Ketiga, setelah tahu ada atau tidaknya izin badan hukum tersebut, maka kita perlu mengecek kebenaran keberadaan perusahaan itu, untuk melihat, jangan-jangan hanya perusahaan papan nama doang. Kita juga mungkin perlu melihat, siapa saja pemilik perusahaan, siapa saja pengurusnya, Dewan Direksinya, struktur organisasinya, dll. Nah ini juga sukar dilakukan. Sebagai pihak yang sudah berhasil mengumpulkan ratusan milyar atau bahkan triyunan rupiah, gedung perusahaan bisa saja megah sekali. Lalu kalau gedungnya megah dan mewah, apakah itu berarti bahwa perusahaannya bonafid dan bisa dipercaya? Kemudian, apakah “marketer”nya akan memperlihatkan dokumen-dokumen itu kepada kita? Kalau misalnya dia sebenarnya bisa, tapi pasti tidak mau..
Keempat, kita juga harus melihat, apakah perusahaan tersebut melakukan penjualan produk investasinya secara sembunyi-sembunyi atau terbuka. Nah ini juga sukar dipakai untuk mengukur apakah perusahaannya bisa dipercaya atau tidak. Lha, para marketernya pasti bilang, ”Lha saya ‘kan menawarkan investasi ini kepada Bapak secara terbuka, tidak sembunyi-sembunyi. Malah saya senang kalau Bapak menawarkannya kepada teman-teman Bapak...”. Lha kita ini ‘kan ndak tahu, apa yang dimasksud dengan “terbuka” atau “sembunyi-sembunyi” oleh OJK...
Jadi? Jadi ya sudahlah, ndak usah serakah... Paling tidak, kita lihat saja kewajaran dari tingkat bunga yang ditawarkan perusahaan investasi itu. Kalau bunga yang ditawarkan (jauh) lebih besar daripada bunga yang ditawarkan perbankan, padahal skema bagaimana perusahaan tersebut “mengembangkan”uangnya juga ndak jelas, apalagi kita juga ndak memegang agunan yang terpercaya (bukan bodong juga) dan dengan nominal yang cukup, maka kita tolak saja mentah-mentah!!!
Sekian dulu dari Om-G ya... Selamat menjalankan aktivitas.
Salam,
Om-G
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H