Mohon tunggu...
olivia sriarumkusuma
olivia sriarumkusuma Mohon Tunggu... Jurnalis - idelism.

Mahasiswi Ilmu Komunikasi konsentrasi Jurnalistik yang memiliki ketertarikan lebih dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Meredam Isu Perpecahan, Mahasiswa Wajib Berperan!

1 Juni 2019   00:11 Diperbarui: 2 Agustus 2019   15:41 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: blokBojonegoro.com)

Anacharsis, seorang filsuf Skit berkata, "Jika kita tidak bisa mengakhiri perbedaan-perbedaan kita, paling tidak kita dapat membantu dunia aman untuk keanekaragaman." Sudah seharusnya kutipan ini menjadi prinsip kita sebagai makhluk sosial yang memiliki isi kepala berbeda antara satu dengan yang lainnya. 

Perbedaan pikiran, pandangan, sampai pilihan calon pemimpin yang tidak hanya dalam aspek politik tetapi juga seluruh aspek kehidupan lainnya tidak seharusnya menjadi alasan terjadinya perpecahan. Ironisnya, masih banyak masyarakat yang belum sadar akan hal ini. Lalu, apa solusinya? Bagaimana mahasiswa sebagai golongan intelektual seharusnya bersikap?

Berkaca dari peristiwa 22 Mei 2019

Banyak perisitiwa serupa kerusuhan 22 Mei lalu terjadi, peristiwa berujung perpecahan yang tidak dapat dipungkiri berawal dari perbedaan pandangan dan pilihan calon pemimpin. Saat perisitwa seperti ini terjadi, kerusuhan bukan hanya terjadi di lapangan. Cuitan provokatif netizen, penyebaran informasi tanpa verifikasi, berbagai tagar frontal, dan adu argumen di media sosialpun semakin memperpanas suasana. Saat itu pemerintah bahkan membatasi akses beberapa media sosial sebagai upaya mengurangi penyebaran hoax dan resiko provokatif lainnya.

Banyak kerugian baik material maupun nonmaterial pasca peristiwa ini terjadi. Mengutip dari cnnindonesia.com, terdapat banyak kerusakan pada sejumlah aset di titik peristiwa, seperti aset Dinas Bina Marga yaitu halte atau JPO, jalur hijau Jalan MH Thamrin, Fly Over Jati Baru, dan lain-lain. Dengan demikian tentunya peristiwa berujung kerusuhan, perpecahan, dan kekerasan seperti ini tidak boleh terjadi lagi.

Mahasiswa dan Media Sosial

Jika ada pertanyaan "Mengapa harus mahasiswa yang wajib menjadi ujung tombak peredam potensi perpecahan?" Maka jawabannya, mahasiswa merupakan suatu lapisan penting berbekal intelektulitas yang diakui masyarakat, salah satu golongan yang harus menerapkan tiga kewajiban atau yang kita kenal Tri Dharma perguruan Tinggi; Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan, serta Pengabdian pada Masyarakat. Bersumpahkan; Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan, Berbangsa satu, bangsa uang gandrung akan keadilan, Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan. Apalagi dengan penggunaan media sosial, segala sesuatu yang berasal dari mahasiswa pastilah memiliki kekuatan kredibilitas tersendiri bagi masyarakat umum yang membacanya.

Di media sosial, mengutip dari amp.kompas.com, dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), tahun 2018, "Mayoritas lulusan S1 dan Diploma juga telah menggunakan internet, yakni sebanyak 79,23%" dengan angka ini, mahasiswa diharapkan mampu menggunakan segala haknya dalam bersosial media dengan bijaksana, tidak menyebar informasi tanpa verifikasi, dan tidak memperkeruh suasana dengan konten-konten negatif disaat isu dan potensi perpecahan tengah memanas.

Bagimana Seharusnya Mahasiswa Berperan Sebagai Peredam Potensi Perpecahan

(Sumber foto: Olivia SKW)
(Sumber foto: Olivia SKW)

Saat berdiskusi dengan kami, Dosen Komunikasi Politik Universitas Pakuan Bogor, David Rizar Nugroho, S.S., M.Si. secara gamblang mengatakan, "Banyak pihak yang mengklaim peristiwa 22 Mei akan sama dengan perisitwa Mei 98 lalu. Padahal kedua peristiwa tersebut jelas berbeda, karena di perisitwa 22 Mei sendiri mahasiswa bukanlah pihak yang berperan sebagai demonstrator. Selain itu perisitwa 98 Mei jelas merupakan medan memerangi rezim."

Ia juga melihat mahasiswa Indonesia baru mengambil sifat yang tidak terlalu kritis namun juga tidak bisa dikatakan apatis, menurutnya mahasiswa cenderung bersikap "wait and see" karena memang seolah sudah ada kesadaran bahwa situasi yang tengah mereka lihat saat ini bukanlah berasal dari inisiatif mereka. Saat ditanya mengenai bagaimana seharusnya mahasiswa sebagai agen peredam potensi perpecahan bersikap, ia mengatakan mahasiswa bisa berperan dalam upaya "menenangkan" masyarakat. 

Memanfaatkan media secara optimal dengan membuat berbagai konten positif, memberi paham yang lebih intens kepada masyarakat bahwa dalam proses demokrasi sendiri semua kubu dituntut untuk tidak hanya memiliki mental "siap menang" tetapi juga "siap kalah", dan menanamkan sikap kenegarawanan yang tinggi kepada semua lapisan masyarakat.

Tanggapan Presiden Mahasiswa Beberapa Kampus di Bogor

1. Presiden Mahasiswa IPB Periode 2018-2019, Muhammad Nurdiyansyah. Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Manajemen

(wawancara dilakukan tanpa tatap muka)

Kondisi sosial kampus IPB masih terbilang cukup kondusif di tengah memanasnya polemik bangsa, meskipun di beberapa momen sempat hidup pula diskusi dan penyikapan perihal polemik negeri. 

Saat ditanya bagaimana upaya Nurdiyansyah sebagai presma, organisasi kampus khususnya BEM KM IPB dalam menjaga kerukunan di lingkungan kampus ditengah banyaknya perbedaan pandangan politik, ia menjawab mereka telah aktif membuka ruang diskusi dengan masif, baik dikalangan keluarga mahasiswa IPB, organisasi mahasiswa, maupun civitas kampus lainnya sehingga kondusifitas kampus menjadi tanggungjawab seluruh civitas akademik IPB. 

Beberapa waktu lalu juga IPB menjadi tuan rumah Kongres Kebangkitan Mahasiswa, dan hal ini sangat mendapat dukungan dan antusiasme yang sangat baik dari KM IPB maupun civitas akademik lainnya.  Sebagai representatif mahasiswa se-Indonesia, Nurdiyansyah berpesan kepada teman-teman mahasiswa lainnya untuk tetap bersikap dan bergerak, bangun kembali budaya diskusi dan ruang aspirasi. 

Junjung tinggi intelektual, moralitas, dan idealisme. Karena itu bagian dari identitas mahasiswa. Terakhir, diamnya mahasiswa adalah bentuk pengkhianatan terhadap tanggung jawabnya sebagai agent of change dan social control.

2. Presiden Mahasiswa Universitas Pakuan Periode 2018-2019, Muhammad Dwiyansyah Damanik. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

img-20190531-234034-5cf15958fc75a145415c658c.jpg
img-20190531-234034-5cf15958fc75a145415c658c.jpg

(Sumber foto: Instagram.com/muhammaddwiansyah)

Karena mahasiswa Universitas Pakuan paham betul akan dilarangnya politik praktis masuk kelingkungan kampus kecuali keilmuwan politik sebagai kajian akademis, jadi kondisi sampai saat ini bisa dibilang kondusif. Hanya ada perbedaan pandangan yang terjadi di diskusi personal saja, tidak sampai ke ranah organisasi. 

Sebagai pemegang amanah di BEM KBM Univesitas pakuan, Dwiyansyah mengatakan polarisasi pandangan politik maupun pilihan calon pemimpin pasti ada, namun diluar konteks itu, ketika selesai berdebat, persahabatan harus tetap terjalin. Untuk menanamkan nilai-nilai itu, perlu ada tokoh, ada kata kunci yaitu "solidaritas", argumentasi, fakta, dan data. 

Mahasiswa harus sadar dirinya sebagai akademisi yang membahas segala sesuatu melalui sudut pandang ilmu pengetahuan bukan subjektivitas pribadi. Sebagai mahasiswa yang berorganisasi, sosialisasikan bahwa persatuan adalah hal yang paling penting untuk dijaga.

Secara tegas Dwiyansyah mengatakan Universitas Pakuan tidak akan teracuni politik praktis yang berpotensi memecah belah persatuan. Mahasiswa Pakuan secara personal juga banyak yang terafiliasi dengan organisasi diluar kampus, mereka secara aktif mensosialisasikan pemilu damai, menjaga kerukunan, turun langsung ke jalan pada saat car free day mensosialisasikan seperti apa pemilu saat ini di tengah polarisasi kebangsaan dibawah entitas keagamaan, jangan sampai terjadi keributan dan perpecahan. 

Dwiyansyah yang mengaku lebih nyaman ditempatkan sebagai representatif mahasisiwa Universitas Pakuan daripada representatif mahasiswa se-Indonesia ini berpesan, mahasiswa itu dikenal sebagai cendekiawan muda. Oleh karena itu, independensi sangatlah penting. Yang berasal dari mahasiswa kita tindak secara akademis dan yang berasal dari masyarakat kita tindak secara realis. 

Mahasiswa harus menjaga komintmennya sebagai pengawas kritis jalannya pemerintahan dan bukan sebagai oposisi. Organisasi haruslah menjaga intelektualitasnya agar tidak tersusupi kepentingan asing.

Tips Berkomitmen Meredam Perpecahan Ala Teman-Teman Mahasiswa

1. Agritama Hegar Winara, Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Ibnu Khaldun

(Sumber foto: Siti Fauziah)
(Sumber foto: Siti Fauziah)

Menurut Hegar, kondisi politik di Indonesia saat ini cukup memperihatinkan. Kepentingan para pejabat menjadikan rakyat sebagai korban. Cara Hegar untuk tetap idealis dan meredam perpecahan di tengah kondisi seperti ini adalah aktif memilah mana yang benar dan salah. 

Hegar berpesan untuk teman-teman mahasiswa, "Jangan takut untuk mengeluarkan aspirasi kalian, karena kita memang diharuskan kritis berbekal ilmu yang kita punya. Jangan munafik dengan membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar."

2. Ardi Ardiansyah, Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas, Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, Universitas Pakuan

(Sumber foto: Siti Fauziah)
(Sumber foto: Siti Fauziah)

Menurutnya, saat ini kondisi politik di Indonesia sedang rumit. Banyak sekali berita hoax yang tidak jelas sumbernya dan memicu perpecahan, terutama menganai pilpres pada April lalu. Cara agar tetap idealis meredam perpecahan ala Ardi adalah dengan pintar menyaring berita dan tidak mudah percaya pada sumber berita yang tidak jelas. 

Pesannya untuk teman-teman mahasiswa, "Sebelum melakukan tindakan, kita sebagai mahasiswa harus terlebih dahulu mendapat fakta, jangan bertindak berdasarkan berita bohong."

3. M Rizky Fajriansyah, Jurusan Manajemen Asuransi, Sekolah Tinggi Manajemen Resiko dan Asuransi

(Sumber foto: Andini Luthfia)
(Sumber foto: Andini Luthfia)

Kondisi politik di Indonesia sedang mengalami masalah apalagi setelah pengumuan hasil pemilu 2019 yang memicu terjadinya aksi demo. Demo ini pada akhirnya dimanfaatkan oleh okmum-oknum tertentu untuk menghancurkan persatuan kita yang berfilosofi kepada Pancasila. 

Cara Rizky untuk tetap menjaga idelismenya sebagai mahasiswa dan peredam perpecahan adalah dengan tetap memegang teguh prinsip bahwa NKRI adalah negara kesatuan walaupun banyak perbedaan. Memulai dari diri sendiri, meningkatkan rasa cinta kita kepada NKRI. Untuk teman-teman mahasiswa lainnya Rizky berpesan, "Mahasiswa adalah golongan kritis. Tetaplah berdiri teguh pada NKRI, jangan berselisih hanya karena perbedaan paham apalagi pilihan."

4. M Fadillah Ichsan, Jurusan Akuntansi, IPB D3 Vokasi

(Sumber foto: Andini Luthfia)
(Sumber foto: Andini Luthfia)

Menurut Fadillah, jika dibandingkan tahun 98 kondisi politik Indonesia sudah jauh lebih baik. Namun, karena banyaknya hoax yang beredar, suasana seringkali memanas. Ia berpesan untuk teman-teman mahasiswa lainnya, agar jangan bersikap "bodoh" dan terbawa arus, aktif memikirkan kedua sisi dalam menghadapi berbagai isu, jangan merasa paling benar. 

Sebagai Agent of Change, mahasiswa harus Open Minded dan berpikir dua kali sebelum mengikuti sebuah paham atau kegiatan apalagi yang berbau politik.

Semoga artikel ini bermanfaat dan senantiasa menjadi pengingat bagi teman-teman mahasiswa di seluruh Indonesia. Tetaplah menjunjung idealisme sebagai golongan intelektual kepercayaan masyarakat dan semangat pesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun