Aturan mengenai transfer pricing di Indonesia tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, khususnya pada Pasal 18. Dalam pasal tersebut, diatur mengenai hubungan istimewa antara wajib pajak dan kewajiban untuk menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
Prinsip dasar dalam transfer pricing adalah prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm's length principle). Artinya, harga yang ditetapkan dalam transaksi antar perusahaan afiliasi harus sama dengan harga yang akan disepakati oleh pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa dalam transaksi yang sejenis, dalam kondisi dan keadaan yang sama.
Metode Penentuan Harga Transfer
Untuk menentukan apakah harga transfer yang diterapkan sudah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain:
- Metode Harga Banding yang Tidak Terkendali (Comparable Uncontrolled Price Method): Membandingkan harga transaksi yang sedang diperiksa dengan harga transaksi yang sejenis antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.
- Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method): Membandingkan harga jual kembali suatu barang atau jasa dengan harga beli dari pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
- Metode Biaya Plus (Cost Plus Method): Menambahkan margin keuntungan yang wajar atas biaya produksi atau jasa yang diberikan.
- Metode Profit Split: Membagi laba yang dihasilkan dari suatu transaksi berdasarkan kontribusi masing-masing pihak.
Dokumen Master File dan Country-by-Country Report (CbCR)
Untuk meningkatkan transparansi dan kepatuhan terhadap aturan transfer pricing, pemerintah Indonesia juga mewajibkan perusahaan multinasional untuk menyusun:
- Dokumen Master File (DMF): Dokumen yang berisi informasi umum mengenai struktur bisnis, strategi bisnis, dan analisis risiko terkait transfer pricing.
- Country-by-Country Report (CbCR): Laporan yang berisi informasi mengenai alokasi laba, pajak terutang, dan jumlah karyawan di setiap negara tempat perusahaan beroperasi.
Sanksi Pelanggaran
Bagi wajib pajak yang tidak mematuhi aturan transfer pricing, dapat dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan denda, serta sanksi pidana.
Tantangan dalam Penerapan Transfer Pricing di Indonesia
- Kompleksitas: Aturan transfer pricing sangat kompleks dan terus berkembang.
- Kurangnya Data Banding: Sulit untuk menemukan data banding yang benar-benar comparable untuk semua jenis transaksi.
- Perbedaan Interpretasi: Terkadang terjadi perbedaan interpretasi antara wajib pajak dan otoritas pajak mengenai penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Transfer pricing merupakan isu yang sangat penting dalam perpajakan di Indonesia. Dengan memahami prinsip-prinsip dasar transfer pricing dan peraturan yang berlaku, perusahaan multinasional dapat memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dan menghindari risiko sanksi.