Pengaturan-pengaturan ini memang diperlukan, dan merupakan kedaulatan Pemerintah, tetapi disadari atau tidak, hal ini turut pula berkontribusi pula dalam hal berkurangnya minat investasi perusahaan-perusahaan di sektor hulu migas. Agaknya hal ini perlu dibicarakan bersama antara para pihak, agar setidaknya di awal-awal, di masa eksplorasi, perusahaan-perusahaan hulu migas tidak usah terlalu terbebani oleh banyak hal, padahal belum tentu juga migasnya ditemukan di wilayah itu.
4. Masih Kurang Ekonomisnya Penggunaan Teknologi untuk Meningkatkan Lifting Migas di Sumur-sumur Tua.
Menurut keterangan, diketahui bahwa migas yang dapat dikeluarkan dari ladang-ladang migas hanya sekitar 25% dari cadangan yang ada. Untuk meningkatkan prosentase liftingtersebut diperlukan teknologi tertentu, sehingga cadangan yang dapat diambil menjadi lebih besar, yaitu misalnya menjadi sekitar 35-40%. Teknologi yang dipakai misalnya dengan menyuntikkan uap panas atau zat-zat tertentu (surfaktan) ke dalam sumur migas.
Masalahnya, teknologi yang ada tadi masih dirasa mahal, apalagi dihubungkan dengan harga crude oil yang menurun pada saat sekarang ini, dan masih jauh dari lifting 100%. Tetapi bila teknologi mengenai hal ini dikembangkan terus, siapa tahu bisa menjadi murah, lebih murah dari pendapatan dari penjualan migasnya. Analogi yang mungkin cukup relevan, walaupun berkaitan dengan hal lain adalah mengenai ditemukannya teknologi yang “murah” untuk memproduksi shale oil dari oil shale rock fragments yang menyebabkan ongkos produksi shale oil tadi menjadi murah.
Jadi, iklim investasi yang bagaimana yang kondusif untuk sektor hulu migas?
Walaupun tidak selalu merupakan hal yang sederhana karena menyangkut banyak pihak, termasuk pilihan apakah “lebih baik menerima sekarang (yang lebih sedikit, tetapi tanpa risiko) ataukah menunda menerima sekarang dengan harapan di masa mendatang akan bisa mendapatkan lebih banyak”, barangkali kita bisa menyebutkan bahwa pada dasarnya iklim investasi yang kondusif yang diharapkan bisa mendorong perusahaan-perusahaan hulu migas untuk berinvestasi di bidang yang berisiko tinggi ini adalah sebagai berikut:
- Luas wilayah kerja migas (wilayah KKS) dibuat menjadi lebih besar (misalnya minimal 10 ribu kilometer persegi), sehingga perusahaan hulu migas yang memenangkan tender bisa mendapatkan gambar pemetaan yang lebih memungkinkan mereka untuk mendapatkan migas yang dicari.
- Penundaan kewajiban pembayaran “signature bonus” sampai diketemukannya migs di wilayah yang dieksplorasi.
- Pengenaan PBB untuk luasan wilayah eksploitasi saja (yaitu wilayah sumur/ladang migas, gathering station, pipeline, dsb), bukan keseluruhan luasan wilayah kerja migas atau wilayah KKS. Lebih diharapkan lagi adalah bila pengenaan kewajiban pembayaran PBB tadi adalah pada saat migasnya sudah ditemukan. Agar tidak merugikan Pemerintah, mungkin bisa saja diatur bahwa tarif PBB untuk perusahaan hulu migas ini lebih besar daripada tarif PBB biasa. Hal yang disebutkan terakhir ini agaknya tidak akan mendapat tentangan dari perusahaan, karena bila migasnya sudah ditemukan, mereka pun sudah mendapatkan penghasilan dari penjualan minyak mentah yang dihasilkan.
- Perijinan yang disederhanakan, dan sebagian ditunda penerapannya sampai migas nya ditemukan.
- Adanya pendorongan dan insentif khusus (dari Pemerintah) bagi penelitian-penelitian untuk mendapatkan teknologi peningkatan liftingmigas dari sumur-sumur tua, agar teknologi tersebut menjadi lebih ekonomis untuk diterapkan, yang akhirnya akan meningkatkan liftingtotal.
Nah, sekian dulu tulisan dari Om-G ya...
Mudah-mudahan ada manfaatnya untuk menciptakn iklim yang kondusif bagi tumbuhnya investasi di sektor hulu migs. Bagi para pakar yang ingin menambahkan, ya monggo... da Om-G mah siapa atuh...
Bonne journée et bon weekend àtous!
Salam untuk semuanya.
Om-G.