Mohon tunggu...
Ko Bernadette Olivia Kosasih
Ko Bernadette Olivia Kosasih Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Binus Online Learning

Jurusan Manajemen Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

TKI sebagai "Pahlawan Devisa Negara" Sepatutnya Dilindungi oleh Negara Sendiri

27 Oktober 2019   16:05 Diperbarui: 27 Oktober 2019   16:31 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap negara memang sudah selayaknya dapat menyejahterakan warga negaranya. Begitu pun sebaliknya dengan masyarakat, tentunya ingin mendapatkan hidup yang baik dan tercukupi oleh pemerintah. 

Negara Indonesia dapat menyejahterakan warga negara dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup dan pekerjaan yang layak. Hal ini dapat membantu masyarakat untuk menafkahi keluarga dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Namun, kenyataan tak sebanding dengan keinginan yang telah diimpi-impikan. Memang angka pengangguran telah turun dari angka 5,13 persen di tahun 2018 menjadi 5,01 persen di tahun 2019 ini (sumber: CNN Indonesia). Tetapi tetap saja bila dihitung dari sekian banyaknya penduduk Indonesia, lapangan pekerjaan yang disediakan pemerintah ternyata belum cukup memenuhi.

Pada dasarnya, setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan sandang, papan, pangan, dan kebutuhan lainnya. Demi memenuhi seluruh kebutuhan tersebut, tentunya masyarakat berupaya mendapatkan uang dengan bekerja. 

Namun ironis, melihat kurangnya lapangan pekerjaan yang telah disediakan pemerintah, tidak heran banyak masyarakat yang memilih alternatif lain untuk mencari mata pencaharian di luar negeri yaitu sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia).

Menurut Pasal 1 bagian (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, TKI (Tenaga Kerja Indonesia) merupakan setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. 

Dalam hal ini, warga negara Indonesia yang menjadi TKI di luar negeri pada umumnya bekerja sebagai asisten rumah tangga. Para pekerja yang didominasi oleh perempuan ini, rela menjadi tulang punggung keluarga demi menghidupi anak dan keluarganya.

Selanjutnya Pasal 1 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 2004 menyebutkan bahwa penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurus dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan. 

Negara yang biasanya dijadikan sasaran penempatan TKI adalah Malaysia, Taiwan, China (Hongkong), Brunei Darussalam, dan Arab Saudi. Tetap Malaysia menjadi pilihan utama TKI sebagai tempat bekerja, dikarenakan berbagai faktor yang ada di Malaysia seperti geografis, bahasa, dan budaya masih menyerupai dengan yang ada di Indonesia.

Para buruh migran atau TKI ini telah mendapat julukan sebagai pahlawan devisa bagi negara Indonesia. Terlihat hingga Mei 2019, FBI (Fee Based Income) dari pengiriman uang TKI ke Tanah Air telah menyumbang sebesar 82,12 persen terhadap total pendapatan komisi bisnis remitansi, atau Rp34,16 miliar. Tanpa disadari, remitansi TKI ini sudah membantu menggerakan perekonomian negara Indonesia.

Namun, julukan 'pahlawan' ini tidak menjamin para TKI diperlakukan selayaknya pahlawan. Masih banyaknya polemik yang dihadapi oleh TKI di luar negeri, seperti diperlakukan tidak adil dan semena-mena oleh majikan, hingga kasus hukuman mati TKI di luar negeri. Seyogianya, pemerintah Indonesia lebih memerhatikan perlindungan hukum para buruh migran tersebut.

Pemerintah dalam meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri dapat memerhatikan kewajiban:

  1. Memberikan jaminan bahwa dapat memenuhi hak-hak calon TKI, baik yang berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri;
  2. Pengawasan pelaksanaan penempatan calon TKI;
  3. Menciptakan dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri;
  4. Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan;
  5. Memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, penempatan dan purna penempatan (Pasal 5 - 7 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri).

Dengan begitu, diyakini bahwa permasalahan ketidakadilan terhadap TKI dapat teratasi. Sehingga dapat terwujudnya hubungan saling menguntungkan, yakni dimana negara dapat menggerakan roda perekonomian negara serta mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia, dan TKI pun juga dapat menghidupi dan menafkahi keluarga tanpa adanya rasa was-was atau takut mendapat perlakuan semena-mena di luar negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun