[Kompasiana.com/Om-G, Ergonomi terapan, K3, Okt.2015].
Kami turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya 12 orang dan 70 an korban luka-luka pada kejadian kebakaran di tempat karaoke di Manado. Tragis sekali, orang datang ke tempat karaoke tentunya untuk bersenang-senang, eh tidak tahunya malah ada kebakaran di situ... Tentunya kita semua berharap agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi, tetapi bagaimana caranya?
Tanpa bermaksud mendahului penyelidikan di TKP a.k.a tempat kejadian perkara yang mungkin sampai sekarang masih berlangsung, Om-G ingin menyampaikan beberapa hal untuk bahan brain-storming agar di masa-masa yang akan datang, peristiwa serupa tidak terulang lagi. Dan karena Om-G tidak tahu persis keadaan di sana, ini mah berdasarkan keadaan yang umum saja, yang di banyak tempat mungkin saja seperti ini. Ini dia bahan brainstorming dari Om-G:
- Kalau tidak salah, sudah ada aturan bahwa tempat-tempat umum harus mempunyai, paling tidak, pintu ke luar masuk pada arah yang berlawanan (lihat gambar-1) [Tentunya di luar pintu-pintu tadi tidak boleh mentok ke tembok, tetapi harus ada jalan lanjutannya...]. Jadi misalnya, pintunya ada di Utara dan Selatan atau Barat dan Timur. Dan selain pintu-pintu tadi boleh saja ada pintu-pintu yang lain.
Gambar-1
Maksudnya tentu agar bila terjadi kebakaran di salah satu sisi/pintu, maka orang-orang yang sedang berada di ruangan tersebut dapat menyelamatkan diri melalui pintu lain di sisi yang berlawanan. Sayangnya, kadang-kadang secara akal-akalan “pintu pada arah berseberangan" tadi diubah menjadi seperti pada gambar-2 berikut ini [Lha kalau seperti ini kok tetap mendapat izin ya? Au ah gelap...]:
Lha kalau seperti ini kalau ada kebakaran di bagian depan, trus evakuasinya ke mana, Om-G? Nah ya itulah kenapa Om-G menyebut itu sebagai “akal-akalan”. Hanya supaya kelihatannya sudah memenuhi aturan, padahal kalau ada apa-apa, bingung deh mau menyelamatkan diri ke mana, wong di gang nya juga cuma bisa menuju ke bagian depan...
Trus bagaimana mengatasinya, Om-G? Menurut Om-G mah semua tempat-tempat umum tadi harus diperiksa ulang, dan kalau keadaannya seperti gambar ke dua (yang “akal-akalan”), mungkin patut dikaji kemungkinan untuk membekukan dulu izinnya, dan nanti segera bisa dibuka kembali kalau keadaannya sudah diperbaiki.
Lha, bagaimana kalau di bagian belakangnya sudah mentok, misalnya mall atau kebonnya orang lain? Kalau mall mah gampang, bekerjasama saja dengan mall tsb, trus bikin deh pintu tembus antara ke dua tempat tadi, beres toh? Bagaimana kalau kebun orang? Ya kerjasama juga saja, toh dibukanya juga hanya dalam keadaan emergency doang... Paling-paling mengganti kerusakan pada kebon. Lha daripada mempertaruhkan nyawa orang, iya nggak?
- Dari berita di televisi, seorang korban selamat mengatakan bahwa pada peristiwa itu dia tidak mendengar bunyi alarm... Menurut Om-G mah ini ada beberapa kemungkinan: (1). Alarmnya memang tidak dipasang (dengan perkataan lain, alarm-nya gak ono), (2). Alarm yang dipasang memang tidak berfungsi sejak awal [konyol banget ya, ini sih hanya supaya kelihatannya saja sudah pake alarm; “yang penting murah”..., (3). Detektor asapnya ada tetapi kurang/terlalu jarang, dan (4). Alarmnya pada awalnya berfungsi, tapi lalu rusak dan tidak ketahuan bahwa itu rusak.
Bagaimana menanggulangi hal ini? Intinya mah ada dua: (1). Monitoring/ pengawasan secara seksama sebelum pemberian izin operasi, dan (2). Pemeriksaan/simulasi secara reguler (minggu seminggu sekali atau lebih sering, bisa oleh pihak perusahaan sendiri) untuk memastikan bahwa sistem alarm (alarm-nya sendiri, perkabelannya dan detektor asapnya) semuanya masih berfungsi dengan baik.
- Masih berkaitan dengan butir di atas, karena di tempat karaoke biasanya dipasangi peredam suara (yang biasanya mudah terbakar), maka keberadaan detektor asap menjadi sangat penting.