalau ada kata-kata Om-G yang kurang berkenan. Namanya juga orang. Rambut bisa sama hitam, tapi pendapat bisa berbeda-beda. [Apalagi rambut Om-G mah ubannya sudah tak terhitung, lha jadi sudah ndak hitam semuanya dong, hehehe...]. Peace ah...

Bien vous tous, et bon weekend.

Salam,

Om-G.

[Kompasiana.com/Om-G].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun