Mohon tunggu...
Olivia Armasi
Olivia Armasi Mohon Tunggu... Mengurus Rumah Tangga -

Peduli politik itu peduli terhadap sesama..... Nulis itu sulit, merangkai kata itu susah.... Mantan pelajar yang sedang belajar membaca, belajar komentar & belajar menulis..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Yakin Ahok Antek Asing atau Aseng?

25 Agustus 2016   18:34 Diperbarui: 26 Agustus 2016   01:14 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ajaran Confucius | oliviaarmasi.blogspot.co.id

Gubernur adalah pejabat pelayan rakyat, sekaligus pemimpin bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai kontrak di Pemerintah provinsi. Dalam menjalankan tugasnya sebagai Gubernur DKI, Ahok terinspirasi dan berpedoman pada ajaran bijak Confucius, antara lain :

  • Pemimpin harus lurus

Pemimpin lurus maka bawahannya tidak berani tidak lurus. Akar permasalahan terbesar bangsa ini adalah KORUPSI. Untuk melawan kejahatan korupsi tidak bisa hanya dengan kampanye “KATAKAN TIDAK PADAhal KORUPSI”. Disamping membangun sistim anti maling, yang penting adalah teladan pucuk pimpinannya. Seorang pemimpin harus lurus. Tidak menerima suap dan harus berpihak pada kebenaran. Diberbagai kesempatan, Ahok selalu mengatakan pentingnya pembuktian terbalik kekayaan pejabat/penyelenggara negara.

Wacana ekstrim Ahok tentang rekonsiliasi nasional. Warga negara yang tidak bisa membuktikan asal muasal hartanya tidak boleh menjadi pejabat penyelenggara negara. Dan KPK tidak hanya sekedar mencocokkan LHKPN tapi juga menyelidiki asal muasal harta yang dilaporkan.

Hal ini bisa menjadi entry point, bangsa ini menuju ke arah yang benar karena NEGARA DIURUS OLEH ORANG-ORANG YANG LURUS.

  • Pendidikan tanpa diskriminasi

Pendidikan tidak mengenal pengkotak-kotakan. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Karena nasib masing-masing keluarga tidak sama maka negara harus hadir. Kebijakan Kartu Jakarta Pintar (KJP) adalah peran pemerintah mengadministrasi keadilan sosial di bidang pendidikan. Kebijakan terbaru Ahok, KJP untuk pembiayaan kuliah di perguruan tinggi negeri adalah sebuah lompatan sejarah. Menjadikan siapa saja warga Jakarta yang kurang beruntung mempunyai harapan dapat melanjutkan pendidikannya hingga ke jenjang tertinggi.

Selain pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, pendidikan adalah modal utama bangsa Indonesia memiliki daya saing terhadap bangsa-bangsa lain. 

  • Warga harus memiliki lahan/ladang agar sejahtera

Urusan tanah di Jakarta sangat mahal begitu juga pajaknya. Baik pajak pembuatan sertifikat karena ada komponen Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) maupun Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Ahok membangun kesepahaman dengan BPN untuk melakukan pembenahan carut-marut pertanahan di Jakarta. Melalui kebijakan satu peta dan deregulasi urusan pembuatan sertifikat.

Kebijakan membebaskan dan penangguhan pembayaran BPHTB pembuatan sertifikat untuk yang pertama kali akan sangat menolong masyarakat tidak mampu dan berpenghasilan pas-pasan. Semakin banyak tanah bersertifikat,  menjadi jelas kepemilikannya maka permasalahan pertanahan di DKI menjadi semakin tertib.

Dengan tanah yang bersertifikat, masyarakat memiliki ‘lahan’ yang menjadi peluang untuk mengembangkan usaha.

Selain pembebasan BPHTB, Ahok menerapkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp. 0  untuk harga NJOP dibawah Rp. 2 milyar. Dan akan ditingkatkan lagi batasan nilainya untuk tahun-tahun mendatang. Menurut Ahok, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan kebijakan peninggalan kolonial. Yaitu kebijakan menarik upeti dari rakyat. Sudah semestinya dievaluasi agar terwujud keadilan antara warga yang mampu dan tidak mampu.

Cita-cita Ahok untuk PBB rumah tinggal Rp. 0,- akan sangat menolong warga Jakarta. Warga bisa saving yang otomatis taraf hidup dan kesejahteraannya meningkat.

Selain itu, yang tidak kalah pentingnya. Kebijakan bebas BPHTB dan bebas PBB untuk rumah tinggal akan meminimalisir warga Jakarta menjadi warga pinggiran dan terpinggirkan. Selama ini warga Jakarta terpaksa menjual tanahnya dan pindah karena tidak mampu lagi membayar pajak tempat tinggalnya. Kebijakan Ahok adalah melindungi dan berpihak pada warga Jakarta khususnya masyarakat betawi yang mendapatkan warisan tanah dari nenek moyangnya.  

Kebijakan tersebut berdampak menurunkan pendapatan daerah secara signifikan. Tapi atas nama keadilan demi warga Jakarta, tetap dilakukan Ahok.

Bukan Ahok kalau tidak punya solusi. Ahok melakukan inovasi dan diskresi untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sumber-sumber lain. Seperti kontribusi, kontribusi tambahan dari pengusaha serta pengembang, pendapatan parkir dan lain-lain.

Selain kebijakan tersebut, fakta keberpihakan Ahok agar warga memiliki lahan bisa dilihat dari kebijakan rumah susun, sewa kios dan los pasar tradisional, lapak PKL yang murah sehingga warga semakin baik kesejahteraan serta kualitas hidupnya.

Dengan berpedoman ajaran confucius, nasionalisme Ahok tak perlu diragukan lagi. Pertama, Korupsi dan perilaku korup melemahkan mental bangsa kita. Sementara Ahok memberi teladan. Menjadi pejabat harus lurus dan sederhana. Kedua, KJP dari SD hingga perguruan tinggi bahkan akan dikembangkan KJP untuk pendidikan usia dini adalah cita-cita Ahok menyiapkan generasi dengan SDM yang berkualitas menghadapi persaingan global. Ketiga, kebijakan BPHTB, PBB serta sertifikat akan meningkatkan kesejahteraan dan melindungi warga Jakarta yang berpotensi terpinggirkan karena tidak mampu membayar pajak. Sewa los, kios dan lapak PKL yang terjangkau adalah keberpihakan kepada masyarakat bawah agar dapat bersaing dengan pemilik modal besar.

Pada akhirnya. Bukan suku, warna kulit dan agama yang bisa menyebabkan seseorang menjadi antek ASING atau ASENG tapi KESERAKAHAN dan KETAMAKAN MANUSIA.

Masih yakin Ahok adalah Aseng?

Sebelum menyebarkan keburukan orang lain, TABAYYUN! Agar kita obyektif menyimpulkan apakah pengetahuan dan pemahaman kita terhadap seseorang sudah benar. 

Konsekuensi menyebarkan berita tidak benar apalagi fitnah terhadap seseorang, akan menjadi DOSA JARIYAH.

Mereka menanggung dosa mereka sendiri dan dosa orang lain yang mengikutinya. Dan mereka sama sekali tidak diberi keringanan adzab karena dosa orang yang mengikutinya. (Tafsir Ibn Katsir, 4/566).

Dosa yang akan ditanggung terus-menerus oleh si penyebar berita walaupun kelak sudah meninggal. Ih ngeri…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun