Konsep pemerintahan demokratis, memilih kepala daerah dan wakil rakyat dapat dianalogikan seperti halnya kita merekrut pembantu melalui agen penyalur tenaga kerja. Parpol sebagai agen-agen yang menyajikan dan mempromosikan mana calon pembantu yang paling rajin, handal, bermoral, loyal,jujur dan ‘berpengalaman’.
Kalau yang dicari pembantu paling ganteng/cantik atau paling mahir bicara apalagi yang belia, berarti bos-nya yang perlu dipertanyakan orientasi dan motivasinya. ^_^
Rakyat adalah bos, memilih yang terbaik untuk dipekerjakan dan digaji sebagai kepala daerah dan wakil rakyat. Kepala daerah diberi tugas mengkoordinir/memimpin pegawai negeri/staf dan wakil rakyat sebagai pengawasnya.
Karena masih banyak masyarakat yang berpola pikir feodal, terjadi perkeliruan dalam implementasinya. Kedudukan yang sangat jelas itu menjadi terbalik-balik. Para pembantu itu malah diperlakukan istimewa seperti raja.
Masyarakat perlu diedukasi untuk mengembalikan posisi kedudukan seperti seharusnya. Siapa dari calon kepala daerah yang paling siap menjadi “kacung” rakyat dan paling siap bekerja.
Pilgub DKI sebentar lagi, bukan mengabaikan peran calon wakil, tapi mengingat kewenangan mengeksekusi kebijakan adalah gubernur, maka yang mutlak menjadi pertimbangan pemilih adalah kemampuan dan kualitas calon gubernurnya.
Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc., MPA., M.A.
Kelebihan Agus selain muda, adalah lulusan terbaik Akmil. Dengan sederet pengalaman sekolah yang dibuktikan dengan gelar akademisnya, Agus sangat luar biasa dan tidak perlu diragukan intelektualitasnya.
Dari sederet pengalaman selama bertugas dimiliter dan interaksi dengan masyarakat sipil, Agus berpengalaman menjadi problem solver yang identik dengan pendekatan keamanan dan mengangkat senjata.
Kelebihan yang menjadi kekurangan Agus sebagai seorang tentara adalah pendidikan akademis dan pendidikan militernya. Seorang taruna dipersiapkan, bahkan dicuci otak menjadi pribadi yang penuh percaya diri dan loyal seperti robot. Loyal tanpa pembangkangan, tidak ada sesi dialogis dalam menerima perintah dan memerintah. Dengan ilmu yang didapatkan dari pendidikan akademisnya, Agus menjadi pribadi yang penuh perhitungan.
Like father like son, air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga, kacang ora ninggal lanjaran. SBY juga lulusan Amerika. Seorang jenderal bergelar doktor, ahli memberikan opsi strategi kepada panglima. Dengan kelebihannya Agus akan berhasil menjadi seorang KONSEPTOR.
Latar belakang pendidikan dan pengalaman sebagai pengajar, Anies tidak perlu diragukan kualitasnya seperti halnya Agus.
Pengalaman menjadi seorang Menteri Pendidikan yang direshufle, dapat disimpulkan, Anis memiliki kelebihan tapi gagal memenej organisasi birokrasi seperti harapan Jokowi.
Selain itu, latar belakang Anies bertahun-tahun sebagai seorang pengajar hampir mirip dengan militer. Anies terbiasa dengan komunikasi satu arah.
Anis sebagai pribadi yang menarik, bertutur kata tertata rapi. Kepiawaiannya berpidato dapat menghipnotis audien. Kemampuan Anies tidak kalah dengan bapak Sis Maryono Teguh.
Dengan kelebihannya itu, Anies Baswedan akan berhasil menjadi seorang ORATOR atau MOTIVATOR.
Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM.
Kalau dianggap sebagai kekurangan, dari gelar akademis yang disandang Basuki Tjahaja Purnama, latar belakang pendidikannya paling rendah dibanding dua calon lainnya.
Sebagian orang menilai BTP memiliki kekurangan yaitu, reaktif, kurangnya kemampuan memenej emosi dan tempramental. Tapi kekurangan tersebut menjadi sesuatu yang menarik untuk selalu diperbincangkan. Bahkan BTP menjadi sosok galak dan berani yang mewakili keinginan masyarakat, yang selama ini gregetan dengan perilaku menyimpang oknum birokrasi dan wakil rakyat.
Pribadi BTP yang tegar menghadapi bullying terbentuk sejak kecil dimana BTP adalah seorang minoritas keturunan tionghoa dan beragama kristen yang tinggal dilingkungan 93% muslim. Lingkungan itu juga yang membuat BTP mengenal ajaran Nabi Muhammad SAW dan Islam.
“Hablum minallah hablum minannas”, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, jiwamu dan akal budimu serta kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri”, Takut akan Tuhan dan mengasihi sesama manusia adalah merupakan prinsip hidup BTP. Seringkali istilah-istilah dalam ajaran Islam seperti Alhamdulillah, Insya Allah, Walahua’lam, Astaghfirullah hal a’dzim tak sadar keluar dari mulutnya.
Pribadi BTP yang humanis terbentuk dari ajaran dan teladan orang tuanya yang sangat memperhatikan orang miskin dan peduli terhadap kesehatan serta pendidikan.
Pengalaman berinteraksi dengan birokrasi adalah saat BTP menjadi seorang pengusaha yang bangkrut karena melawan pejabat. Hal itu juga yang memicu BTP terjun menjadi politisi dan akhirnya menjadi Bupati.
Sejak dikelola mantan walikota dan mantan bupati, Jakarta kini mulai berubah. Dengan pengalaman yang menjadi kelebihannya, BTP berani mengambil resiko mengeksekusi. BTP terbukti dan teruji sebagai seorang EKSEKUTOR yang berhasil.
Gubernur DKI berganti-ganti, dari jenderal ke jenderal hingga doktor ahli tata kota. Tapi mereka tidak mampu menyelesaikan permasalahan Jakarta. Mereka gagal karena mereka tidak dapat memenej birokrasi, tidak berani mengambil resiko serta tidak memiliki ketegasan mengeksekusi kebijakan.
DKI Jakarta memang mulai berubah tapi masih sarat dengan masalah. Yang dibutuhkan adalah eksekusi, bukan teori apalagi orasi.
Dari ketiganya bisa ditarik kesimpulan. Mana yang paling tepat dan paling dibutuhkan untuk Jakarta lima tahun kedepan. Apakah gubernur coba-coba, mahir bicara atau berpengalaman kerja? Apakah gubernur dengan kualifikasi KONSEPTOR, ORATOR atau EKSEKUTOR? ITU!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H