Jadi bagaimana, sih?
Begini, first of all, ato kata Om François Hollande mah “premièrement”, aturannya sudah ada ‘kan? Good. Tapi mungkin perlu dikaji lagi apakah dendanya itu bakalan bisa bikin kapok semua orang, semua jenis orang: yang kaya maupun yang sama sekali nggak kaya. Untuk orang yang kaya, mungkin perlu “hukuman khusus” seperti disebut di atas tadi. Untuk kaum the have not, suudzon nya sih jangan-jangan mereka ada yang sengaja melanggar agar ditangkap lalu dipenjara. [Jangan-jangan, barangkali saja ada yang berpikiran: “Lumayan, seminggu makan gratis nih”. Absurd banget ya? Yé siapa tau ada orang yang berpikiran seperti itu, terutama kalau untuk makan sehari-hari saja susah, ya lumayan lah kalau ada yang ngasi makan... Lha kalau ini yang terjadi gawat nih, penjara bakal penuh dong oleh orang-orang yang niatnya cuma ingin dikasi makan...].
Pikirkan pula, penyediaan tempat-tempat sampah di lokasi-lokasi strategis, di mana banyak orang, sebelumnya, suka buang sampah di situ.
Di acara TV yang pernah Om G lihat baru-baru ini, ada ibu-ibu yang beralasan bahwa dia buang sampah ke sungai karena di sekitar situ tidak disediakan tempat sampah. Weleh-weleh, manja banget si ibuk ini, dan mengada-ada bingits geetoo... Di jalan jalan di Singapura tadi, kalau kita makan permen trus mau buang bungkusnya tapi nggak ada tempat sampah di dekat-dekat situ, apa kita akan nekat buang sampah di jalan dengan alasan gak ada tempat sampah? Sok aja kalau berani mah...[Paling-paling yang banyak dilakukan orang adalah menyimpan dulu bungkus permennya di kantong, dan baru dibuang kemudian, di tempat yang ada tempat sampahnya].
Kembali ke yang tadi, kalau pun akhirnya Pemerintah menyediakan tempat-tempat sampah di dekat sungai, mestinya harus diperhitungkan bahwa tempat-tempat sampah itu mencukupi secara volume, dan penempatannya tidak terlalu berjauhan (yang bikin orang malas jadi lebih malas untuk menempuh jaraknya). Tapi agaknya juga harus dipikirkan bagaimana agar tempat sampahnya nggak dicolong orang... [Believe it or not, di sebuah tempat ibadah yang bagus di Bandung (yang juga mempunyai tempat resepsi pernikahan yang tergolong nomor wahid), dari hasil ngobrol-ngobrol diketahui bahwa di situ konon pernah disediakan puluhan tempat sampah, yang sebelum sebulan sebagian besarnya hilang... Hebat pisan orang Indonesia mah ya, fasilitas umum yang harganya tidak seberapa itu juga dicolong... Barangkali karena “sense of belonging” nya sangat tinggi ya..? Hehehe banget dah...].
Barangkali boleh juga dipikirkan tentang pemasangan CCTV di tempat-tempat tersebut yang terhubung ke Polsek terdekat, biar polisi bisa cepat datang untuk nangkep si pelaku, baik pelaku pembuang sampah maupun pelaku yang nyolong tempat sampah...
Juga, tempat-tempat sampah tadi harus dikosongkan secara reguler, minimal dua kali sehari agar tidak dijadikan alasan lagi oleh ibu ibu yang kayak tadi: Lha mau buang sampah di mana lagi, wong tempat sampahnya penuh? Ah aya aya wae si ibu mah...
Ke-dua, sosialisasikan hal tersebut seluas-luasnya kepada masyarakat, jangan hanya disimpan di dalam laci atau merasa sudah menyosialisikannya... di dalam rapat! (Heu...bagaimana masyarakt bisa tahu atuh..!). Moda sosialisasinya juga harus dibuat macam-macam, misalnya dengan baligho, via siaran radio, tv, via surat kabar, selebaran atau apapun... sehingga dibuat nggak mungkin aja kalau ada yang bilang bahwa dia tidak tahu...
Ke-tiga, lakukan monitoring/pengawasan dengan menempatkan petugas (misalnya Polisi, Hansip ataupun Satpol PP...) untuk mengawasi bila ada orang yang membuang sampah ke saluran air atau sungai; ditangkep deh, trus diproses... Hendaknya law enforcement ini dilaksanakan secara konsisten: yang bersalah ya harus dikenai sanksi. Nggak peduli dia adalah Pak Lurah, wartawan, anggota DPR yang terhormat, atau siapapun! Nggak peduli dia adalah teteh-teteh yang cantik bahenol dan kinyis-kinyis... Nggak peduli dia bilang bahwa dia nggak sengaja melakukannya... (halah, buang sampah di sungai kok nggak sengaja. Bohong banget!).
Ke-empat, diadakan sistem sumbang saran sebagai saluran untuk menampung feedback, usulan dan saran dari masyarakat (yang peduli!) agar aturan tentang larangan membuang sampah ini efektif dalam pelaksanaannya... Feedback, usulan dan saran ini kemudian diolah oleh “Tim Petugas Tindak Lanjut” untuk mematangkan usulan tersebut (kiranya logis bila dikatakan bahwa “Tim Petugas Tindak Lanjut” ini harus diisi oleh para anggota yang well educated yang diharapkan akan lebih mampu menindaklanjuti usulan-usulan tersebut ―secara teknis dan sosial―, bukan orang-orang yang sudah bertahun-tahun ke sana kemari melamar pekerjaan tapi nggak diterima-terima...).
Ke-lima, pimpinan puncaknya (Om Ahok kalau di Jakarta, atau Om Emil kalau di kota Bandung, pokoké mah Boss tertinggi deh...) harus mengupayakan agar Program “Tidak Melempar Sampah Ke Sungai” ini selalu “ON”, tidak “anget-anget chicken’s shit” (halah, pasti ngerti artiné, ‘kan? Hehehe, bcanda doang ini mah, Om... Tante...), termasuk menjaganya dari pihak-pihak tertentu yang ingin bahwa program ini “OFF”... (siapa tahu ada... Contoh kecilnya: di samping adanya Program Pemberantasan Korupsi, ada juga pihak-pihak yang ingin KPK dibubarkan, ’kan?).