Mohon tunggu...
Olivia DwiCahyati
Olivia DwiCahyati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi S1 Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

saya menyukai film dokumenter dan menyukai hal hal fantasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksistensi Kebijakan Stunting di Indonesia sebagai Kebijakan Sosial dalam Pembangunan Sosial

1 November 2023   10:17 Diperbarui: 1 November 2023   11:15 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber (ayosehat.kemkes.go.id)

Stunting merupakan kondisi di mana balita (bayi di bawah 5 tahun) mengalami gagal tumbuh yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Namun stunting bukan hanya persoalan tinggi badan tetapi rendahnya kemampuan anak untuk belajar, adanya keterbelakangan mental, dan dapat menyebabkan munculnya penyakit-penyakit kronis lainnya.

Kebijakan Sosial dapat dilihat dari dua aspek yaitu kebijakan sosial dipahami sebagai kebijakan serta program dari pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat, dan kebijakan sosial dipahami sebagai kegiatan akademik yang mencakup deskripsi, eksplanasi, dan evaluasi terhadap kebijakan sosial. Dalam hal ini kebijakan stunting termasuk dalam kebijakan dari pemerintah sebagai upaya menyejahterakan masyarakat dalam pembangunan sosial. 

Di Indonesia sendiri merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara setelah Timor Leste dan ke-5 di dunia. permasalahan stunting ini tentu tidak bisa dipandang sepele dan harus segera diatasi. Anak yang terjangkit stunting cenderung akan memiliki tingkat kecerdasan yang rendah. Selain itu, pada usia produktif, individu yang pada balita dalam kondisi stunting berpenghasilan 20 persen lebih rendah dibanding individu yang tidak terjangkit stunting. Kerugian negara dampak dari stunting ini diperkirakan mencapai sekitar Rp300 triliun per tahun. Stunting juga dapat menurunkan produk domestic bruto negara sebesar 3 persen. 

Dasar Pelaksanaan Kebijakan Stunting di Indonesia

  • PERPRES No. 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020 -2024.
  • PERPRES No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, Perpres ini mengatur antara lain mengenai: strategi nasional percepatan penurunan stunting, penyelenggaraan percepatan penurunan stunting, koordinasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting, pemantauan, evaluasi, pelaporan serta pendanaan.
  • Surat Set Wapres No. B.470/KSNB/SWP/PKM.00/07/2021 tentang pelaksanaan SSGI tahun 2022
  • Surat Bappenas No. 030007/PP.03.02/D.5/T/3/2022 mengenai urgensi pelaksanaan SSGI oleh Kemenkes.

Kementerian Kementerian Kesehatan merilis hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI ) pada Konferensi Kerja Nasional BKKBN pada Rabu (25/1). Hasilnya presentase stunting di Indonesia menurun dari 24,4 % pada tahun 2021 menjadi 21,6 % pada tahun 2022. Walau mengalami penurunan akan tetapi  presentase ini belum memenuhi Standard World Health Organization (WHO) mengenai stunting harus pada angka kurang dari 20%. Berikut rincian angka provinsi di Indonesia saat 2022 yang mengalami stunting

  • Nusa Tenggara Timur: 35,3%
  • Sulawesi Barat: 35%
  • Papua: 34,6%
  • Nusa Tenggara Barat: 32,7%
  • Aceh: 31,2%
  • Papua Barat: 30%
  • Sulawesi Tengah: 28,2%
  • Kalimantan Barat: 27,8%
  • Sulawesi Tenggara: 27,7%
  • Sulawesi Selatan: 27,2%
  • Kalimantan Tengah: 26,9%
  • Maluku Utara: 26,1%
  • Maluku: 26,1%
  • Sumatera Barat: 25,2%
  • Kalimantan Selatan: 24,6%
  • Kalimantan Timur: 23,9%
  • Gorontalo: 23,8%
  • Kalimantan Utara: 22,1%
  • Sumatera Utara: 21,1%
  • Jawa Tengah: 20,8%
  • Sulawesi Utara: 20,5%
  • Jawa Barat: 20,2%
  • Banten: 20%
  • Bengkulu: 19,8%
  • Jawa Timur: 19,2%
  • Sumatera Selatan: 18,6%
  • Kep Bangka Belitung: 18,5%
  • Jambi: 18%
  • Riau: 17%
  • DI Yogyakarta: 16,4%
  • Kepulauan Riau: 15,4%
  • Lampung: 15,2%
  • DKI Jakarta: 14,8%
  • Bali: 8%

Dapat terlihat meski mengalami penurunan tetap masih terbilang tinggi oleh karena itu penuturan Jokowi bahwa target pada 2024 mendatang presentase stunting di Indonesia menurun sampai 14%. Menurut Jokowi Angka tersebut bukanlah angka yang sulit untuk dicapai. Hal ini bisa dicapai jika dengan kekuatan kita bersama semuanya bisa bergerak dan berkerja bersama-sama untuk mencapai target tersebut. dengan Infrastruktur dan lembaga yang ada, kemudian, harus digerakkan untuk memudahkan menyelesaikan persoalan stunting. Dari lingkungan mulai dari air bersih, sanitasi, rumah yang sehat, ini merupakan kerja terintegrasi serta harus terkonsolidasi. 

Menurut BKKBN Hato Wardoyo mengungkapkan Rangkaian Rapat Kerja Nasioal (Rakernas) memiliki tujuan untuk mensukseskan Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dengan adanya 5 pilar.

  • Pilar pertama yaitu komitmen
  • Pilar kedua adalah pencegahan stunting
  • Pilar ketiga patut dapat melakukan konvergensi
  • Pilar keempat, mengadakan pangan yang baik
  • Pilar kelima, melaksanakan inovasi terobosan serta data yang baik

Dari grafik  di atas dilansir dari ayosehat.kemkes.go.id dapat terlihat bahwa penurunan stunting terjadi pada masa pandemi dan bukan terjadi di masa biasa. Budi Gunadi Sadikin selaku Menteri Kesehatan mengharapkan di masa yang normal penurunan kasus stunting diharapkan bisa lebih bagus lagi kemudian target penurunan stunting di angka 14% di 2024 akan tercapai.

Berbagai gejala stunting yang dapat dikenali yaitu:

  • Wajah terlihat lebih muda dari anak seusianya
  • Pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat Terlambatnya pertumbuhan gigi dan tubuh
  • Buruknya kemampuan fokus dan memori belajar
  • Mengalami keterlambatan pubertas
  • Anak cenderung pendiam serta tidak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya pada saat menginjak usia 8 sampai 10 tahun
  • Memiliki berat badan yang lebih ringan jika dibandingkan anak seusianya

Menurut penelitian yang berjudul Penelitian Hubungan Sanitasi, Air Bersih dan Mencuci Tangan dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Indonesia yang diteliti oleh Mitha Adzura, Fathmawati (2021) penelitian ini bertujuan agar mengetahui bagaimana hubungan stunting dengan ketersediaan sanitasi. Hasil penelitian ini menunjukkan dengan adanya jamban yang sehat, pemenuhan air bersih, dan kebiasaan mencuci tangan memiliki keterkaitan terhadap kejadian stunting.

Melansir dari penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan permasalahan stunting bukan hanya berhubungan dengan gizi dan nutrisi saja. Namun stunting juga berhubungan erat dengan hubungan antara anak dan orang tua juga dengan perilaku hidup keluarga, dari mulai air bersih, adanya sanitasi atau jamban, akses kepada pangan serta kemiskinan. 

Pandangan masyarakat awam yang sering beranggapan bahwa stunting hanya disebabkan oleh kurang gizi maupun gizi bruk sudah tidak relevan lagi pada saat ini. Dapat disimpulkan stunting adalah akumulasi dari berbagai penyebab yang sudah terjadi pada seluruh aspek kehidupan individu atau keluarga penderita stunting. Oleh karena itu penangan stunting di Indonesia pada saat ini berfokus kepada 2 intervensi yaitu Intervensi spesifik di mana intervensi yang berkaitan langsung dengan kesehatan seperti asupan makanan, gizi ibu, penyakit, dan intervensi sensitive yaitu intervensi yang tidak berkaitan langsung seperti air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, edukasi, perubahan perilaku serta akses terhadap pangan (Kementerian PPN/ Bappenas, 2018).

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka stunting di Indonesia

  • Meningkatkan Nutrisi dan Gizi, dengan memiliki asupan gizi yang baik mengurangi resiko terjangkit penyakit stunting
  • Meningkatkan Pengetahuan tentang stunting, melalakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang apa itu stunting dan cara pencegahannya .
  • Meningkatkan Kapasitas Lingkungan, menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggal keluarga.
  • Meningkatkan Ekonomi dan Kesejahteraan di dalam Masyarakat, dengan meningkatnya ekonomi akan lebih mudah untuk mendapatkan asupan tubuh yang cukup
  • Melakukan pemberian ASI Eksklusif dan Susu Pertumbuhan, ASI terdapat zat yang bisa membangun sistem imun anak sehingga menjauhkan mereka dari berbagai masalah kesehatan, salah satunya adalah stunting.
  • Meningkatkan Perawatan Kesehatan, lebih memperhatikan kesehatan bayi apalagi saat 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
  • Melakukan Pencegahan dan Penanganan Bayi Berat Lahir Rendah
  • Program Pemenuhan Pangan 
  • Adanya Pemberian Protein terutama pada bayi dan balita
  • Memberikan Jaminan Kesehatan Masyarakat, agar jika ada masyarakat terkena atunting dapat segera diobati tanpa terkendala masalah ekonomi

Kementerian Agama juga mengeluarkan kebijakan untuk 3 bulan sebelum menikah, calon pengantin harus diperiksa dulu jika ada anemia dan kurang gizi dihimbau untuk menunda kehamilan demi kesehatan ibu dan bayi sampai gizi tercukupi hal ini juga sebagai upaya dalam pencegahan stunting.

Kebijakan Stunting ini merupakan kebijakan sosial yang sangat membutuhkan partisipasi masyarakat karena dengan rendahnya partisipasi masyarakat upaya yang dilakukan pemerintah akan sia-sia oleh karena itu partisipasi aktif masyarakat adalah kunci untuk mencapai target yang telah ditentukan serta pemerintah juga harus meningkatan hubungan komunikasi dari pemerintah Kepada masyarakat. Kemudian akan mempermudah penyampaian informasi mengenai program gizi untuk penanggulangan stunting.

Refrensi

Rahman, H., Rahmah, M., & Saribulan, N. (2023). UPAYA PENANGANAN STUNTING DI INDONESIA: ANALISIS BIBLIOMETRIK DAN ANALISIS KONTEN. Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa, 8(1), 44-59.

Munira Syarifah Liza, PhD (2023) Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 (2023 Februari, 3) website ayosehat.kemkes.go.id. Retrieved from https://ayosehat.kemkes.go.id/pub/files/files46531._MATERI_KABKPK_SOS_SSGI.pdf

Kemenkes, R. I. (2023). Prevalensi Stunting di Indonesia Turun ke 21, 6% dari 24, 4%. Retrieved from Web: https://www. kemkes. go. id/article/view/23012500002/prevalensi-stunting-di-indonesiaturun-ke21-6-dari-24-4-. html. 

Azzura, M., Fathmawati, F., & Yulia, Y. (2021). Hubungan sanitasi, air bersih dan mencuci tangan dengan kejadian stunting pada balita di Indonesia. Sulolipu, 21(1), 79-89.

Kementerian PPN/ Bappenas. (2018). Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota. Rencana Aksi Nasional Dalam Rangka Penurunan Stunting: Rembuk Stunting, (November), 1--51. Retrieved from https://www.bappenas.go.id

Annur Cindy Mutia. Prevalensi Balita Stunting Indonesia Berdasarkan Provinsi (2022) Retrieved from https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/02/02/daftar-prevalensi-balita-stunting-di-indonesia-pada-2022-provinsi-mana-teratas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun