Mohon tunggu...
Herman R. Soetisna
Herman R. Soetisna Mohon Tunggu... -

Pelopor ergonomi industri terapan di Indonesia untuk peningkatan level K3, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, dan peningkatan "quality of working life" ini -katanya- pernah bersekolah di Teknik Industri ITB, Université des Sciences Humaines de Strasbourg, dan Université Louis Pasteur, Strasbourg-France. Sekarang Om-G [G=Ganteng, hehehe jangan protes ya...], bekerja sebagai dosen di ITB dan Peneliti Senior di Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi di ITB. Untuk yang ingin mengontak Om-G, silakan kirim e-mail via hermanrs@ti.itb.ac.id Wass, HrswG.

Selanjutnya

Tutup

Money

Menghindarkan Diri dari Investasi Bodong Sebetulnya Gampang, Kok

7 April 2017   15:12 Diperbarui: 7 April 2017   23:00 2947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, setelah tahu ada atau tidaknya izin badan hukum tersebut, maka kita perlu mengecek kebenaran keberadaan perusahaan itu, untuk melihat, jangan-jangan hanya perusahaan papan nama doang. Kita juga mungkin perlu melihat, siapa saja pemilik perusahaan, siapa saja pengurusnya, Dewan Direksinya, struktur organisasinya, dll. Nah ini juga sukar dilakukan. Sebagai pihak yang sudah berhasil mengumpulkan ratusan milyar atau bahkan triyunan rupiah, gedung perusahaan bisa saja megah sekali. Lalu kalau gedungnya megah dan mewah, apakah itu berarti bahwa perusahaannya bonafid dan bisa dipercaya? Kemudian, apakah “marketer”nya akan memperlihatkan dokumen-dokumen itu kepada kita? Kalau misalnya dia sebenarnya bisa, tapi pasti tidak mau..

Keempat, kita juga harus melihat, apakah perusahaan tersebut melakukan penjualan produk investasinya secara sembunyi-sembunyi atau terbuka. Nah ini juga sukar dipakai untuk mengukur apakah perusahaannya bisa dipercaya atau tidak. Lha, para marketernya pasti bilang, ”Lha saya ‘kan menawarkan investasi ini kepada Bapak secara terbuka, tidak sembunyi-sembunyi. Malah saya senang kalau Bapak menawarkannya kepada teman-teman Bapak...”. Lha kita ini ‘kan ndak tahu, apa yang dimasksud dengan “terbuka” atau “sembunyi-sembunyi” oleh OJK...

Jadi? Jadi ya sudahlah, ndak usah serakah... Paling tidak, kita lihat saja kewajaran dari tingkat bunga yang ditawarkan perusahaan investasi itu. Kalau bunga yang ditawarkan (jauh) lebih besar daripada bunga yang ditawarkan perbankan, padahal skema bagaimana perusahaan tersebut “mengembangkan”uangnya juga ndak jelas, apalagi kita juga ndak memegang agunan yang terpercaya (bukan bodong juga) dan dengan nominal yang cukup, maka kita tolak saja mentah-mentah!!!

Sekian dulu dari Om-G ya... Selamat menjalankan aktivitas.

Salam,

Om-G

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun