Mohon tunggu...
Olivia Armasi
Olivia Armasi Mohon Tunggu... Mengurus Rumah Tangga -

Peduli politik itu peduli terhadap sesama..... Nulis itu sulit, merangkai kata itu susah.... Mantan pelajar yang sedang belajar membaca, belajar komentar & belajar menulis..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

UU KPK Sakti Untuk KPK, Tidak Untuk Orangnya, Siapa Lagi Korbannya?

25 Februari 2016   20:25 Diperbarui: 25 Februari 2016   20:45 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="(ANTARA FOTO-Wahyu Putro A)"][/caption]

KPK adalah lembaga penegak hukum pemberantasan korupsi bersifat adhoc. Walaupun sementara namun di dalam UU KPK secara jelas tersurat mempunyai posisi tertinggi dibanding lembaga penegak hukum lainnya. KPK mempunyai wewenang supervisi bahkan bisa mengambil alih sebuah kasus yang sedang disidik Polri maupun Kejagung.

Mestinya setelah ada KPK ditambah Polri dan Kejagung mereka saling sinergi agar bangsa ini segera terbebas dari wabah korupsi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Namun, fakta dan realita sejak KPK berdiri, hubungan ketiga lembaga tersebut berjalan tidak seperti seharusnya. Lahirnya KPK seperti menampar Polri & Kejagung. Munculnya Istilah “Cicak vs Buaya” yang dipopulerkan Susno Duadji, itulah gambaran sebenar-benarnya hubungan mereka hingga saat ini. Bagai api dalam sekam, seperti bom waktu yang setiap saat bisa meledak & membakar.

Kehebohan perkara yang melibatkan KPK, Polri & Kejagung

Kasus Antasari dan Novel Baswedan mempunyai kesamaan, ditetapkan tersangka dan disidik oleh Polisi. Sama-sama tidak dibela korpsnya. Karena Antasari memenjarakan Jaksa Urip dan Novel memenjarakan Djoko Susilo. Bahkan, Antasari dituntut hukuman mati oleh koleganya Jaksa Cirus Sinaga. Novel Baswedan beruntung mendapat hadiah SKPP dari Kejakgung.

Kasus dua pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah ditetapkan tersangka dan disidik oleh Polisi dihentikan oleh Kejaksaan Agung dengan melakukan “deponering” (menghentikan perkara demi kepentingan umum). Kejagung memberikan sinyal, langkah yang sama akan diberlakukan bagi tersangka kasus Abraham Samad & Bambang Widjoyanto. Polri pun bereaksi :

  • Kasus Novel Baswedan : Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan khawatir perlawanan akan mengganggu keharmonisan Polri-KPK yang saat ini sudah terjalin. "Kita tidak ingin terjebak antara dua institusi dibentrokkan, misalnya menjadi sesuatu dibentrokkan," ujar Anton di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
  • Kasus Abraham Samad & Bambang Widjoyanto : "Kalau sudah penyidikan, mestinya dibuktikan di pengadilan. Kalau tidak salah diputus bebas, kalau salah, dihukum. Criminal justice system begitu," ujar Anang di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/2/2016).

Artinya, sebenarnya Polri tidak begitu saja ikhlas menerima apa yang diputuskan Kejaksaan Agung. Menarik, bagaimana kelanjutan sikap Jaksa Agung setelah Polri bereaksi terhadap penyelesaian perkara dengan SKPP dan deponering. Apakah dewi fortuna akan berpihak pada nasib Abraham Samad & Bambang W seperti halnya Novel Baswedan?

Novel Baswedan masih produktif sebagai penyidik. Dan Ketua KPK telah memberikan keterangan, Novel tetap dibutuhkan KPK. Lha… Samad & Bambang? Emang sekarang mereka siapa?  

Jika mereka bebas, terlepas kasus itu kriminalisasi atau tidak. Polisi jelas merasa sakit hati. Kerja mereka berbulan-bulan melakukan penyelidikan penyidikan tidak berarti apa-apa. Apakah Polisi akan diam saja?   

Ah… tapi ngapain juga kita repot-repot mikirin nasib Samad & Bambang? Toh sodara juga bukan. Lagian udah ada UU KPK barangkali saja bisa menolong nasib mereka.

[caption caption="keepo.me"]

[/caption]

Mengingat, masyarakat udah puas dengan UU KPK yang ada. UU KPK memang sempurna melindungi KPK sebagai lembaga tapi tapi tidak cukup sakti melindungi nasib orang-orang di KPK.  Saran buat komisioner dan penyidik KPK. Agar jangan sampai mengalami nasib seperti Antasari, Bibit, Candra, A Samad, Bambang W, Novel B. maka Anda harus :

  1. Hindari penyidikan kasus-kasus di kepolisian dan Kejaksaan. Tidak ada yang menjamin keselamatan Anda. Paling-paling akan dibela pake "hastag" di sosial media. Paling banter unjuk rasa #SaveKPK.
  2. Aksi pencegahan dan membangun sistim yang baik lupakan saja. Toh tidak akan ada yang mengapresiasi. Bagi masyarakat KPK itu Pemberantasan bukan Pencegahan. Lagian pasal di UU KPK jika melihat sistim di suatu lembaga berpotensi merugikan negara, wewenang KPK hanya memberikan saran.
  3. Abaikan meniru cara-cara negara yang tingkat korupsinya minim. Walaupun IPK tercapai, Anda tidak akan kelihatan bekerja.
  4. Perbanyak aksi OTT, maksimalkan kewenangan penyadapan. Target Kepala Daerah, Pimpinan BUMN, Anggota DPR. Kalau bisa satu hari satu kepala. Rakyat Indonesia suka sinetron, OTT disetting sedramatis mungkin. Semakin banyak yang dipenjara, masyarakat semakin terhibur dan bersuka cita. 

Inget baek-baek, jangan sadap Polisi & Jaksa apalagi tentara!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun