Mohon tunggu...
Herman R. Soetisna
Herman R. Soetisna Mohon Tunggu... -

Pelopor ergonomi industri terapan di Indonesia untuk peningkatan level K3, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, dan peningkatan "quality of working life" ini -katanya- pernah bersekolah di Teknik Industri ITB, Université des Sciences Humaines de Strasbourg, dan Université Louis Pasteur, Strasbourg-France. Sekarang Om-G [G=Ganteng, hehehe jangan protes ya...], bekerja sebagai dosen di ITB dan Peneliti Senior di Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi di ITB. Untuk yang ingin mengontak Om-G, silakan kirim e-mail via hermanrs@ti.itb.ac.id Wass, HrswG.

Selanjutnya

Tutup

Money

Membuat Iklim Investasi yang Kondusif untuk Sektor Hulu Migas

16 September 2016   16:59 Diperbarui: 16 September 2016   18:22 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Facebook : www.facebook.com/herman.soetisna.5

Twitter : @HermanSoetisna

[1]     Karena pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga jumlah kendaraan pun meningkat. Selain itu, walaupun sedang terus diupayakan, public transport yang diharapkan bisa menggantikan (sebagian besar) penggunaan mobil pribadi agaknya perlu waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan hasilnya dalam mengurangi konsumsi BBM (selain untuk mengurangi kemacetan jalan).

[2]     Pemerintah kemudian membuat kebijakan bahwa sumber energi perlahan-lahan mulai dialihkan ke gas (walaupun antara minyak dan gas berbeda, dalam tulisan ini Om-G tidak membeda-bedakannya, dan menyebutnya sebagai “migas” saja).

[3]     Agaknya Pemerintah mesti campur tangan untuk penurunan konsumsi BBM ini. Rasanya ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk hal ini. Nanti kita bahas deh ya.?

[4]     Bahkan dalam http://www.kompasiana.com/kompasiana/blog-competition-menciptakan-iklim-investasi-yang-baik-untuk-industri-hulu-migas-indonesia_57b2ad5f6323bdfa0c267f47, disebutkan bahwa “minat investasi di industri hulu migas tidak terlalu menggembirakan. Pemerintah kesulitan mendapatkan investor dalam lelang wilayah kerja migas. Selain itu, kegiatan eksplorasi oleh investor yang sudah masuk ke Indonesia juga tidak selalu berjalan mulus”. Hal-hal ini, antara lain, tentu akhirnya berpegaruh pada besaran lifting migas.

[5]     Selain kegiatan seismik, pemboran dalam rangka eksplorasi migas ini orde-nya dalam ribuan meter, lebih dalam daripada pemboran untuk pencarian batubara misalnya, yang hanya puluhan meter.

[6]     Durasi belasan tahun ini baru “masa tunggu” untuk penerimaan pertama lho, belum mencapai “Pay Back Period” di mana semua pengeluaran kita tertutupi oleh penerimaan dari penjualan migas yang dihasilkan.

[7]     KKS ini sering pula disebut sebagai PSC, Production Sharing Contract.

[8]     Karena data dan informasi mengenai kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh perusahaan X merupakan data yang yang berharga/mahal (karena biaya untuk memperolehnya pun memang besar sekali), maka perusahaan X tentu tidak akan “membuka”nya untuk perusahaan-perusahaan lain (kecuali bila ada kesepakatan saling “barter” data antara perusahaan X dan Y misalnya. Ini pun tidak selalu mudah karena keluasan wilayah kerja dan kualitas data antara perusahaan X dan Y ini bisa saja tidak setara...).

[9]     Seperti sudah disebutkan pada bagian sebelumnya, waktu belasan tahun ini adalah durasi dihitung dari saat kegiatan eksplorasi sampai ladang migas yang ditemukan dan lalu dieksploitasi. Itu pun kalau migasnya ditemukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun