Mohon tunggu...
Olivia Armasi
Olivia Armasi Mohon Tunggu... Mengurus Rumah Tangga -

Peduli politik itu peduli terhadap sesama..... Nulis itu sulit, merangkai kata itu susah.... Mantan pelajar yang sedang belajar membaca, belajar komentar & belajar menulis..

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lagi, Kritik untuk Jokowi, DPR & KPU: Jadikan Pilkada Serentak sebagai Momentum Revolusi Rekruitmen Kepala Daerah

11 Februari 2016   11:18 Diperbarui: 12 Februari 2016   13:59 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lahirnya pemimpin-pemimpin pemerintahan yang berprestasi dan menonjol jika dicermati, sedang terjadi anomali. Apa yang dilakukan pemimpin-pemimpin berprestasi itu sebenarnya adalah sesuatu yang sangat standar. Yang dikerjakan mereka adalah memenuhi kewajiban serta amanah sesuai sumpah jabatan sebagai kepala daerah.

Se-fenomenal atau se-kontroversial apapun, para pemimpin berprestasi tidak pernah melakukan kebijakan yang melampaui batas-batas kekuasaan serta kewenangannya. Jokowi, Ahok, Risma, Ridwan Kamil, Nurdin Abdullah mereka melakukan apa yang seharusnya menjadi tugas mereka. Meminjam istilah Ahok, “mereka sedang mengadministrasi Keadilan sosial”. Mereka tidak melakukan revolusi aturan. Bahkan dalam kasus penanganan banjir, macet, PKL, problem perumahan di Jakarta, Jokowi Ahok tidak melakukan kajian baru. Mereka sekedar mengeksekusi blue print yang sudah ada dan tidak pernah direalisasikan Gubernur sebelumnya.

Lalu, bagaimana dengan para pemimpin yang tidak muncul di publik? Apakah kemampuan mereka dibawah standar? Jika jarak menjadi alasan prestasi para pemimpin itu tidak terpublikasi, hal itu terbantahkan oleh prestasi Bupati Bantaeng yang lokasinya nun jauh disana.

Indonesia terdiri dari 514 Kabupaten/Kota dan 34 Provinsi. Pemilihan kepala daerah langsung adalah mekanisme rekruitmen yang mengakomodir keinginan masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik mereka. Jika mekanisme itu ideal, seharusnya lebih banyak kepala daerah yang berprestasi daripada yang bermasalah. Fakta anomali, semenjak reformasi bergulir hingga tahun 2014, sebanyak 328 kepala daerah terjerat kasus korupsi. Sementara pemimpin berprestasi, bersih, jujur dan menonjol bisa dihitung dengan jari.

Dengan kondisi riil yang ada hingga sekarang, bisa disimpulkan. Sistim dan mekanisme rekruitmen kepala daerah masih jauh dari ideal. Akibat sistem yang tidak sempurna itu, Pilkada langsung seperti ajang judi. Jika hasil Pilkada yang terpilih adalah manusia-manusia seperti Jokowi, Ahok, Risma, Ridwan Kamil, Nurdin Abdullah. Maka, kita seperti mendapatkan GRANDPRIZE atau JACKPOT. Jika yang terpilih kepala daerah yang bermasalah, kita akan mendapatkan pesan “MAAF, ANDA BELUM BERUNTUNG SILAHKAN DICOBA 5 TAHUN LAGI”….. huft :(.

Sungguh aneh dan keterlaluan jika kita rakyat dan Pemerintah Indonesia tidak menyadari dan menganggap rekruitmen kepala daerah tidak ada masalah serta ada kekurangan yang sangat mendasar.

KPU Gagal Melaksanakan Tanggungjawabnya.

KPU yang diberi kewenangan oleh UU sebagai penyelenggara Pemilu untuk merekrut pemimpin yang berkualitas, selama ini berfungsi tidak lebih seperti EVENT ORGANIZER ajang pencarian bakat. Tidak perduli kualitas pesertanya, yang penting rating tinggi, penontonnya banyak. Begitu juga elemen lain yang terlibat, Panwas sebagai penanggungjawab Pilkada jujur & bersih sungguh sangat tidak bertaring. Saat Pemilu, Panwas & aparat berfungsi tak lebih seperti rombongan security pengamanan sebuah event tontonan dangdut. Tutup mata adanya money politic. Yang penting penyelenggaraan aman tidak ada insiden.

Di Pilkada serentak 2015, KPU menerbitkan peraturan yang sangat, sangat konyol. Melegalkan money politic untuk meningkatkan partisipasi masyarakat menggunakah hak pilihnya dan tidak berhasil. Mungkin peraturan itu terinspirasi “penonton bayaran” di acara seperti “Bukan Empat Mata Thukul Arwana”. .. ^_^

Di Pilkada serentak 2017 saking putus asanya, mungkin  KPU akan menerbitkan peraturan inovatif & kreatif lagi agar masyarakat bersemangat menggunakan hak  pilihnya. Bagi yang nyoblos mempunyai kesempatan mendapatkan doorprize : piring, termos, kulkas, henpon dan umroh…. ^_^.   

KPUD hanya bekerja 5 tahun sekali, praktis selama 4 tahun dapat dikatakan nganggur tidak ada kegiatan. Kenapa waktu luang selama 4 tahun tidak digunakan secara intensif dan kontinyu melakukan sosialisasi, penyadaran masyarakat pentingnya partisipasi publik dan Pilkada yang bersih serta berkualitas?

KPU/KPUD bisa bekerjasama dengan ulama bersama komunitas-komunitas pengajiannya, rohaniawan, pendeta, lembaga-lembaga pendidikan formal maupun non formal. Atau komunitas-komunitas lainnya. Pentingnya KPU/KPUD bekerjasama dengan lembaga agama & pendidikan adalah sosialisasi bahwa money politic itu sama dengan suap yang dilarang hukum dan agama.

Mengintip kegiatan KPUD di waktu luang. Ternyata yang dilakukan oleh oknum-oknum KPU, KPUD untuk mengisi waktu luang adalah menghabiskan sisa anggaran, bukan turun ke masyarakat. Dengan modus menciptakan kegiatan-kegiatan non fisik seperti seminar, pelatihan, workshop, capacity building dan lain-lain. Yang penting anggaran terserap habis. Kickback sisa kegiatan dibagi-bagi sebagai insentif kesejahteraan. "Gak percaya? Silahkan investigasi".   

Secara substansi KPU, KPUD telah gagal sebagai salah satu lembaga yang paling bertanggungjawab melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas.

Bagaimana solusinya? Revolusi Mekanisme Rekruitmen Kepala Daerah.

Mengingat bahwa kepala daerah adalah pejabat tertinggi di suatu wilayah sebagai pengambil keputusan suatu kebijakan, maka untuk menjadi kepala daerah harus memiliki standar mampu mengadministrasi Keadilan Sosial. Mengerti dan paham banyak bidang yang menjadi tanggungjawabnya.

KPUD melakukan rekruitmen dan seleksi bakal calon kepala daerah "Pra-Pemilu". Seperti halnya mekanisme rekruitmen pimpinan KPK melalui Pansel.

Pansel/KPUD bekerjasama dengan akademisi, PPATK, KPK atau lembaga lain yang dianggap perlu. Membuka lowongan bakal calon kepala daerah. Peserta adalah seluruh WNI, kader parpol atau non parpol dengan pendidikan minimal SLTP/ sederajat (standar Susy Pudjiastuti), lolos tes psikologi menghadapi tekanan, tes akademis dasar-dasar bidang yang akan menjadi tanggungjawabnya, mempunyai kepedulian sosial, tidak berafiliasi pada paham radikal, bersih dan tidak tercela. Dan syarat-syarat lain yang perlu agar lahir calon-calon pemimpin yang benar-benar berkualitas. Screening test harus ketat. 

Setelah Pansel/KPUD melakukan seleksi bakal calon kepala daerah. Parpol melakukan penjaringan dari daftar hasil seleksi yang ada. Sesuai mekanisme internal masing-masing parpol, kemudian diajukan sebagai calon kepala daerah. Bakal calon terseleksi bisa mencalonkan dirinya melalui jalur independen.

Dengan demikian calon-calon kepala daerah yang tersedia tidak sekedar punya uang, populer atau didominasi elit-elit parpol. Akan tetapi calon-calon kepala daerah tersebut adalah benar-benar manusia-manusia yang mempunyai kemampuan dengan kualitas optimal.  Masyarakat lebih banyak punya pilihan. Jika bakal calon terseleksi Pansel tersebut tidak diajukan Parpol, masyarakat bisa mengambil inisiatif dengan swadaya seperti yang dilakukan “TEMAN AHOK”.

Jika aturan itu belum ada, terbitkan Keputusan KPU. Jika revolusi rekruitmen kepala daerah tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang Pilkada, lakukan AMANDEMEN! atau Presiden terbitkan PERPU !!!  Lebih Cepat Lebih Baek.  

 

ilustrasi/foto : psikogenesis.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun